Begini Perjalanan Stafsus Andi Taufan Sebelum Hengkang dari Istana

Jum'at, 24 April 2020 - 16:19 WIB
Surat dengan kop Sekretariat Kabinet itu berisi informasi dan permintaan dukungan kepada seluruh camat se-Indonesia terhadap PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) menjalankan program Relawan Desa Lawan COVID-19 yang diinisiasi Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Amartha siap berpartisipasi dalam program tersebut di Jawa, Sulawesi dan Sumatera.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai, surat tersebut sarat kepentingan. Menurutnya, nuansa konflik kepentingan sangat kental karena perusahaan yang ditunjuk adalah milik Andi pribadi.

Hal itu merujuk pada Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas KKN, penyelenggara negara dilarang melakukan tindakan yang bermuatan konflik kepentingan. “Jelas surat ini aneh ya karena terbuka sekali permainan kepentingannya,” kata Feri kepada SINDOnews, Selasa, 14 April 2020.

Dia menuding pelanggaran itu bisa dikategorikan motif korupsi dan memiliki sanksi berat. “Motifnya mencari keuntungan karena menyalahgunakan kekuasaan. Kalau dilakukan di tengah bencana, ancamannya bisa 20 tahun atau hukuman mati karena dianggap memanfaat keadaan mencari keuntungan di tengah penderitaan publik luas,” kata dia.

Feri menyebut, tidak seharusnya Stafsus Presiden memiliki kewenangan untuk menentukan pihak yang berhak memberikan layanan jasa. Selain itu, menurut dia, tidak mungkin pengadaan barang dan jasa dengan cakupan wilayah seluruh desa di Indonesia dilakukan melalui mekanisme penunjukkan. “Pengadaan barang dan jasa berskala besar harus melalui open tender, bukan penunjukan langsung,” ujarnya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(cip)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More