Pengadilan Malaysia Bebaskan Majikan Penyiksa TKI Selama 9 tahun
Sabtu, 19 Februari 2022 - 09:40 WIB
JAKARTA - Pengadilan Kota Bahru, Kelantan, Malaysia menjatuhkan vonis bebas terhadap DB, warga Malaysia yang diadili karena tuntutan melakukan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan kekerasan fisik terhadap Tenaga Kerja Indonesia ( TKI ) berinisial PMI. DB ditangkap Dinas Tenaga Kerja Kelantan dan Polisi pada November 2020.
Duta besar KBRI Kuala Lumpur Hermono mengaku kecewa dengan putusan pengadilan tersebut. Dia menilai putusan tersebut tidak adil karena perlakuan majikan yang sudah menyiksa korban bertahun-tahun.
“Keputusan ini tentu sangat mengecewakan dan tidak memberi keadilan kepada korban kerja paksa dan kekerasan fisik selama bertahun-tahun," ujar Hermono menegaskan melalui keterangan tertulis, Sabtu (19/2/2022).
PMI merupakan TKI yang berasal dari Desa Bakuin Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. PMI telah mengalami kerja paksa tanpa bayaran gaji selama sembilan tahun lebih serta mengalami kekerasan fisik hingga pendengarannya terganggu.
Selain bekerja di rumah majikannya, PMI juga dipekerjakan di bengkel mobil milik majikan. PMI melarikan diri dari majikannya pada akhir Oktober 2020 karena tidak tahan mengalami kerja paksa lebih dari 15 jam sehari tanpa libur dan menerima kekerasan fisik.
Di sisi lain, berdasarkan informasi dari Dinas Tenaga Kerja Kelantan, pada 17 Januari 2022 Pengadilan Kota Bahru telah memutus bebas majikan dari semua tuduhan. Jaksa KBRI Kuala Lumpur telah mengajukan banding atas putusan pengadilan tersebut.
Hermono menyampaikan DB pernah mengusulkan proses damai dengan membayarkan gaji yang tidak dibayar. Akan tetapi usulan tersebut ditolak PMI dan KBRI.
"Melalui pengacaranya, DB pernah mengusulkan penyelesaian di luar persidangan dengan membayarkan gaji yang tidak dibayar. Namun tawaran tersebut ditolak DB dan KBRI Kuala Lumpur karena jauh di bawah tuntutan gaji yang seharusnya dibayarkan majikan," ujar Hermono.
Sejalan dengan proses pengadilan pidana di tingkat banding, KBRI Kuala Lumpur telah menunjuk pengacara untuk menuntut DB di peradilan perdata. “Kami tidak hanya menuntut gaji yang tidak dibayar, tetapi juga bunga dan kompensasi. Ini penting untuk memberikan efek jera kepada majikan,” katanya.
Kasus kerja paksa dalam bentuk tidak membayar gaji, penahanan dokumen, larangan berkomunikasi tidak hanya di sektor rumah tangga, tetapi juga di sektor lain seperti perkebunan dan manufaktur. Hermono memaparkan Malaysia sedang menjadi sorotan dunia internasional sebab diduga marak melakukan praktik kerja paksa.
Lihat Juga: Ciptakan Alat Pembayaran TransJakarta Berbasis Gantungan Kunci, 3 Siswa Ini Raih Emas di KLESF Malaysia
Duta besar KBRI Kuala Lumpur Hermono mengaku kecewa dengan putusan pengadilan tersebut. Dia menilai putusan tersebut tidak adil karena perlakuan majikan yang sudah menyiksa korban bertahun-tahun.
“Keputusan ini tentu sangat mengecewakan dan tidak memberi keadilan kepada korban kerja paksa dan kekerasan fisik selama bertahun-tahun," ujar Hermono menegaskan melalui keterangan tertulis, Sabtu (19/2/2022).
Baca Juga
PMI merupakan TKI yang berasal dari Desa Bakuin Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. PMI telah mengalami kerja paksa tanpa bayaran gaji selama sembilan tahun lebih serta mengalami kekerasan fisik hingga pendengarannya terganggu.
Selain bekerja di rumah majikannya, PMI juga dipekerjakan di bengkel mobil milik majikan. PMI melarikan diri dari majikannya pada akhir Oktober 2020 karena tidak tahan mengalami kerja paksa lebih dari 15 jam sehari tanpa libur dan menerima kekerasan fisik.
Di sisi lain, berdasarkan informasi dari Dinas Tenaga Kerja Kelantan, pada 17 Januari 2022 Pengadilan Kota Bahru telah memutus bebas majikan dari semua tuduhan. Jaksa KBRI Kuala Lumpur telah mengajukan banding atas putusan pengadilan tersebut.
Hermono menyampaikan DB pernah mengusulkan proses damai dengan membayarkan gaji yang tidak dibayar. Akan tetapi usulan tersebut ditolak PMI dan KBRI.
"Melalui pengacaranya, DB pernah mengusulkan penyelesaian di luar persidangan dengan membayarkan gaji yang tidak dibayar. Namun tawaran tersebut ditolak DB dan KBRI Kuala Lumpur karena jauh di bawah tuntutan gaji yang seharusnya dibayarkan majikan," ujar Hermono.
Sejalan dengan proses pengadilan pidana di tingkat banding, KBRI Kuala Lumpur telah menunjuk pengacara untuk menuntut DB di peradilan perdata. “Kami tidak hanya menuntut gaji yang tidak dibayar, tetapi juga bunga dan kompensasi. Ini penting untuk memberikan efek jera kepada majikan,” katanya.
Kasus kerja paksa dalam bentuk tidak membayar gaji, penahanan dokumen, larangan berkomunikasi tidak hanya di sektor rumah tangga, tetapi juga di sektor lain seperti perkebunan dan manufaktur. Hermono memaparkan Malaysia sedang menjadi sorotan dunia internasional sebab diduga marak melakukan praktik kerja paksa.
Lihat Juga: Ciptakan Alat Pembayaran TransJakarta Berbasis Gantungan Kunci, 3 Siswa Ini Raih Emas di KLESF Malaysia
(muh)
tulis komentar anda