PPATK Kantongi 360 Laporan Transaksi Mencurigakan Dugaan Kejahatan Lingkungan
Kamis, 14 April 2022 - 16:35 WIB
JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK ) menerima 360 laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait dugaan tindak pidana kejahatan kehutanan dan lingkungan hidup. Kepala PPATK , Ivan Yustiavandana mengatakan, dari laporan tersebut, PPATK menemukan transaksi keuangan mencurigakan sebesar Rp2,4 triliun.
Baca Juga: PPATK
Selain itu sambung Ivan, PPATK telah berhasil menangani Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan (HA/HP) sebanyak 81 laporan transaksi keuangan. Dari 81 laporan itu, total nominal yang telah dianalisis dan diperiksa PPATK sebesar Rp44 triliun.
Berdasarkan Hasil Nasional Risk Assessment (NRA) TPPU Indonesia tahun 2021, ada beberapa faktor pendorong terjadinya TPPU menurut faktor lingkungan.
Utamanya kata Ivan, mayoritas kejahatan lingkungan berkaitan pada penerbitan izin usaha dan penyalahgunaan atas izin yang telah diberikan.
"PPATK telah meluncurkan program yang diberi nama Pencegahan dan Pemberantasan Green Financial Crimes (GFC)/Money Laundering pada tahun 2022, bertepatan dengan Dua Dekade Gerakan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme," beber Ivan.
"Peran PPATK dalam menangani GFC merujuk pada ketentuan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang," sambungnya.
Salah satu bentuk dukungan PPATK dalam mewujudkan ekonomi hijau, kata Ivan, yakni melalui upaya mengawal penerapan pajak karbon yang berintegritas.
Dalam aspek kewenangan dan teknis, PPATK merumuskan GFC sebagai bagian dari National Risk Assessment (NRA) untuk memberikan pemahaman mengenai risiko TPPU yang berasal kejahatan lingkungan.
"Program pemberantasan GFC dimulai dari data pertambangan untuk menentukan area-area kritikal. Selanjutnya temuan yang diperoleh akan diperkaya dengan data dari berbagai sumber dan akan menjadi proposal kegiatan pemeriksaan pada Deputi Bidang Pemberantasan PPATK," pungkasnya.
Baca Juga: PPATK
Selain itu sambung Ivan, PPATK telah berhasil menangani Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan (HA/HP) sebanyak 81 laporan transaksi keuangan. Dari 81 laporan itu, total nominal yang telah dianalisis dan diperiksa PPATK sebesar Rp44 triliun.
Berdasarkan Hasil Nasional Risk Assessment (NRA) TPPU Indonesia tahun 2021, ada beberapa faktor pendorong terjadinya TPPU menurut faktor lingkungan.
Utamanya kata Ivan, mayoritas kejahatan lingkungan berkaitan pada penerbitan izin usaha dan penyalahgunaan atas izin yang telah diberikan.
"PPATK telah meluncurkan program yang diberi nama Pencegahan dan Pemberantasan Green Financial Crimes (GFC)/Money Laundering pada tahun 2022, bertepatan dengan Dua Dekade Gerakan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme," beber Ivan.
"Peran PPATK dalam menangani GFC merujuk pada ketentuan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang," sambungnya.
Salah satu bentuk dukungan PPATK dalam mewujudkan ekonomi hijau, kata Ivan, yakni melalui upaya mengawal penerapan pajak karbon yang berintegritas.
Dalam aspek kewenangan dan teknis, PPATK merumuskan GFC sebagai bagian dari National Risk Assessment (NRA) untuk memberikan pemahaman mengenai risiko TPPU yang berasal kejahatan lingkungan.
"Program pemberantasan GFC dimulai dari data pertambangan untuk menentukan area-area kritikal. Selanjutnya temuan yang diperoleh akan diperkaya dengan data dari berbagai sumber dan akan menjadi proposal kegiatan pemeriksaan pada Deputi Bidang Pemberantasan PPATK," pungkasnya.
(maf)
tulis komentar anda