Belajar dari ACT, Muhammadiyah Usulkan Pemerintah Bentuk Pengawas Lembaga Filantrofi
Kamis, 07 Juli 2022 - 16:04 WIB
JAKARTA - Sekretaris Umum PP Muhammadiyah , Abdul Mu'ti menyebut tingginya kedermawanan masyarakat dapat menjadi peluang bisnis lembaga filantrofi . Sebab di tengah masyarakat terdapat gejala "dhuafa entrepreneurs" yang berbisnis dengan komodifikasi kaum dhuafa.
"Kasus ACT itu juga menjadi catatan tentang integritas para pengelola lembaga filantrofi. Banyaknya musibah dan tingginya kedermawanan masyarakat menjadi peluang "bisnis" para "pialang" filantrofi," ujar Mu'ti dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/7/2022).
Untuk itu, masyarakat diimbau lebih cerdas menilai profesionalisme dan akuntabilitas lembaga filantrofi. Sebab mereka, kata Mu'ti, berhak untuk mengetahui penggunaan dana yang telah mereka salurkan untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan.
"Penyelewengan juga berpotensi terjadi tidak hanya secara governance, tapi juga penggunaan dana untuk kepentingan politik dan distribusi yang tidak sesuai aturan," jelasnya.
Kemudian, dia mengusulkan agar pemerintah perlu membuat lembaga semacam OJK dalam lembaga keuangan Syariah guna memastikan keterlaksanaan good coorporate governance. Menurutnya tidak adanya lembaga otoritas yang mengawasi lembaga filantrofi dapat menjadi salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya penyelewengan dan penyalahgunaan oleh pengurus.
"Kasus ACT itu menjadi pelajaran betapa pentingnya pengawasan baik internal yayasan maupun pengawasan oleh publik," tuturnya.
Lebih lanjut, Mu'ti mengatakan setiap Lembaga dan Badan Zakat, Infaq, Sedekah dan lembaga-lembaga filantrofi harus diaudit oleh akuntan publik. Lembaga-lembaga itu juga harus menyampaikan dananya ke publik.
"Regulasinya sebenarnya sudah jelas. Problem yang terjadi adalah bagaimana regulasi itu ditegakkan," tutup dia.
"Kasus ACT itu juga menjadi catatan tentang integritas para pengelola lembaga filantrofi. Banyaknya musibah dan tingginya kedermawanan masyarakat menjadi peluang "bisnis" para "pialang" filantrofi," ujar Mu'ti dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/7/2022).
Baca Juga
Untuk itu, masyarakat diimbau lebih cerdas menilai profesionalisme dan akuntabilitas lembaga filantrofi. Sebab mereka, kata Mu'ti, berhak untuk mengetahui penggunaan dana yang telah mereka salurkan untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan.
"Penyelewengan juga berpotensi terjadi tidak hanya secara governance, tapi juga penggunaan dana untuk kepentingan politik dan distribusi yang tidak sesuai aturan," jelasnya.
Kemudian, dia mengusulkan agar pemerintah perlu membuat lembaga semacam OJK dalam lembaga keuangan Syariah guna memastikan keterlaksanaan good coorporate governance. Menurutnya tidak adanya lembaga otoritas yang mengawasi lembaga filantrofi dapat menjadi salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya penyelewengan dan penyalahgunaan oleh pengurus.
"Kasus ACT itu menjadi pelajaran betapa pentingnya pengawasan baik internal yayasan maupun pengawasan oleh publik," tuturnya.
Lebih lanjut, Mu'ti mengatakan setiap Lembaga dan Badan Zakat, Infaq, Sedekah dan lembaga-lembaga filantrofi harus diaudit oleh akuntan publik. Lembaga-lembaga itu juga harus menyampaikan dananya ke publik.
"Regulasinya sebenarnya sudah jelas. Problem yang terjadi adalah bagaimana regulasi itu ditegakkan," tutup dia.
(kri)
tulis komentar anda