Tantang Luhut Buka Data, Fatia Maulidiyanti: Riset Harus Dibalas Riset
Minggu, 20 Maret 2022 - 12:55 WIB
JAKARTA - Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti angkat bicara merespons penetapan tersangka dirinya dan Haris Azhar dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan.
Fatia menilai, ketika pejabat publik diduga melakukan sebuah manipulasi atau kebohongan, hal itu tidak dibahas atau diuji oleh polisi. Namun, ketika masyarakat melakukan hal yang didapat dari suatu riset, aparat malah baik dikriminalisasi. "Ini menjadi preseden, bahwa masyarakat yang memberi kritik atau riset malah dikriminalisasi," kata Fatia dalam keterangannya, Minggu (20/3/2022)
Fatia menilai apa yang dirinya dan Haris sampaikan kredibel dan merujuk pada hasil riset organisasi masyarakat sipil. "Jadi LBP kita minta ayo buka data-datanya dan riset harus dibalas dengan riset juga," jelas dia.
Fatia menilai, upaya negara dalam melakukan kriminalisasi terhadap dirinya dan Haris Azhar justru berbanding terbalik dengan isu lain, misalnya isu penyiksaan oleh aparat. "Kasus seperti itu jarang ada yang masuk ke ranah pidana, dan bahkan, kalau mau tarik ke belakang, para terduga pelanggar HAM masih berkeliaran dan mengisi posisi strategis di pemerintahan,” paparnya.
"Catatan KontraS, dalam beberapa kasus yang kami dampingi, khususnya oleh kekerasan aparat hukum, itu jarang sekali ada yang masuk ke dalam hukum pidana. Memang polanya kekerasannya masih sama, justru hari ini dilegitimasi oleh undang-undang untuk pejabat publik mengkriminalisasikan warga," imbuh dia.
Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar mengatakan, fisiknya maupun Fatia memang bisa dipenjara. Namun, soal kebenaran yang dibicarakannya terkait relasi ekonomi politik di balik penempatan militer di Intan Jaya, Papua adalah kebenaran yang takkan pernah bisa ditutupi. "Badan saya, fisik saya bisa dipenjara, tapi kebenaran yang dibicarakan di YouTube tidak. Penderitaan orang Papua tidak bisa diberangus dan ditempatkan dalam penjara. Penderitaan warga Intan Jaya terus menjerit mencari pertolongan," kata Haris.
Haris menyebut sebuah kehormatan bila negara memberinya status sebagai tahanan, atau bahkan memenjarakan dirinya yang telah mengungkapkan sebuah fakta yang disembunyikan. "Saya anggap itu kehormatan kepada saya atau fasilitas negara yang diberikan kepada saya yang telah membatu mengungkapkan fakta," ujar dia.
Fatia menilai, ketika pejabat publik diduga melakukan sebuah manipulasi atau kebohongan, hal itu tidak dibahas atau diuji oleh polisi. Namun, ketika masyarakat melakukan hal yang didapat dari suatu riset, aparat malah baik dikriminalisasi. "Ini menjadi preseden, bahwa masyarakat yang memberi kritik atau riset malah dikriminalisasi," kata Fatia dalam keterangannya, Minggu (20/3/2022)
Fatia menilai apa yang dirinya dan Haris sampaikan kredibel dan merujuk pada hasil riset organisasi masyarakat sipil. "Jadi LBP kita minta ayo buka data-datanya dan riset harus dibalas dengan riset juga," jelas dia.
Baca Juga
Fatia menilai, upaya negara dalam melakukan kriminalisasi terhadap dirinya dan Haris Azhar justru berbanding terbalik dengan isu lain, misalnya isu penyiksaan oleh aparat. "Kasus seperti itu jarang ada yang masuk ke ranah pidana, dan bahkan, kalau mau tarik ke belakang, para terduga pelanggar HAM masih berkeliaran dan mengisi posisi strategis di pemerintahan,” paparnya.
"Catatan KontraS, dalam beberapa kasus yang kami dampingi, khususnya oleh kekerasan aparat hukum, itu jarang sekali ada yang masuk ke dalam hukum pidana. Memang polanya kekerasannya masih sama, justru hari ini dilegitimasi oleh undang-undang untuk pejabat publik mengkriminalisasikan warga," imbuh dia.
Baca Juga
Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar mengatakan, fisiknya maupun Fatia memang bisa dipenjara. Namun, soal kebenaran yang dibicarakannya terkait relasi ekonomi politik di balik penempatan militer di Intan Jaya, Papua adalah kebenaran yang takkan pernah bisa ditutupi. "Badan saya, fisik saya bisa dipenjara, tapi kebenaran yang dibicarakan di YouTube tidak. Penderitaan orang Papua tidak bisa diberangus dan ditempatkan dalam penjara. Penderitaan warga Intan Jaya terus menjerit mencari pertolongan," kata Haris.
Haris menyebut sebuah kehormatan bila negara memberinya status sebagai tahanan, atau bahkan memenjarakan dirinya yang telah mengungkapkan sebuah fakta yang disembunyikan. "Saya anggap itu kehormatan kepada saya atau fasilitas negara yang diberikan kepada saya yang telah membatu mengungkapkan fakta," ujar dia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda