Penerapan Pilkada Diharapkan Bisa Dilakukan Secara Asimetris
Senin, 22 Juni 2020 - 15:07 WIB
JAKARTA - Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) setuju dengan wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) secara asimetris. Jadi untuk daerah yang belum siap pilkadanya tidak dilakukan secara langsung.
(Baca juga: Revisi UU Pemilu Harus Bisa Hadirkan Banyak Paslon Capres dan Cawapres)
Pilkada langsung dan tidak langsung memang mempunyai sisi positif dan negatif. Ketua Umum PKPI Diaz Hendropriyono mengatakan, pilkada langsung memberikan legitimasi kepada orang yang terpilih atau rakyat berkuasa pemerintahan. Pilkada langsung juga telah membuka ruang bagi calon perseorangan.
"Tapi pilkada secara langsung oleh rakyat ada sisi negatif, misalnya ada manipulasi sistem demokrasi. Belum lagi biaya yang mahal, baik yang harus dibayarkan pemerintah atau calon itu sendiri. Biayanya sangat fenomenal," ujar Diaz seperti dikutip dari channel Youtube Diaz Hendropriyono, Senin (22/6/2020).
(Baca juga: Kampanye Tatap Muka Dikurangi, Slot Medsos dan Iklan Diperbanyak)
Diaz menjelaskan bahwa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memang pernah mengungkapkan, wacana pilkada asimetris. Pada Sabtu (20/6/2020), Tito juga menjelaskan mengenai pilkada Asimetris dalam diskusi dari bertema Mengapa Kita Butuh Kepala Daerah. Namun, wacana pilkada asimetris selalu mendapatkan penolakan.
Kata Diaz, beberapa kriteria daerah yang mungkin tidak melaksanakan pilkada langsung, antara lain, indeks pembangunan manusia (IPM) rendah, keuangannya tidak cukup, dan rawan konflik. "Ini bukan tidak ada perlawanan. Ada hak rakyat jangan diambil, biar rakyat yang menentukan," ujar Stafsu Presiden bidang Sosial itu.
Diaz menuturkan, dalam menyikapi demokrasi harusnya bisa melihat sejarahnya. Sejarah demokrasi menurutnya, itu terjadi pada 1.215 atau yang disebut piagam magna carta di Inggris.
Demokrasi juga katanya, bisa dilihat di Athena pada 507-508 sebelum masehi (SM). Yang boleh berpartisipasi dalam pemilihanan hanya lelaki dewasa dan berpendidikan. Perempuan itu tinggal di rumah.
(Baca juga: Revisi UU Pemilu Harus Bisa Hadirkan Banyak Paslon Capres dan Cawapres)
Pilkada langsung dan tidak langsung memang mempunyai sisi positif dan negatif. Ketua Umum PKPI Diaz Hendropriyono mengatakan, pilkada langsung memberikan legitimasi kepada orang yang terpilih atau rakyat berkuasa pemerintahan. Pilkada langsung juga telah membuka ruang bagi calon perseorangan.
"Tapi pilkada secara langsung oleh rakyat ada sisi negatif, misalnya ada manipulasi sistem demokrasi. Belum lagi biaya yang mahal, baik yang harus dibayarkan pemerintah atau calon itu sendiri. Biayanya sangat fenomenal," ujar Diaz seperti dikutip dari channel Youtube Diaz Hendropriyono, Senin (22/6/2020).
(Baca juga: Kampanye Tatap Muka Dikurangi, Slot Medsos dan Iklan Diperbanyak)
Diaz menjelaskan bahwa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memang pernah mengungkapkan, wacana pilkada asimetris. Pada Sabtu (20/6/2020), Tito juga menjelaskan mengenai pilkada Asimetris dalam diskusi dari bertema Mengapa Kita Butuh Kepala Daerah. Namun, wacana pilkada asimetris selalu mendapatkan penolakan.
Kata Diaz, beberapa kriteria daerah yang mungkin tidak melaksanakan pilkada langsung, antara lain, indeks pembangunan manusia (IPM) rendah, keuangannya tidak cukup, dan rawan konflik. "Ini bukan tidak ada perlawanan. Ada hak rakyat jangan diambil, biar rakyat yang menentukan," ujar Stafsu Presiden bidang Sosial itu.
Diaz menuturkan, dalam menyikapi demokrasi harusnya bisa melihat sejarahnya. Sejarah demokrasi menurutnya, itu terjadi pada 1.215 atau yang disebut piagam magna carta di Inggris.
Demokrasi juga katanya, bisa dilihat di Athena pada 507-508 sebelum masehi (SM). Yang boleh berpartisipasi dalam pemilihanan hanya lelaki dewasa dan berpendidikan. Perempuan itu tinggal di rumah.
Lihat Juga :
tulis komentar anda