Kasus Suap Dana PEN, Eks Pejabat Kemendagri Segera Disidangkan
Selasa, 31 Mei 2022 - 17:43 WIB
JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan berkas penyidikan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) , M Ardian Noervianto (MAN). Berkas penyidikan Ardian juga telah dilimpahkan penyidik ke tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), hari ini.
"Hari ini, telah dilaksanakan tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) dengan tersangka MAN dari tim penyidik pada tim jaksa karena dari hasil penelitian hingga pemeriksaan berkas perkara oleh tim jaksa kemudian dinyatakan lengkap," ujar Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Selasa (31/5/2022).
Ali memastikan bahwa berkas penyidikan Ardian Noervianto telah lengkap alias P21. Ardian akan kembali diperpanjang masa penahanan oleh tim jaksa terhitung 31 Mei sampai 19 Juni 2022 di Rutan belakang Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, kata Ali, tim jaksa mempunyai waktu 14 hari kerja untuk merampungkan surat dakwaan Ardian Noervianto. Ardian akan segera menjalani sidang perdana atas kasus dugaan suap terkait pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021.
"Untuk masuk tahap persidangan, tim jaksa dalam waktu 14 hari kerja akan segera melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan ke pengadilan tipikor," pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga penyelenggara negara sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021. Ketiga pejabat negara itu diduga telah melakukan kongkalikong jahat terkait pengajuan dana PEN.
Adapun, ketiga tersangka tersebut yakni, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), M Ardian Noervianto (MAN); mantan Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur (AMN) serta Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M Syukur Akbar (LMSA).
Dalam perkara ini, Ardian dan Laode Syukur Akbar diduga telah menerima suap terkait pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021. Keduanya menerima suap sejumlah Rp2 miliar dari Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur.
Ardian diduga mendapat jatah sekira 131.000 dolar Singapura atau setara dengan Rp1,5 miliar dari total uang suap Rp2 miliar. Sedangkan Syukur Akbar kecipratan uang suap Rp500 juta. Uang suap sebesar Rp2 miliar itu disetorkan Andi Merya Nur ke rekening Syukur Akbar.
Atas penerimaan uang tersebut, Ardian Noervianto kemudian mengupayakan agar permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya Nur disetujui. Alhasil, dana PEN untuk Kolaka Timur disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.
Atas perbuatannya, Andi Merya Nur sebagai pihak yang diduga pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Ardian dan Syukur Akbar sebagai pihak penerima suap disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
"Hari ini, telah dilaksanakan tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) dengan tersangka MAN dari tim penyidik pada tim jaksa karena dari hasil penelitian hingga pemeriksaan berkas perkara oleh tim jaksa kemudian dinyatakan lengkap," ujar Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Selasa (31/5/2022).
Baca Juga
Ali memastikan bahwa berkas penyidikan Ardian Noervianto telah lengkap alias P21. Ardian akan kembali diperpanjang masa penahanan oleh tim jaksa terhitung 31 Mei sampai 19 Juni 2022 di Rutan belakang Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, kata Ali, tim jaksa mempunyai waktu 14 hari kerja untuk merampungkan surat dakwaan Ardian Noervianto. Ardian akan segera menjalani sidang perdana atas kasus dugaan suap terkait pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021.
"Untuk masuk tahap persidangan, tim jaksa dalam waktu 14 hari kerja akan segera melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan ke pengadilan tipikor," pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga penyelenggara negara sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021. Ketiga pejabat negara itu diduga telah melakukan kongkalikong jahat terkait pengajuan dana PEN.
Adapun, ketiga tersangka tersebut yakni, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), M Ardian Noervianto (MAN); mantan Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur (AMN) serta Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M Syukur Akbar (LMSA).
Dalam perkara ini, Ardian dan Laode Syukur Akbar diduga telah menerima suap terkait pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021. Keduanya menerima suap sejumlah Rp2 miliar dari Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur.
Ardian diduga mendapat jatah sekira 131.000 dolar Singapura atau setara dengan Rp1,5 miliar dari total uang suap Rp2 miliar. Sedangkan Syukur Akbar kecipratan uang suap Rp500 juta. Uang suap sebesar Rp2 miliar itu disetorkan Andi Merya Nur ke rekening Syukur Akbar.
Atas penerimaan uang tersebut, Ardian Noervianto kemudian mengupayakan agar permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya Nur disetujui. Alhasil, dana PEN untuk Kolaka Timur disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.
Atas perbuatannya, Andi Merya Nur sebagai pihak yang diduga pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Ardian dan Syukur Akbar sebagai pihak penerima suap disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
(kri)
tulis komentar anda