Tahapan Pilkada Sebaiknya Dibagi 3 Klaster
Senin, 22 Juni 2020 - 15:07 WIB
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membagi tahapan pemilihan kepala daerah ( pilkada ) dalam tiga klaster. Protokol kesehatan Covid-19 harus diterapkan secara ketat.
Komisioner Komnas HAM Hairansyah memaparkan tiga klaster yang diusulkan lembaganya. Pertama, kegiatan yang harus tatap muka karena terkait dengan Undang-Undang (UU), misal pemungutan dan rekapitulasi suara. Kedua, klaster yang bisa dilakukan secara daring, misalnya proses administrasi di KPU. Ketiga, klaster yang memadukan tatap muka dan daring, misalnya penyerahan dukungan pasangan calon (paslon).
"Biasanya diikuti calon dan pendukungnya. Ini berpotensi menimbulkan kerumunan. Kami menyarankan ada pembatasan dan penerapan protokol kesehatan, seperti jaga jarak, menggunakan masker, dan hand sanitizer," ujarnya dalam konferensi pers daring di Jakarta, Senin (22/6/2020). ( ).
Karena adanya pembatasan itu, sebagian pendukung paslon diberikan akses untuk menyaksikan secara daring. Komnas HAM meminta KPU untuk segera membuat aturan tentang protokol kesehatan di setiap tahapan pilkada. "Ini menjadi bagian acuan hukum bagi pelaksana pemilu di daerah. Jadi ada payung hukum untuk melaksanakan fungsinya," ucap Hairansyah.
Dia menegaskan, protokol kesehatan yang diterapkan harus mengacu pada aturan yang dikeluarkan World Health Organization (WHO). Pertama, penyebaran pagebluk Covid-19 telah dikendalikan. Kedua, sarana dan prasarana kesehatan yang mumpuni. Ketiga, pemerintah harus meningkatkan kemampuan pelacakan terhadap orang-orang yang diduga tanpa gejala.
"Kalau lihat kecenderungannya, 224 kabupaten/kota yang akan pilkada ada peningkatan jumlah pasien," ucapnya.
Komisioner Komnas HAM Hairansyah memaparkan tiga klaster yang diusulkan lembaganya. Pertama, kegiatan yang harus tatap muka karena terkait dengan Undang-Undang (UU), misal pemungutan dan rekapitulasi suara. Kedua, klaster yang bisa dilakukan secara daring, misalnya proses administrasi di KPU. Ketiga, klaster yang memadukan tatap muka dan daring, misalnya penyerahan dukungan pasangan calon (paslon).
"Biasanya diikuti calon dan pendukungnya. Ini berpotensi menimbulkan kerumunan. Kami menyarankan ada pembatasan dan penerapan protokol kesehatan, seperti jaga jarak, menggunakan masker, dan hand sanitizer," ujarnya dalam konferensi pers daring di Jakarta, Senin (22/6/2020). ( ).
Karena adanya pembatasan itu, sebagian pendukung paslon diberikan akses untuk menyaksikan secara daring. Komnas HAM meminta KPU untuk segera membuat aturan tentang protokol kesehatan di setiap tahapan pilkada. "Ini menjadi bagian acuan hukum bagi pelaksana pemilu di daerah. Jadi ada payung hukum untuk melaksanakan fungsinya," ucap Hairansyah.
Dia menegaskan, protokol kesehatan yang diterapkan harus mengacu pada aturan yang dikeluarkan World Health Organization (WHO). Pertama, penyebaran pagebluk Covid-19 telah dikendalikan. Kedua, sarana dan prasarana kesehatan yang mumpuni. Ketiga, pemerintah harus meningkatkan kemampuan pelacakan terhadap orang-orang yang diduga tanpa gejala.
"Kalau lihat kecenderungannya, 224 kabupaten/kota yang akan pilkada ada peningkatan jumlah pasien," ucapnya.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda