Lakukan Pengadaan APD, KPU Daerah Rawan Terjerat Hukum
Selasa, 16 Juni 2020 - 17:45 WIB
JAKARTA - Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus menyelenggarakan protokol kesehatan Covid-19 dengan konsekuensi pemenuhan alat pelindung diri ( APD ) dan alat kesehatan (alkes).
Karena KPU sebagai pemegang kuasa anggaran pilkada, maka pengadaan APD dan alkes pun menjadi tanggung jawab KPU daerah (KPUD). Langkah ini dinilai dapat menimbulkan kerawanan hukum. (Baca juga: KPU Serahkan Penyediaan APD Pilkada 2020 ke Daerah)
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti (Usakti) Jakarta Abdul Fickar Hadjar mengatakan, penggunaan anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 ini sangat rawan penyelewengan. Terlebih, saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1/2020 (Perppu Corona) disahkan, karena isinya penyelenggara negara menjadi kebal hukum jika menyangkut penanganan Covid-19.
“Salah satu ikutan negatif dari bencana adalah tidak terkontrolnya penggunaan uang APBN yang digunakan untuk penanganan bencana tersebut, tidak terkecuali bencana pandemi Covid-19. Karena itu, sejak awal ketika Presiden mengeluarkan Perppu untuk penanganan corona ini dengan mengalihkan sebagian pos anggaran untuk penanganan pandemi ini mencatumkan pasal kekebalan bagi aparat yang menggunakan anggaran dalam kerja kerja penanganan Covid-19,” kata Fickar, Selasa (16/6/2020).
Fickar menilai, pengadaan APD dan alkes oleh KPUD ini juga sangat rawan terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan. Di tambah kondisi bahwa KPU ini ahli pemilu, bukan ahli di bidang kesehatan ataupun alat-alat yang berhubungan dengan APD.
“Penggunaan anggaran oleh lembaga-lembaga negara termasuk KPU dan KPU daerah untuk APD dan alkes untuk kebutuhan pilkada rawan penyimpangan dan penyalahgunaan,” ujarnya.
Karena itu, Fickar menyarankan agar bukan hanya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang melakukan pengawasan terhadap KPU dan KPUD ini. Aparat penegak hukum dan masyarakat sipil juga sebaiknya ikut mengawasi proses pengadaan itu agar tidak ada penyalahgunaan. KPU pun harus berhati-hati dalam penggunaan anggaran ini.
“Jangan sampai terjadi ‘pesta pora anggaran’ di tengah kesulitan bencana. Demikian juga harus diumumkan korporasi-korporasi yang menjadi rekanan KPUD-KPUD agar masyarakat dapat mengawasinya,” usul Fickar.
Karena KPU sebagai pemegang kuasa anggaran pilkada, maka pengadaan APD dan alkes pun menjadi tanggung jawab KPU daerah (KPUD). Langkah ini dinilai dapat menimbulkan kerawanan hukum. (Baca juga: KPU Serahkan Penyediaan APD Pilkada 2020 ke Daerah)
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti (Usakti) Jakarta Abdul Fickar Hadjar mengatakan, penggunaan anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 ini sangat rawan penyelewengan. Terlebih, saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1/2020 (Perppu Corona) disahkan, karena isinya penyelenggara negara menjadi kebal hukum jika menyangkut penanganan Covid-19.
“Salah satu ikutan negatif dari bencana adalah tidak terkontrolnya penggunaan uang APBN yang digunakan untuk penanganan bencana tersebut, tidak terkecuali bencana pandemi Covid-19. Karena itu, sejak awal ketika Presiden mengeluarkan Perppu untuk penanganan corona ini dengan mengalihkan sebagian pos anggaran untuk penanganan pandemi ini mencatumkan pasal kekebalan bagi aparat yang menggunakan anggaran dalam kerja kerja penanganan Covid-19,” kata Fickar, Selasa (16/6/2020).
Fickar menilai, pengadaan APD dan alkes oleh KPUD ini juga sangat rawan terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan. Di tambah kondisi bahwa KPU ini ahli pemilu, bukan ahli di bidang kesehatan ataupun alat-alat yang berhubungan dengan APD.
“Penggunaan anggaran oleh lembaga-lembaga negara termasuk KPU dan KPU daerah untuk APD dan alkes untuk kebutuhan pilkada rawan penyimpangan dan penyalahgunaan,” ujarnya.
Karena itu, Fickar menyarankan agar bukan hanya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang melakukan pengawasan terhadap KPU dan KPUD ini. Aparat penegak hukum dan masyarakat sipil juga sebaiknya ikut mengawasi proses pengadaan itu agar tidak ada penyalahgunaan. KPU pun harus berhati-hati dalam penggunaan anggaran ini.
“Jangan sampai terjadi ‘pesta pora anggaran’ di tengah kesulitan bencana. Demikian juga harus diumumkan korporasi-korporasi yang menjadi rekanan KPUD-KPUD agar masyarakat dapat mengawasinya,” usul Fickar.
(nbs)
tulis komentar anda