Gaya Hidup Digital Zaman Pandemi
Kamis, 25 Juni 2020 - 14:38 WIB
Dr Firman Kurniawan S
Pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital, pendiri LITEROS.org
PANDEMI Covid-19 mengubah banyak hal. Bukan hanya soal perilaku hidup sehat yang dipaksa berubah demi mencegah penularan. Namun cara berperilaku dan menggunakan perangkat komunikasi digital, drastis mengalami penyesuaian.
Dan justru mungkin perubahan ini, yang lebih cocok disebut sebagai new normal ketimbang new normal yang artinya jalani hidup sehari-hari seakan normal, tapi bersama virus yang sejatinya tetap mengintai.
Fenomena nyata hari ini, aneka platform aplikasi digital yang selama pra-pandemi digunakan sebatas fungsi intinya, Instagram untuk pampangkan foto, Twitter untuk sampaikan lontaran-lontaran pendek dan Youtube untuk menampung atraksi audiovisual berdurasi sedang, di zaman pandemi ada gejala pemakaian fitur aplikasi hingga maksimal.
Pelaku pemaksimalan, juga kalangan yang lebih luas. Pesohor yang telah tenar namanya, hingga orang biasa yang bukan siapa-siapa. Coba saja buka aplikasi Instagram sebagaimana lazimnya. Tak berapa lama akan muncul notifikasi berlangsungnya Instagram Live oleh seseorang. Tentu seseorang ini, telah Anda ikuti akunnya.
Fenomenanya, untuk tampil Ig Live ala pesohor, tak harus seseorang berasal dari kalangan pesohor. Siapa saja boleh. Atau periksa Facebook maupun Twitter, tawaran webinar bertopik sangat sehari-hari hingga tema yang menyangkut hajat hidup orang sejagad, bertaburan di berbagai platform. Pelakunya tak harus akademisi tenar, seniman kondang, olahragawan juara atau artis ternama. Kalangan orang biasa, bebas tampil.
Hingga seorang rekan jurnalis merepresentasi rasa sebal beberapa pihak, “Duh, orang ini sok penting betul, bukan pesohor tapi rajin banget live streaming. Obrolannya pun nggak terlalu penting”.
Terhadap gejala di atas hal yang dapat dipahami, relasi lazim yang biasa dilakukan lewat kehadiran fisik, membagi pengetahuan lewat seminar di hotel atau belajar mengajar di ruang-ruang kelas maupun kampus, di jaman pandemi ini semua sudah tahu, terhalang untuk jumpa fisik. Keperluan kehadiran mau tak mau ditumpukan pada fitur-fitur perangkat digital.
Pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital, pendiri LITEROS.org
PANDEMI Covid-19 mengubah banyak hal. Bukan hanya soal perilaku hidup sehat yang dipaksa berubah demi mencegah penularan. Namun cara berperilaku dan menggunakan perangkat komunikasi digital, drastis mengalami penyesuaian.
Dan justru mungkin perubahan ini, yang lebih cocok disebut sebagai new normal ketimbang new normal yang artinya jalani hidup sehari-hari seakan normal, tapi bersama virus yang sejatinya tetap mengintai.
Fenomena nyata hari ini, aneka platform aplikasi digital yang selama pra-pandemi digunakan sebatas fungsi intinya, Instagram untuk pampangkan foto, Twitter untuk sampaikan lontaran-lontaran pendek dan Youtube untuk menampung atraksi audiovisual berdurasi sedang, di zaman pandemi ada gejala pemakaian fitur aplikasi hingga maksimal.
Pelaku pemaksimalan, juga kalangan yang lebih luas. Pesohor yang telah tenar namanya, hingga orang biasa yang bukan siapa-siapa. Coba saja buka aplikasi Instagram sebagaimana lazimnya. Tak berapa lama akan muncul notifikasi berlangsungnya Instagram Live oleh seseorang. Tentu seseorang ini, telah Anda ikuti akunnya.
Fenomenanya, untuk tampil Ig Live ala pesohor, tak harus seseorang berasal dari kalangan pesohor. Siapa saja boleh. Atau periksa Facebook maupun Twitter, tawaran webinar bertopik sangat sehari-hari hingga tema yang menyangkut hajat hidup orang sejagad, bertaburan di berbagai platform. Pelakunya tak harus akademisi tenar, seniman kondang, olahragawan juara atau artis ternama. Kalangan orang biasa, bebas tampil.
Hingga seorang rekan jurnalis merepresentasi rasa sebal beberapa pihak, “Duh, orang ini sok penting betul, bukan pesohor tapi rajin banget live streaming. Obrolannya pun nggak terlalu penting”.
Terhadap gejala di atas hal yang dapat dipahami, relasi lazim yang biasa dilakukan lewat kehadiran fisik, membagi pengetahuan lewat seminar di hotel atau belajar mengajar di ruang-ruang kelas maupun kampus, di jaman pandemi ini semua sudah tahu, terhalang untuk jumpa fisik. Keperluan kehadiran mau tak mau ditumpukan pada fitur-fitur perangkat digital.
tulis komentar anda