Survei Indikator: 77,2% Publik Percaya pada Demokrasi
Minggu, 03 April 2022 - 15:04 WIB
JAKARTA - Survei Indikator Politik Indonesia yang bertajuk 'Trust Terhadap Institusi Politik, Isu-isu Terakhir dan Dinamika Elektoral Jelang Pemilu Serentak 2024' menemukan bahwa kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi sangat tinggi yakni 77,2%. Jika dibandingkan waktu ke waktu bahkan trennya mengalami peningkatan.
"Sangat tinggi kepercayaan publik terhadap demokrasi sebagai sistem pemerintahan ada 77,2%. Kalau kita lihat tren, trennya meningkat dari sebelumnya (Januari 2022 73,5%, November 2021 71,9%)," kata Direktur Eksekutif Indikator, Burhanuddin Muhtadi dalam rilis survei daring, Minggu (3/4/2022).
Burhanuddin menjelaskan, saat Indikator menanyakan 3 pilihan ke publik, sebagian besar atau 77,2% mengatakan walaupun belum sempurna, demokrasi adalah sistem terbaik. Hanya 7,2% yang mengatakan bahwa dalam keadaan tertentu sistem yang bukan demokrasi bisa diterima, dan 6,7% tidak peduli dan tidak ada bedanya demokrasi dengan otoritarian. Sementara yang tidak tahu dan tidak menjawab 8,8%.
"Ini baru satu sisi penilaian demokrasi. Demokrasi dinilai dari banyak hal, bukan sekedar dinilai demokrasi pemerintahan yang baik atau tidak. Yang kita harus ukur, apakah kepercayaan publik terhadap institusi-institusi demokrasi, itu harus kita ukur," katanya.
Adapun alasan publik memilih demokrasi, Burhanuddin menjelaskan bahwa sudah lebih dari 2 dekade bangsa Indonesia memilih demokrasi sejak reformasi. Demokrasi pascareformasi sudah diterima oleh publik, publik menganggap demokrasi the only game in town, satu-satunya aturan main yang disepakati. "Bahwa demokrasi tidak sempurna, mereka meyakini itu, tapi demokrasi tetap yang terbaik," ujar Burhan.
Karena itu, menurut Burhanuddin, alasan masifnya penolakan publik terhadap wacana penundaan Pemilu 2024, karena mereka merasa menjadi bagian dari demokrasi yang dilakukan pasca reformasi. "Misalnya terakhir, isu penundaan pemilu melakukan reaksi cukup keras, karena mereka merasa menjadi bagian dari kehidupan mereka, terutama pasca reformasi," katanya.
Baca juga: SMRC: Isu Penundaan Pemilu 2024 Turunkan Kepuasan Publik Atas Kinerja Presiden
Survei Indikator dilakukan pada 11-21 Februari 2022. Populasi survei ini adalah seluruh WNI yang memiliki hak pilih pada pemilu. Penarikan sampel menggunakan multistage random sampling, dengan basis sampel 1.200 orang yang berasal dari seluruh provinsi dan terdistribusi secara proporsional. Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel basis 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error) +/- 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20% dari total sampel oleh supervisor yang kembali mendatangi responden terpilih, dan tidak ditemukan kesalahan berarti.
"Sangat tinggi kepercayaan publik terhadap demokrasi sebagai sistem pemerintahan ada 77,2%. Kalau kita lihat tren, trennya meningkat dari sebelumnya (Januari 2022 73,5%, November 2021 71,9%)," kata Direktur Eksekutif Indikator, Burhanuddin Muhtadi dalam rilis survei daring, Minggu (3/4/2022).
Burhanuddin menjelaskan, saat Indikator menanyakan 3 pilihan ke publik, sebagian besar atau 77,2% mengatakan walaupun belum sempurna, demokrasi adalah sistem terbaik. Hanya 7,2% yang mengatakan bahwa dalam keadaan tertentu sistem yang bukan demokrasi bisa diterima, dan 6,7% tidak peduli dan tidak ada bedanya demokrasi dengan otoritarian. Sementara yang tidak tahu dan tidak menjawab 8,8%.
"Ini baru satu sisi penilaian demokrasi. Demokrasi dinilai dari banyak hal, bukan sekedar dinilai demokrasi pemerintahan yang baik atau tidak. Yang kita harus ukur, apakah kepercayaan publik terhadap institusi-institusi demokrasi, itu harus kita ukur," katanya.
Adapun alasan publik memilih demokrasi, Burhanuddin menjelaskan bahwa sudah lebih dari 2 dekade bangsa Indonesia memilih demokrasi sejak reformasi. Demokrasi pascareformasi sudah diterima oleh publik, publik menganggap demokrasi the only game in town, satu-satunya aturan main yang disepakati. "Bahwa demokrasi tidak sempurna, mereka meyakini itu, tapi demokrasi tetap yang terbaik," ujar Burhan.
Karena itu, menurut Burhanuddin, alasan masifnya penolakan publik terhadap wacana penundaan Pemilu 2024, karena mereka merasa menjadi bagian dari demokrasi yang dilakukan pasca reformasi. "Misalnya terakhir, isu penundaan pemilu melakukan reaksi cukup keras, karena mereka merasa menjadi bagian dari kehidupan mereka, terutama pasca reformasi," katanya.
Baca juga: SMRC: Isu Penundaan Pemilu 2024 Turunkan Kepuasan Publik Atas Kinerja Presiden
Survei Indikator dilakukan pada 11-21 Februari 2022. Populasi survei ini adalah seluruh WNI yang memiliki hak pilih pada pemilu. Penarikan sampel menggunakan multistage random sampling, dengan basis sampel 1.200 orang yang berasal dari seluruh provinsi dan terdistribusi secara proporsional. Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel basis 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error) +/- 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20% dari total sampel oleh supervisor yang kembali mendatangi responden terpilih, dan tidak ditemukan kesalahan berarti.
(abd)
tulis komentar anda