BNPT: Ancaman Terorisme di Indonesia Tempati Urutan ke-24 dari 162 Negara
Senin, 04 Juli 2022 - 18:16 WIB
JATINANGOR - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) , Komjen Pol Boy Rafli mengungkapkan potensi ancaman terorisme di Indonesia menempati urutan ke-24 dari 162 negara menurut Global Terrorism Index (GTI) 2022.
Hal ini disampaikan Boy Rafli pada saat mengisi stadium general di Kampus IPDN Jatinangor dengan tema “Deteksi Dini Modus Perkembangan Gerakan Radikalisme”, Senin (4/7/2022). Baca juga: BNPT Gandeng Masyarakat Bali Cegah Terorisme Jelang KTT G20
Secara gamblang Boy Rafli menjelaskan kepada praja terkait perkembangan teror secara global dan regional termasuk di dalamnya perkembangan teror dalam negeri seperti perkembangan kelompok-kelompok Mujahidin Indonesia Timur, Negara Islam Indonesia, Separatis Terorisme Papua, Jamaah Ansharul Khilafah dan lain sebagainya. Baca juga:
“Rilis dari United Nation pada masa pandemi radikalisasi di sosial media terjadi peningkatan. Termasuk di Indonesia, 202 juta orang menggunakan internet dan 80%-nya pemilik akun media sosial. Dari 80% pemilik akun medsos ini 60% adalah kalangan muda, itulah yang menjadi target kelompok jaringan terorisme global. Di mana teroris ini menghembuskan narasi-narasi kebencian kepada pemerintah”, tuturnya.
Menurut Boy, ketimpangan dalam pelayanan publik dan pelayanan oleh negara atau pemerintah menjadi pintu masuk untuk dibangunnya semangat permusuhan kepada negara. “Jaringan terorisme ini memiliki tujuan politik untuk mendelegitimasi kekuatan supra politik di pemerintahan masing-masing dan berharap bisa eksis di negara tersebut,” jelasnya.
Boy juga kembali menegaskan praja IPDN untuk berhati-hati kepada dakwah atau kajian yang berkedok agama namun di dalamnya terdapat ajaran-ajaran radikalisme atau terorisme yang disisipi. “Praja calon pimpinan masa datang harus benar-benar dapat membedakan mana yang dakwah agama, mana yang benar-benar menjadi rencana penuh dengan kekerasan”, tuturnya.
Boy menjelaskan Jika sudah menghalalkan kekerasan berarti tidak mengacu pada agama manapun, karena semua agama tidak memperbolehkan adanya kekerasan, sedangkan kelompok teroris ini menggunakan agama untuk kepentingan politik agar mereka berkuasa.
Rektor IPDN, Dr Hadi Prabowo kembali menegaskan kepada praja untuk betul-betul mencermati pembekalan yang diberikan oleh Kepala BNPT ini sebagai pedoman yang harus dipahami terutama terkait paham-paham atau kelompok-kelompok yang mendukung intoleransi, radikalisme dan terorisme.
“Adanya radikalisme dimulai dengan adanya intoleransi lalu menjadi ekstrimis dan berkembang menjadi terorisme. Hal ini tentunya harus menjadi kewaspadaan kita semua, apalagi sekarang ini selalu berkedok agama,” ujarnya.
Hal ini disampaikan Boy Rafli pada saat mengisi stadium general di Kampus IPDN Jatinangor dengan tema “Deteksi Dini Modus Perkembangan Gerakan Radikalisme”, Senin (4/7/2022). Baca juga: BNPT Gandeng Masyarakat Bali Cegah Terorisme Jelang KTT G20
Secara gamblang Boy Rafli menjelaskan kepada praja terkait perkembangan teror secara global dan regional termasuk di dalamnya perkembangan teror dalam negeri seperti perkembangan kelompok-kelompok Mujahidin Indonesia Timur, Negara Islam Indonesia, Separatis Terorisme Papua, Jamaah Ansharul Khilafah dan lain sebagainya. Baca juga:
“Rilis dari United Nation pada masa pandemi radikalisasi di sosial media terjadi peningkatan. Termasuk di Indonesia, 202 juta orang menggunakan internet dan 80%-nya pemilik akun media sosial. Dari 80% pemilik akun medsos ini 60% adalah kalangan muda, itulah yang menjadi target kelompok jaringan terorisme global. Di mana teroris ini menghembuskan narasi-narasi kebencian kepada pemerintah”, tuturnya.
Menurut Boy, ketimpangan dalam pelayanan publik dan pelayanan oleh negara atau pemerintah menjadi pintu masuk untuk dibangunnya semangat permusuhan kepada negara. “Jaringan terorisme ini memiliki tujuan politik untuk mendelegitimasi kekuatan supra politik di pemerintahan masing-masing dan berharap bisa eksis di negara tersebut,” jelasnya.
Boy juga kembali menegaskan praja IPDN untuk berhati-hati kepada dakwah atau kajian yang berkedok agama namun di dalamnya terdapat ajaran-ajaran radikalisme atau terorisme yang disisipi. “Praja calon pimpinan masa datang harus benar-benar dapat membedakan mana yang dakwah agama, mana yang benar-benar menjadi rencana penuh dengan kekerasan”, tuturnya.
Boy menjelaskan Jika sudah menghalalkan kekerasan berarti tidak mengacu pada agama manapun, karena semua agama tidak memperbolehkan adanya kekerasan, sedangkan kelompok teroris ini menggunakan agama untuk kepentingan politik agar mereka berkuasa.
Rektor IPDN, Dr Hadi Prabowo kembali menegaskan kepada praja untuk betul-betul mencermati pembekalan yang diberikan oleh Kepala BNPT ini sebagai pedoman yang harus dipahami terutama terkait paham-paham atau kelompok-kelompok yang mendukung intoleransi, radikalisme dan terorisme.
“Adanya radikalisme dimulai dengan adanya intoleransi lalu menjadi ekstrimis dan berkembang menjadi terorisme. Hal ini tentunya harus menjadi kewaspadaan kita semua, apalagi sekarang ini selalu berkedok agama,” ujarnya.
tulis komentar anda