Penundaan Pemilu 2024 Mencederai Amanat Reformasi
Jum'at, 04 Maret 2022 - 13:57 WIB
JAKARTA - Wacana perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan Pemilu 2024 terus mendapat penolakan. Kali ini, penolakan disuarakan oleh tokoh muda nasional yang tergabung dalam Jaringan Indonesia Tunggal Ika.
"Menunda pemilu merusak demokrasi dan mencederai amanat reformasi yang kita perjuangkan berdarah-darah. Ini tiba-tiba ada gerakan perpanjang kekuasaan yang mengkhianati mandat rakyat, ada apa?" kata salah seorang inisiator Jaringan Indonesia Tunggal Ika Rusli Halim Fadli, Jumat (4/3/2022).
Rusli yang merupakan mantan ketua umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ini mensinyalir ada kepentingan segelintir orang di sekitar Presiden Jokowi yang tidak ingin kehilangan kekuasaan dan pengaruhnya. "Ini seperti siluman, tidak ada yang mengaku. Bahkan Presiden Jokowi tidak mengetahui ini perintah siapa operasi menunda pemilu ini. Tiga ketum parpol bersuara bersamaan seperti ada pemandu suaranya dari balik panggung," kata Rusli.
Hal senada diungkapkan oleh inisiator lainnya Taufiq Amrullah, yang juga mantan ketua umum PP Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). "Telah lama kita dengar bisik-bisiknya di antara elite politik, cukup menyayat hati rakyat. Ini operasi ilegal dalam demokrasi," kata Taufiq Amrullah.
Menurut dia, saatnya rakyat harus bersuara. "Tokoh bangsa dan civil society harus mengingatkan Presiden Jokowi. Ingat, mandat rakyat pada Pemilu 2019 hanya sampai 2024," ungkapnya.
Sementara itu, Mantan Ketua Umum PP GPI Rahmat Kardi mempertanyakan legitimasi perpanjangan kekuasaan tersebut. "Kalau Pemilu 2024 ditunda apakah mendapat legitimasi dari rakyat? Lembaga mana yang berwenang memutuskan. Apakah MPR atau Mahkamah Agung akan melantik perpanjangan kekuasaan tanpa mandat rakyat? Apakah presiden, anggota DPR, kepala daerah mau memperpanjang kuasa tanpa keringat pemilu?" katanya.
Mantan Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Refi Wahyuni mengatakan jangan sampai bisikan-bisikan itu menjerumuskan Presiden Jokowi ke jurang terdalam sejarah bangsa. "Jangan alasan pandemi dan ekonomi, pemerintah mengorbankan demokrasi dan amanat reformasi. Kita justru sedang berjuang untuk reformasi total malah mau dibajak lagi," pungkasnya.
"Menunda pemilu merusak demokrasi dan mencederai amanat reformasi yang kita perjuangkan berdarah-darah. Ini tiba-tiba ada gerakan perpanjang kekuasaan yang mengkhianati mandat rakyat, ada apa?" kata salah seorang inisiator Jaringan Indonesia Tunggal Ika Rusli Halim Fadli, Jumat (4/3/2022).
Rusli yang merupakan mantan ketua umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ini mensinyalir ada kepentingan segelintir orang di sekitar Presiden Jokowi yang tidak ingin kehilangan kekuasaan dan pengaruhnya. "Ini seperti siluman, tidak ada yang mengaku. Bahkan Presiden Jokowi tidak mengetahui ini perintah siapa operasi menunda pemilu ini. Tiga ketum parpol bersuara bersamaan seperti ada pemandu suaranya dari balik panggung," kata Rusli.
Hal senada diungkapkan oleh inisiator lainnya Taufiq Amrullah, yang juga mantan ketua umum PP Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). "Telah lama kita dengar bisik-bisiknya di antara elite politik, cukup menyayat hati rakyat. Ini operasi ilegal dalam demokrasi," kata Taufiq Amrullah.
Menurut dia, saatnya rakyat harus bersuara. "Tokoh bangsa dan civil society harus mengingatkan Presiden Jokowi. Ingat, mandat rakyat pada Pemilu 2019 hanya sampai 2024," ungkapnya.
Sementara itu, Mantan Ketua Umum PP GPI Rahmat Kardi mempertanyakan legitimasi perpanjangan kekuasaan tersebut. "Kalau Pemilu 2024 ditunda apakah mendapat legitimasi dari rakyat? Lembaga mana yang berwenang memutuskan. Apakah MPR atau Mahkamah Agung akan melantik perpanjangan kekuasaan tanpa mandat rakyat? Apakah presiden, anggota DPR, kepala daerah mau memperpanjang kuasa tanpa keringat pemilu?" katanya.
Mantan Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Refi Wahyuni mengatakan jangan sampai bisikan-bisikan itu menjerumuskan Presiden Jokowi ke jurang terdalam sejarah bangsa. "Jangan alasan pandemi dan ekonomi, pemerintah mengorbankan demokrasi dan amanat reformasi. Kita justru sedang berjuang untuk reformasi total malah mau dibajak lagi," pungkasnya.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda