Daftar Panjang Perseteruan IDI dengan Dokter Terawan yang Berujung Pemecatan
Sabtu, 26 Maret 2022 - 09:56 WIB
JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) resmi memecat mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Prof Dr dr Terawan Agus Putranto dari keanggotaan. Keputusan ini berdasarkan tiga poin hasil keputusan rapat sidang khusus Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI.
Berdasarkan penelusuran SINDOnews, perseteruan Terawan dengan IDI memiliki daftar yang panjang. Diawali pada 2015, Terawan dan IDI berseteru karena terapi "cuci otak" (Brainwash) yang dilakukannya.
Terapi cuci otak merupakan inovasi metode medis Terawan yang kala itu menjabat sebagai Kepala RSPAD Gatot Soebroto serta Dokter Kepresidenan Republik Indonesia. Terawan mulai memperkenalkan inovasi itu sejak 2004 dan mulai banyak peminat tahun 2010.
Cuci otak adalah istilah lain flushing atau Digital Substraction Angiography (DSA) yang dilakukan Terawan untuk melancarkan peredaran darah di kepala. Cara ini diklaim berhasil menangani berbagai pasien yang mengalami stroke. Terawan mengklaim 40 ribu pasien telah mencoba pengobatannya.
Yang menjadi persoalannya, IDI merasa terapi cuci otak menggunakan alat DSA yang dilakukan Terawan belum teruji secara ilmiah. Selain itu, Terawan juga melakukan publikasi dan promosi masif dengan klaim kesembuhan di media.
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI kemudian memanggil Terawan untuk dimintai keterangan. Namun, Terawan dianggap tidak kooperatif karena tidak memenuhi panggilan tersebut sejak diusut pada 2015. Terawan memilih absen dalam sidang pertama pada pada 5 Januari 2015.
Pada sidang berikutnya secara berturut-turut tanggal 30 Januari, 3 Maret, 30 April, dan 26 Mei 2015, Terawan tak bergeming. Dia kembali mengabaikan panggilan MKEK IDI.
Hampir tiga tahun kasus itu menggantung, MKEK IDI kembali memanggil Terawan pada 16 Januari 2018. Namun, lagi-lagi Terawan mangkir. Akhirnya, MKEK memutuskan untuk menggelar sidang secara inabsentia.
Terawan kemudian dinilai melakukan pelanggaran kode etik dengan sanksi pemecatan sementara dari MKEK IDI. Dalam surat putusan MKEK No.009320/PB/MKEK-Keputusan/02/2018, pelanggaran etik terpenting dalam kasus Terawan ada empat poin.
Berdasarkan penelusuran SINDOnews, perseteruan Terawan dengan IDI memiliki daftar yang panjang. Diawali pada 2015, Terawan dan IDI berseteru karena terapi "cuci otak" (Brainwash) yang dilakukannya.
Terapi cuci otak merupakan inovasi metode medis Terawan yang kala itu menjabat sebagai Kepala RSPAD Gatot Soebroto serta Dokter Kepresidenan Republik Indonesia. Terawan mulai memperkenalkan inovasi itu sejak 2004 dan mulai banyak peminat tahun 2010.
Cuci otak adalah istilah lain flushing atau Digital Substraction Angiography (DSA) yang dilakukan Terawan untuk melancarkan peredaran darah di kepala. Cara ini diklaim berhasil menangani berbagai pasien yang mengalami stroke. Terawan mengklaim 40 ribu pasien telah mencoba pengobatannya.
Yang menjadi persoalannya, IDI merasa terapi cuci otak menggunakan alat DSA yang dilakukan Terawan belum teruji secara ilmiah. Selain itu, Terawan juga melakukan publikasi dan promosi masif dengan klaim kesembuhan di media.
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI kemudian memanggil Terawan untuk dimintai keterangan. Namun, Terawan dianggap tidak kooperatif karena tidak memenuhi panggilan tersebut sejak diusut pada 2015. Terawan memilih absen dalam sidang pertama pada pada 5 Januari 2015.
Pada sidang berikutnya secara berturut-turut tanggal 30 Januari, 3 Maret, 30 April, dan 26 Mei 2015, Terawan tak bergeming. Dia kembali mengabaikan panggilan MKEK IDI.
Hampir tiga tahun kasus itu menggantung, MKEK IDI kembali memanggil Terawan pada 16 Januari 2018. Namun, lagi-lagi Terawan mangkir. Akhirnya, MKEK memutuskan untuk menggelar sidang secara inabsentia.
Terawan kemudian dinilai melakukan pelanggaran kode etik dengan sanksi pemecatan sementara dari MKEK IDI. Dalam surat putusan MKEK No.009320/PB/MKEK-Keputusan/02/2018, pelanggaran etik terpenting dalam kasus Terawan ada empat poin.
Lihat Juga :
tulis komentar anda