Zona Larangan Terbang Tidak Diterapkan, Kapan Perang Rusia vs Ukraina Berakhir?
Kamis, 10 Maret 2022 - 18:00 WIB
Revy Marlina DEA
*Pengamat kebijakan luar negeri Rusia dan resolusi konflik di Post-Soviet Space dan Yaman, lulusan Master bidang Diplomasi dan Negosiasi Strategik Universitas Paris Saclay dan Hukum Internasional Universitas Grenoble Alpes
MEMASUKI hari ke-15 perang antara Rusia dan Ukraina, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky terus-menerus meminta NATO untuk menerapkan no fly-zone atau zona larangan terbang di langit Ukraina. Zelensky berharap dengan ditutupnya langit Ukraina, tidak terdapat lagi serangan udara dari Rusia dan yang terpenting pengevakuasian korban perang dan bantuan kemanusian yang lebih efektif akan terwujud.
Dikutip melalui Al-Jazeera, Peter Harris yang merupakan seorang profesor ilmu politik di Colorado State University, menjelaskan bahwa no fly-zone adalah "ruang geografis yang ditentukan di mana jenis penerbangan tertentu" dilarang. Namun, tak berhenti sampai di situ, aktor-dalam hal ini negara atau organisasi aliansi militer- yang mendeklarasikan no-fly zone harus memiliki kekuatan militer untuk menerapkan aturan ini. Jika seandainya terdapat pelanggaran dari pihak yang berperang, pihak yang mendeklarasikan no-fly zone harus menembak jenis pesawat apa pun yang melanggar ketentuan ini.
Mungkin bagi Zelensky permintaan ini tidak berlebihan, mengingat dalam beberapa kesempatan NATO telah mengimplementasikan no fly-zone di masa lalu. Sebut saja, Perang Teluk 1 di Irak pada tahun 1992, di Bosnia pada tahun 1993 untuk melindungi serangan dari militer Bosnia-Serbia, dan yang terakhir di Libya pada 2011. Namun faktanya, NATO tidak setuju akan permintaan Zelensky mengingat konteks yang terjadi.
Putin dalam setiap kesempatan mengatakan bahwa negaranya akan mempertimbangkan deklarasi pihak ketiga tentang no-fly zone di atas Ukraina sebagai partisipasi dalam perang di sana. NATO hingga saat ini hanya mengimbau Putin untuk menghentikan perang, namun untuk maju lebih jauh dan ikut intervensi dalam peperangan ini tidak dilakukan mengingat yang dihadapi oleh NATO adalah Rusia yang merupakan salah satu negara dengan kekuatan senjata nuklir terbesar. Jika konflik secara langsung terjadi antara Rusia dan NATO, maka hal yang akan ditakutkan banyak pihak, yakni konfrontasi secara langsung antara pihak yang memiliki senjata nuklir terbesar di dunia, yang dapat berpotensi penggunaan senjata nuklir tak dapat dihindari.
Tentunya, Ukraina berharap sokongan dari NATO untuk menghentikan invasi Rusia. Walau Rusia telah dikecam oleh banyak pihak dan dijatuhkan sanksi ekonomi oleh sebagian besar negara-negara barat, namun tidak terdapat niatan dari Rusia hingga saat ini untuk berhenti menyerang Ukraina. Hal ini kemudian mengarah pada satu titik: sampai kapan perang ini akan berakhir dan mungkinkah jalur negosiasi melalui peace talk dilakukan untuk menghentikan perang?
*Pengamat kebijakan luar negeri Rusia dan resolusi konflik di Post-Soviet Space dan Yaman, lulusan Master bidang Diplomasi dan Negosiasi Strategik Universitas Paris Saclay dan Hukum Internasional Universitas Grenoble Alpes
MEMASUKI hari ke-15 perang antara Rusia dan Ukraina, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky terus-menerus meminta NATO untuk menerapkan no fly-zone atau zona larangan terbang di langit Ukraina. Zelensky berharap dengan ditutupnya langit Ukraina, tidak terdapat lagi serangan udara dari Rusia dan yang terpenting pengevakuasian korban perang dan bantuan kemanusian yang lebih efektif akan terwujud.
Dikutip melalui Al-Jazeera, Peter Harris yang merupakan seorang profesor ilmu politik di Colorado State University, menjelaskan bahwa no fly-zone adalah "ruang geografis yang ditentukan di mana jenis penerbangan tertentu" dilarang. Namun, tak berhenti sampai di situ, aktor-dalam hal ini negara atau organisasi aliansi militer- yang mendeklarasikan no-fly zone harus memiliki kekuatan militer untuk menerapkan aturan ini. Jika seandainya terdapat pelanggaran dari pihak yang berperang, pihak yang mendeklarasikan no-fly zone harus menembak jenis pesawat apa pun yang melanggar ketentuan ini.
Mungkin bagi Zelensky permintaan ini tidak berlebihan, mengingat dalam beberapa kesempatan NATO telah mengimplementasikan no fly-zone di masa lalu. Sebut saja, Perang Teluk 1 di Irak pada tahun 1992, di Bosnia pada tahun 1993 untuk melindungi serangan dari militer Bosnia-Serbia, dan yang terakhir di Libya pada 2011. Namun faktanya, NATO tidak setuju akan permintaan Zelensky mengingat konteks yang terjadi.
Putin dalam setiap kesempatan mengatakan bahwa negaranya akan mempertimbangkan deklarasi pihak ketiga tentang no-fly zone di atas Ukraina sebagai partisipasi dalam perang di sana. NATO hingga saat ini hanya mengimbau Putin untuk menghentikan perang, namun untuk maju lebih jauh dan ikut intervensi dalam peperangan ini tidak dilakukan mengingat yang dihadapi oleh NATO adalah Rusia yang merupakan salah satu negara dengan kekuatan senjata nuklir terbesar. Jika konflik secara langsung terjadi antara Rusia dan NATO, maka hal yang akan ditakutkan banyak pihak, yakni konfrontasi secara langsung antara pihak yang memiliki senjata nuklir terbesar di dunia, yang dapat berpotensi penggunaan senjata nuklir tak dapat dihindari.
Tentunya, Ukraina berharap sokongan dari NATO untuk menghentikan invasi Rusia. Walau Rusia telah dikecam oleh banyak pihak dan dijatuhkan sanksi ekonomi oleh sebagian besar negara-negara barat, namun tidak terdapat niatan dari Rusia hingga saat ini untuk berhenti menyerang Ukraina. Hal ini kemudian mengarah pada satu titik: sampai kapan perang ini akan berakhir dan mungkinkah jalur negosiasi melalui peace talk dilakukan untuk menghentikan perang?
tulis komentar anda