MUI Minta RUU HIP Ditunda Selama-lamanya

Sabtu, 20 Juni 2020 - 12:39 WIB
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan menolak dan meminta penghentian pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU). Foto/Istimewa
JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan menolak dan meminta penghentian pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU) . Bukan ditunda seperti saat ini.

Waketum MUI, Muhyiddin Junaidi mengatakan semua ormas Islam di Indonesia telah sepakat bahwa Pancasila sebagai sumber falsafah bangsa dan kehidupan bernegara. MUI, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan penolakan terhadap RUU HIP itu. ( )

“RUU HIP ditunda selama-lamanya. Menolak pembahasan. Menurut kami pembahasan itu hanya menghabiskan waktu dan dana. Lebih baik digunakan untuk kepentingan yang lebih produktif,” ujarnya dalam diskusi daring bertema Tolak RUU HIP, Selamatkan Indonesia, Sabtu (20/6/2020).

Untuk itu, MUI akan terus mensosialisasikan maklumat MUI tentang penolakan RUU HIP ini kepada masyarakat melalui media. Muhyididin mengungkapkan pihaknya terus berkoordinasi dengan ormas-ormas Islam dan tokoh agama seluruh Indonesia.



Dia mengklaim sudah ada 200 ormas yang memberikan dukungan kepada MUI untuk menolak RUU HIP tanpa ada kompromi. MUI, menurutnya, telah melakukan serangkaian lobi kepada pimpinan DPR RI Pemerintah.

Beberapa hari lalu, pengurus MUI, NU, dan Muhammadiyah diundang oleh Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin. Muhyiddin menjelaskan seluruh yang hadir menyampaikan bahwa yang diinginkan adalah pemberhentian pembahasan RUU HIP. Bukan penundaan pembahasan.

Muhyiddin mengkritik cara pemerintah mengelola negara ini. Padahal, Indonesia ini merupakan negara yang kaya raya dan memiliki sumber daya yang melimpah. Seharusnya kekayaan alam itu bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.

Para politisi di Senayan pun tak luput dari kritiknya karena tidak menolak sejumlah rancangan beleid yang sudah jadi UU, seperti Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penanganan COVID-19 dan Minerba. Perundangan itu dianggap merugikan rakyat. (Baca juga: Survei Ketahanan Keluarga saat Pandemi COVID-19: Jabar Tertinggi Diikuti Banten dan DKI)

“Menjadi lembaga yang tidak bergerak, bagaikan macan ompong. DPR seperti tidak mempunyai kekuasaan, powerless. Perppu itu menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sehingga dana Rp700 triliun dipakai oleh pemerintah tanpa pengawalan dan supervisi dengan alasan untuk memutus rantai COVID-19,” pungkasnya.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More