Urgensi Pembentukan Tata Kelola Pengungsi Luar Negeri di Indonesia

Senin, 20 Juni 2022 - 15:07 WIB
Nino Viartasiwi (Foto: Ist)
Nino Viartasiwi, Ph.D.

Dosen Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Humaniora, Universitas Presiden, Bekasi, dan Peneliti Senior Resilience Development Initiative-Urban Refugee Research Group (RDI-UREF), Bandung

TANGGAL 20 Juni adalah Hari Pengungsi Sedunia atau World Refugee Day. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tanggal ini sebagai hari internasional untuk menghormati hak asasi pengungsi, yakni mereka yang terpaksa meninggalkan tanah airnya untuk mencari keselamatan atas ancaman nyawanya. Tema World Refugee Day 2022 adalah “Whoever. Wherever. Whenever. Everyone has the right to seek safety”. Pesan dasarnya adalah bahwa mencari keselamatan merupakan hak dasar manusia yang mestinya tidak dibatasi oleh identitas, destinasi maupun waktu.

Meskipun bukan negara destinasi, Indonesia menjadi tempat transit bagi sekitar 13.000 pengungsi luar negeri dan pencari suaka. Mereka menunggu situasi aman di negara asalnya atau menunggu kesediaan negara ketiga untuk menerima. Jumlah ini tidak besar jika dibandingkan jumlah pengungsi yang transit di Malaysia dan Thailand yang mencapai ratusan ribu.

Sebagai sebuah negara besar, yang juga diakui sebagai anggota G20, bagaimana Indonesia berperan mengatasi persoalan krisis pengungsi global?



Peran Indonesia

Di tingkat internasional, keterlibatan Indonesia ikut mengatasi krisis pengungsi belum terlalu tampak. Indonesia bukan termasuk 149 negara anggota PBB (dari jumlah total 193 negara) yang ikut menandatangani Konvensi Pengungsi tahun 1951 (Refugee Convention) dan Protokol tahun 1967. Kenyataan sebagai negara bukan penandatangan konvensi menjadi alasan bagi Indonesia tidak terlibat aktif dalam krisis pengungsi global. Bahkan, Indonesia mengambil peran sangat terbatas dengan memberikan kesempatan kepada pengungsi luar negeri yang kebetulan telah berada di wilayah Indonesia tinggal sementara dengan banyak pembatasan dan aturan pengekangan. Dari waktu ke waktu, publik juga mendapat informasi tentang pengungsi Rohingya yang terdampar di garis pantai Provinsi Aceh dan biasanya baru diizinkan mendarat setelah proses advokasi panjang berbagai elemen masyarakat sipil.

Kenyataan di atas tentu tidak sejalan dengan posisi Indonesia sebagai anggota dari 20 negara dunia terkuat secara ekonomi. Mestinya, Indonesia menunjukkan peran yang lebih besar, setidaknya dalam pengelolaan dan perlindungan pengungsi luar negeri yang telah berada di wilayahnya. Posisi sebagai negara bukan penandatangan konvensi tidak serta-merta menjadi pembenar atas minimalnya keterlibatan Indonesia karena negeri ini tetap terikat pada prinsip hukum internasional lain. Misalnya, Indonesia terikat pada prinsip non-refoulement (prinsip pelarangan penolakan terhadap pengungsi dan pencari suaka) dan prinsip hak asasi manusia. Terlebih lagi, Indonesia adalah negara demokrasi dengan konstitusi yang secara jelas menjamin hak bagi setiap orang untuk mencari suaka.

Manajemen Pengungsi
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More