Kisah Soeharto Tanpa Rompi Antipeluru Kunjungi Negeri Perang Bosnia Herzegovina
Rabu, 29 Juni 2022 - 19:31 WIB
"Eh, Sjafrie, itu rompi kamu cangking (tenteng) saja. Kamu cangking saja," kata Soeharto yang menandakan ia enggan memakai rompi antipeluru seberat 12 kilogram yang mampu menahan tembakan M-16. Rompi itu dibawa dari Jakarta, milik Paspampres, bantuan dari Kopassus.
Soeharto pun hanya mengenakan jas dan kopiah dalam lawatan ke negeri perang Bosnia Herzegovina. Padahal dari pengamatan Sjafrie dari balik jendela pesawat menjelang turun di Sarajevo, ia melihat senjata 12,7 mm yang biasa digunakan untuk menembak jatuh pesawat, berputar-putar mengikuti pesawat yang ditumpangi Pak Harto.
Turun dari pesawat, Soeharto berjalan cukup tenang. Presiden ke-2 RI ini dijemput Pasukan PBB dengan VAB, panser buatan Prancis yang mirip dengan Panser Anoa 6x6 produk PT Pindad. Soeharto memilih naik panser nomor 5.
Rombongan Soeharto kemudian menuju Istana Kepresidenan Bosnia. Untuk mencapai tujuan, panser-panser itu harus melewati Sniper Valley, tempat para penembak jitu dari kedua belah pihak yang berperang. Beruntung tidak ada serangan ke arah rombongan Soeharto hingga sampai di Istana Kepresidenan Bosnia yang memprihatinkan. Di Istana itu tidak ada air, sehingga air bersih harus diambil dengan ember.
Presiden Soeharto disambut hangat oleh Presiden Bosnia Herzegovina Alija Izetbegovic. Keduanya berbincang tak kurang dari satu setengah jam dilanjutkan dengan jamuan makan siang. Soeharto lalu memerintahkan Menlu Ali Alatas untuk memberikan keterangan pers di ruangan lainnya.
Saat pertemuan Soeharto dan Alija Izetbegovic, proyektil meriam jatuh sekitar 3 kilometer dari Istana Kepresidenan. Sjafrie lalu memberitahukan Soeharto bahwa sisa waktu hanya tiga jam karena situasi semakin mencekam. Suara tembakan terdengar dari kejauhan. Prajurit-prajurit juga terlihat bersiaga.
"Pak, kenapa sedang sensitif begini, Bosnia sedang kritis, Bapak datang?" tanya Sjafrie saat menunggu kepulangan.
"Ya, kan kita tidak punya uang. Kita ini pemimpin Negara Non-Blok tetapi tidak punya uang. Ada negara anggota kita susah, kita tidak bisa membantu dengan uang, ya kita datang saja. Kita Tengok," kata Soeharto menjelaskan.
"Tapi, ini kan risikonya besar," timpal Sjafrie.
"Ya, itu kita bisa kendalikan. Yang penting orang yang kita datangi merasa senang, morilnya naik, mereka menjadi tambah semangat," kata Soeharto dengan gaya khas kalemnya.
Soeharto pun hanya mengenakan jas dan kopiah dalam lawatan ke negeri perang Bosnia Herzegovina. Padahal dari pengamatan Sjafrie dari balik jendela pesawat menjelang turun di Sarajevo, ia melihat senjata 12,7 mm yang biasa digunakan untuk menembak jatuh pesawat, berputar-putar mengikuti pesawat yang ditumpangi Pak Harto.
Turun dari pesawat, Soeharto berjalan cukup tenang. Presiden ke-2 RI ini dijemput Pasukan PBB dengan VAB, panser buatan Prancis yang mirip dengan Panser Anoa 6x6 produk PT Pindad. Soeharto memilih naik panser nomor 5.
Rombongan Soeharto kemudian menuju Istana Kepresidenan Bosnia. Untuk mencapai tujuan, panser-panser itu harus melewati Sniper Valley, tempat para penembak jitu dari kedua belah pihak yang berperang. Beruntung tidak ada serangan ke arah rombongan Soeharto hingga sampai di Istana Kepresidenan Bosnia yang memprihatinkan. Di Istana itu tidak ada air, sehingga air bersih harus diambil dengan ember.
Presiden Soeharto disambut hangat oleh Presiden Bosnia Herzegovina Alija Izetbegovic. Keduanya berbincang tak kurang dari satu setengah jam dilanjutkan dengan jamuan makan siang. Soeharto lalu memerintahkan Menlu Ali Alatas untuk memberikan keterangan pers di ruangan lainnya.
Saat pertemuan Soeharto dan Alija Izetbegovic, proyektil meriam jatuh sekitar 3 kilometer dari Istana Kepresidenan. Sjafrie lalu memberitahukan Soeharto bahwa sisa waktu hanya tiga jam karena situasi semakin mencekam. Suara tembakan terdengar dari kejauhan. Prajurit-prajurit juga terlihat bersiaga.
"Pak, kenapa sedang sensitif begini, Bosnia sedang kritis, Bapak datang?" tanya Sjafrie saat menunggu kepulangan.
"Ya, kan kita tidak punya uang. Kita ini pemimpin Negara Non-Blok tetapi tidak punya uang. Ada negara anggota kita susah, kita tidak bisa membantu dengan uang, ya kita datang saja. Kita Tengok," kata Soeharto menjelaskan.
"Tapi, ini kan risikonya besar," timpal Sjafrie.
"Ya, itu kita bisa kendalikan. Yang penting orang yang kita datangi merasa senang, morilnya naik, mereka menjadi tambah semangat," kata Soeharto dengan gaya khas kalemnya.
tulis komentar anda