Petakan Kerawanan Pilkada 2020, Ini Rekomendasi Bawaslu
Selasa, 23 Juni 2020 - 16:50 WIB
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu ) memberikan sejumlah rekomendasi untuk pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Pertama, penyelenggara, peserta, pendukung, dan pemilih harus menerapkan protokol kesehatan. Yang terdekat semua itu harus diterapkan dalam tahapan verifikasi faktual calon perseorangan dan pemutakhiran data pemilih.
Kedua, koordinasi para pihak dalam keterbukaan informasi terkait penyelenggaraan pemilihan dan perkembangan kondisi pandemi Covid-19 di masing-masing daerah. Ketiga, memastikan dukungan anggaran penyediaan alat pelindung diri (APD) dalam pelaksanaan tahapan Pilkada 2020 .
Keempat, menjaga kemandirian aparatur pemerintah dari penyalahgunaan wewenang dan anggaran penanggulangan Covid-19. “Terakhir, menerapkan penggunaan teknologi informasi yang sesuai dengan kondisi geografis dan kendala yang dialami oleh penyelenggara,” ujar anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin dalam konferensi pers daring di Kantor Bawaslu, Selasa (23/6/2020).
(Baca: Pandemi COVID-19 Masuk Katagori Indeks Kerawanan Pilkada)
Rekomendasi tersebut disampaikan berdasarkan pemetaan Bawaslu terhadap daerah penyelenggara pilkada, khususnya di sembilan provinsi, di mana Bawaslu memasukkan pandemi Covid-19 sebagai indikator baru. Adapun sembilan provinsi yang akan menggelar pilkada adalah Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau, Bengkulu, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Tengah.
Dalam konteks pandemi, tiga provinsi berstatus rawan tingkat tinggi, dua sedang, dan empat rendah. Urutan daerah itu adalah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, dan Kepulauan Riau. ”Dalam konteks sosial, Sumatera Barat, Jambi, dan Kalimantan Selatan adalah tiga besar wilayah rawan. Ini terkait gangguan keamanan, serta kekerasan dan intimidasi pada penyelenggara,” ujar Afifuddin.
(Baca: Pilkada 2020, KPU Beberkan Alasan Larang Kampanye di Tempat Terbuka)
Kerawanan dalam konteks politik pun sama formatnya: 7 berstatus tingkat tinggi dan 2 sedang. Urutannya, Sumatera Barat, Jambi, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara. Namun dalam konteks infrastruktur teknologi informasi, semua provinsi berstatus rawan tingkat tinggi.
”Semua kami petakan sebagai pencegahan agar tidak terjadi (pelanggaran). Kalau ada sengketa, nanti larinya ke Bawaslu. Repot juga kita,” kata Afifuddin.
Kedua, koordinasi para pihak dalam keterbukaan informasi terkait penyelenggaraan pemilihan dan perkembangan kondisi pandemi Covid-19 di masing-masing daerah. Ketiga, memastikan dukungan anggaran penyediaan alat pelindung diri (APD) dalam pelaksanaan tahapan Pilkada 2020 .
Keempat, menjaga kemandirian aparatur pemerintah dari penyalahgunaan wewenang dan anggaran penanggulangan Covid-19. “Terakhir, menerapkan penggunaan teknologi informasi yang sesuai dengan kondisi geografis dan kendala yang dialami oleh penyelenggara,” ujar anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin dalam konferensi pers daring di Kantor Bawaslu, Selasa (23/6/2020).
(Baca: Pandemi COVID-19 Masuk Katagori Indeks Kerawanan Pilkada)
Rekomendasi tersebut disampaikan berdasarkan pemetaan Bawaslu terhadap daerah penyelenggara pilkada, khususnya di sembilan provinsi, di mana Bawaslu memasukkan pandemi Covid-19 sebagai indikator baru. Adapun sembilan provinsi yang akan menggelar pilkada adalah Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau, Bengkulu, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Tengah.
Dalam konteks pandemi, tiga provinsi berstatus rawan tingkat tinggi, dua sedang, dan empat rendah. Urutan daerah itu adalah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, dan Kepulauan Riau. ”Dalam konteks sosial, Sumatera Barat, Jambi, dan Kalimantan Selatan adalah tiga besar wilayah rawan. Ini terkait gangguan keamanan, serta kekerasan dan intimidasi pada penyelenggara,” ujar Afifuddin.
(Baca: Pilkada 2020, KPU Beberkan Alasan Larang Kampanye di Tempat Terbuka)
Kerawanan dalam konteks politik pun sama formatnya: 7 berstatus tingkat tinggi dan 2 sedang. Urutannya, Sumatera Barat, Jambi, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara. Namun dalam konteks infrastruktur teknologi informasi, semua provinsi berstatus rawan tingkat tinggi.
”Semua kami petakan sebagai pencegahan agar tidak terjadi (pelanggaran). Kalau ada sengketa, nanti larinya ke Bawaslu. Repot juga kita,” kata Afifuddin.
(muh)
tulis komentar anda