Agripreneur Menjawab New Normal Pertanian
Senin, 15 Juni 2020 - 08:04 WIB
Kuntoro Boga Andri
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian
SEMATA Sematan gelar ‘pahlawan’ bagi para petanibukanlah sesuatu yang berlebihan. Pangan merupakan kebutuhan primer umat manusia, dan petani memiliki peranan utama dalam penyediaannya. Benua Asia saja diperkirakan menjadi rumah bagi 4,9 miliar orang pada tahun 2030. Ini akan mengakibatkan peningkatan konsumsi pangan lebih dari dua kali lipat dalam 12 tahun mendatang.
Sementara itu, urbanisasi yang kian tinggi di negara-negara Asia, juga berkontribusi mengurangi pasokan pangan domestik. Untuk itu, dibutuhkanregenerasi petani dengan bekal teknologi dan inovasi sehingga produktivitas pertanian bisa meningkat mengikuti pertumbuhan permintaan pangan yang cepat. Inovasiselalu menjadi kata kunci dan peran penting dalam penataan masa depan di semua lini. Inovasi mendorong perubahan pola pertanian tradisional menjadi lebih modern juga penting dilakukan. Pertanian masa depan harus kompetitif, menguntungkan, dan menarik, untuk memecahkan stagnasi.
Perubahan paradigma dari pertanian tradisional menuju modern tentu bukan persoalan mudah. Mayoritas petani saat ini berusia lanjut dan bekerja secara tradisional. Maka itu, dibutuhkan pemikiran inovatif ‘out of the box’ dari generasi penerus sektor ini yang mampu mentrasformasikan pertanian untuk lebih maju. Beberapa alasan menurunnya jumlah petani dan minat bertani pada generasi muda karena petani masih dianggap sebagai pekerjaan, bukan bagian dari aktivitas kewirausahaan. Petani sebagai sebuah pekerjaan tentu tidak menjanjikan keuntungan besar.
Apalagi jika menggarap menggunakan lahan milik orang lain atau upahan dari pemilik tanah. Pemerintah telah berupaya menarik minta generasi muda terjun ke dunia pertanian dan mendekatkan konsep petani dengan kewirausahaan. Kementerian Pertanian (Kementan) menata ulang konsep petani melaluiagripreneur. Dalam konsep petani sebagaiagripreneur, petani tidak hanya hanya menjadi ‘buruh’, tapi menjadi pemilik usaha tani. Sebagaiagripreneur, petani tidak hanya berkutat di aspek hulu (produksi), namun didorong turut menguasai aspek hilir (pengolahan) sebagai sebuah sistem agribisnis.
Pada saat bersamaan, pandemi Covid-19 secara natural telah menciptakan tatanan baru pada lingkungan sektor pertanian. Tatanan baru atau‘new normal’ itu harus diikuti jika pelaku usaha pertanian ingin tetap bertahan. Tatanan baru dalam kegiatan pertanian menuntutagriprenurmelibatkan inovasi dan penerapan teknologi sebagai variabel penting.
Akselerasi Agripreneur Pertanian
Fenomena dalam tatanan baru sektor pertanian saat pandemi ini adalah semakin berkembangnyaagriprenuerataustartuppertanian.Startupmerupakan sebutan umum untuk usaha rintisan berbasis teknologi dan inovasi.Agripreneurmuda juga bertumbuh dan marak berkembang sejak era 2010-an dengan generasi milenial sebagai penggeraknya.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian
SEMATA Sematan gelar ‘pahlawan’ bagi para petanibukanlah sesuatu yang berlebihan. Pangan merupakan kebutuhan primer umat manusia, dan petani memiliki peranan utama dalam penyediaannya. Benua Asia saja diperkirakan menjadi rumah bagi 4,9 miliar orang pada tahun 2030. Ini akan mengakibatkan peningkatan konsumsi pangan lebih dari dua kali lipat dalam 12 tahun mendatang.
Sementara itu, urbanisasi yang kian tinggi di negara-negara Asia, juga berkontribusi mengurangi pasokan pangan domestik. Untuk itu, dibutuhkanregenerasi petani dengan bekal teknologi dan inovasi sehingga produktivitas pertanian bisa meningkat mengikuti pertumbuhan permintaan pangan yang cepat. Inovasiselalu menjadi kata kunci dan peran penting dalam penataan masa depan di semua lini. Inovasi mendorong perubahan pola pertanian tradisional menjadi lebih modern juga penting dilakukan. Pertanian masa depan harus kompetitif, menguntungkan, dan menarik, untuk memecahkan stagnasi.
Perubahan paradigma dari pertanian tradisional menuju modern tentu bukan persoalan mudah. Mayoritas petani saat ini berusia lanjut dan bekerja secara tradisional. Maka itu, dibutuhkan pemikiran inovatif ‘out of the box’ dari generasi penerus sektor ini yang mampu mentrasformasikan pertanian untuk lebih maju. Beberapa alasan menurunnya jumlah petani dan minat bertani pada generasi muda karena petani masih dianggap sebagai pekerjaan, bukan bagian dari aktivitas kewirausahaan. Petani sebagai sebuah pekerjaan tentu tidak menjanjikan keuntungan besar.
Apalagi jika menggarap menggunakan lahan milik orang lain atau upahan dari pemilik tanah. Pemerintah telah berupaya menarik minta generasi muda terjun ke dunia pertanian dan mendekatkan konsep petani dengan kewirausahaan. Kementerian Pertanian (Kementan) menata ulang konsep petani melaluiagripreneur. Dalam konsep petani sebagaiagripreneur, petani tidak hanya hanya menjadi ‘buruh’, tapi menjadi pemilik usaha tani. Sebagaiagripreneur, petani tidak hanya berkutat di aspek hulu (produksi), namun didorong turut menguasai aspek hilir (pengolahan) sebagai sebuah sistem agribisnis.
Pada saat bersamaan, pandemi Covid-19 secara natural telah menciptakan tatanan baru pada lingkungan sektor pertanian. Tatanan baru atau‘new normal’ itu harus diikuti jika pelaku usaha pertanian ingin tetap bertahan. Tatanan baru dalam kegiatan pertanian menuntutagriprenurmelibatkan inovasi dan penerapan teknologi sebagai variabel penting.
Akselerasi Agripreneur Pertanian
Fenomena dalam tatanan baru sektor pertanian saat pandemi ini adalah semakin berkembangnyaagriprenuerataustartuppertanian.Startupmerupakan sebutan umum untuk usaha rintisan berbasis teknologi dan inovasi.Agripreneurmuda juga bertumbuh dan marak berkembang sejak era 2010-an dengan generasi milenial sebagai penggeraknya.
tulis komentar anda