Tembus Tiga Besar Sea Games, Perhatian ke Atlet Diminta Tak Sekadar Lip Service
Kamis, 26 Mei 2022 - 17:56 WIB
JAKARTA - Keberhasilan Indonesia dalam mengamankan posisi tiga besar dalam ajang Sea Games Vietnam, 2022 mendapatkan apresiasi banyak kalangan. Kendati demikian, penghargaan dan perhatian pemerintah kepada atlet diminta tidak sekadar lip service semata. (Baca Juga :DPR Apresiasi Atlet Indonesia Boyong 241 Medali SEA Games)
“Munculnya kasus litfer Indonesia Nurul Akmal yang mengaku tidak mendapatkan apresiasi semestinya dari pemerintah daerah meski mencetak prestasi dan terkuaknya kisah Junita Malau peraih emas wushu di Sea Games Vietnam yang harus berjuang membanting tulang sebagai buruh tani saat tidak ada event pertandingan menjadi bukti jika perhatian kita kepada atlet masih sebatas lip service,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Kamis (26/5/2022).
Huda menjelaskan persoalan penghargaan kepada atlet berprestasi memang menjadi masalah yang tak kunjung tuntas dari tahun ke tahun. Para atlet biasanya hanya akan mendapatkan perhatian luar biasa saat mereka meraih prestasi. Sedangkan saat karir mereka mulai redup maka perhatian kepada mereka akan hilang begitu saja. “Maka banyak kasus saat atlet di masa tua mereka hidup seadanya, bahkan ada beberapa kasus mereka harus bekerja kasar meskipun di saat jaya mereka atlet penyumbang emas Sea Games, Asian Games, atau bahkan olimpiade,” katanya. (Baca Juga :12 Atlet Asal Sulsel Sumbang Medali untuk Indonesia di SEA Games)
Kasus Nurul Akmal dan Junita Malau, kata Huda kian menegaskan jika pola perhatian pemerintah kepada atlet berprestasi masih belum banyak berubah. Junita Malau misalnya harus menjadi buruh tani untuk menyambung hidup di saat tidak ada pemusatan Latihan atau event olahraga yang harus diikuti. Padahal atlet wushu asal Sumatera Utara ini merupakan peraih PON Papua dan terbaru berhasil menorehkan medali emas dalam Sea Games Vietnam. “Janii pemerintah daerah untuk memprioritas Junita sebagai ASN juga tak kunjung terealisasi. Pun juga Nurul Akmal yang meraih medali emas Olimpiade dan terbaru emas Sea Games Vietnam tetap menanti janji untuk diangkat sebagai ASN karena saat ini masih menjadi tenaga honorer di lingkungan Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Aceh,” ujarnya.
Huda menilai saat ini memang sudah ada UU Keolahragaan yang menjamin hak-hak dasar atlet seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Kendati demikian, harus dipastikan jika mereka juga mempunyai sumber penghasilan memadai baik dari sektor usaha maupun sektor lainnya. “Maka di sini menjadi pekerjaan rumah bersama baik dari Kemenpora, Pengurus Besar Cabang Olahraga, pemerintah daerah, BUMN, hingga swasta untuk memastikan jika para atlet yang berjasa kepada negara bisa mempunyai hidup layak,” katanya. (Baca Juga :Ketua DPR Puan Maharani Minta Atlet Dipersiapkan Lebih Matang ke SEA Games 2023)
Politikus PKB ini menegaskan banyak skema yang bisa dilakukan agar para atlet berprestasi mendapatkan kesejahteraan layak. Bisa dengan mendampingi mereka dalam melakukan usaha hingga mengangkat mereka menjadi aparatur sipil negara. “Jika ada pendampingan maka para atlet ini saat menerima penghargaan jangka pendek seperti bonus, uang hadiah atau lainnya bisa mengelolanya untuk modal hidup mereka saat mereka pensiun dari dunia olahraga. Memang terkesan rumit, tetapi buka berarti hal itu tidak bisa dilakukan jika memang ada inisiasi kuat dari pemerintah,” pungkasnya.
“Munculnya kasus litfer Indonesia Nurul Akmal yang mengaku tidak mendapatkan apresiasi semestinya dari pemerintah daerah meski mencetak prestasi dan terkuaknya kisah Junita Malau peraih emas wushu di Sea Games Vietnam yang harus berjuang membanting tulang sebagai buruh tani saat tidak ada event pertandingan menjadi bukti jika perhatian kita kepada atlet masih sebatas lip service,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Kamis (26/5/2022).
Huda menjelaskan persoalan penghargaan kepada atlet berprestasi memang menjadi masalah yang tak kunjung tuntas dari tahun ke tahun. Para atlet biasanya hanya akan mendapatkan perhatian luar biasa saat mereka meraih prestasi. Sedangkan saat karir mereka mulai redup maka perhatian kepada mereka akan hilang begitu saja. “Maka banyak kasus saat atlet di masa tua mereka hidup seadanya, bahkan ada beberapa kasus mereka harus bekerja kasar meskipun di saat jaya mereka atlet penyumbang emas Sea Games, Asian Games, atau bahkan olimpiade,” katanya. (Baca Juga :12 Atlet Asal Sulsel Sumbang Medali untuk Indonesia di SEA Games)
Kasus Nurul Akmal dan Junita Malau, kata Huda kian menegaskan jika pola perhatian pemerintah kepada atlet berprestasi masih belum banyak berubah. Junita Malau misalnya harus menjadi buruh tani untuk menyambung hidup di saat tidak ada pemusatan Latihan atau event olahraga yang harus diikuti. Padahal atlet wushu asal Sumatera Utara ini merupakan peraih PON Papua dan terbaru berhasil menorehkan medali emas dalam Sea Games Vietnam. “Janii pemerintah daerah untuk memprioritas Junita sebagai ASN juga tak kunjung terealisasi. Pun juga Nurul Akmal yang meraih medali emas Olimpiade dan terbaru emas Sea Games Vietnam tetap menanti janji untuk diangkat sebagai ASN karena saat ini masih menjadi tenaga honorer di lingkungan Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Aceh,” ujarnya.
Huda menilai saat ini memang sudah ada UU Keolahragaan yang menjamin hak-hak dasar atlet seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Kendati demikian, harus dipastikan jika mereka juga mempunyai sumber penghasilan memadai baik dari sektor usaha maupun sektor lainnya. “Maka di sini menjadi pekerjaan rumah bersama baik dari Kemenpora, Pengurus Besar Cabang Olahraga, pemerintah daerah, BUMN, hingga swasta untuk memastikan jika para atlet yang berjasa kepada negara bisa mempunyai hidup layak,” katanya. (Baca Juga :Ketua DPR Puan Maharani Minta Atlet Dipersiapkan Lebih Matang ke SEA Games 2023)
Politikus PKB ini menegaskan banyak skema yang bisa dilakukan agar para atlet berprestasi mendapatkan kesejahteraan layak. Bisa dengan mendampingi mereka dalam melakukan usaha hingga mengangkat mereka menjadi aparatur sipil negara. “Jika ada pendampingan maka para atlet ini saat menerima penghargaan jangka pendek seperti bonus, uang hadiah atau lainnya bisa mengelolanya untuk modal hidup mereka saat mereka pensiun dari dunia olahraga. Memang terkesan rumit, tetapi buka berarti hal itu tidak bisa dilakukan jika memang ada inisiasi kuat dari pemerintah,” pungkasnya.
(war)
tulis komentar anda