Prabowo Borong 42 Jet Tempur Rafale, Indonesia Semakin Disegani
Jum'at, 11 Februari 2022 - 14:53 WIB
JAKARTA - Langkah pemerintah melalui Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang mengakuisisi 42 Jet Tempur Dassault Rafale dari Prancis dinilai tepat dalam menghadapi situasi geopolitik saat ini. Alasannya, Negeri Mode secara teknologi dan strategis merupakan mitra yang tepat dalam upaya pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) Tanah Air.
Pengamat Militer Beni Sukadis mengatakan bahwa Prancis dikenal sebagai negara yang memiliki kemandirian dalam hal produksi alutisista. “Dan mereka mau bekerja sama dalam skema offset (timbal balik dagang dalam pembuatan spare part pesawat atau kerja sama lainnya)," katanya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (11/2/2022).
"Dan yang lebih penting lagi, Prancis walaupun negara NATO, tapi (kebijakan) polugri (politik luar negeri) lebih netral dalam isu-isu sensitif, seperti menolak invasi AS di Irak dan lainnya," tambahnya.
Maka itu, langkah Prabowo Subianto menambah kekuatan pertahanan dengan memboyong 42 Jet Tempur Rafale produksi Prancis itu menuai apresiasi. Kebijakan itu dinilai menambah daya gentar (detterent) di Kawasan Asia Tenggara, terutama dalam mengawasi wilayah udara Indonesia yang sangat luas dan menghadapi ketegangan di Laut China Selatan (LCS).
"Situasi di Natuna Utara solusinya memang dengan modernisasi senjata, tidak bisa hanya dengan diplomasi saja. Dengan menunjukkan kita punya persenjataan itu, China pasti jadi pikir-pikir untuk berurusan. Kita jadi semakin disegani. Apalagi, setahu saya, Pak Prabowo pesan ini berikut senjatanya karena selama ini kita tidak punya senjata," imbuhnya.
Menurut dia, kehadiran Rafale di Angkatan Udara Indonesia sudah cukup untuk mengejar ketertinggalan selama ini meski tidak secanggih Lockheed Martin F-35 buatan Amerika Serikat (AS) ataupun Sukhoi Su-35 dari Rusia. "Dari sisi kemampuan mesin, dan Rafale ini sama-sama double engine dan punya kemampuan multiroles. Artinya, tidak hanya bisa difungsikan sebagai pesawat tempur saja, tapi bisa juga bomber dan memiliki kemampuan jammer dari pesawat lain. Kecanggihan perang elektroniknya sudah lengkap," ungkapnya.
Indonesia di kawasan Asia Tenggara tertinggal dari Singapura dalam jumlah pesawat tempur. Berdasarkan data Global Fire Power 2021, Singapura memiliki 100 pesawat tempur, sedangkan Indonesia hanya 41 unit.
Beni meyakini pertahanan Indonesia akan semakin menguat seiring adanya rencana Indonesia mengakuisisi dua kapal selam Scorpene dari Naval Group, yang juga perusahaan berbasis di Prancis. Terlebih, sempat ada kecelakaan KRI Nanggala-402.
"Kecelakaan kapal selam Nanggala menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan modernisasi alutsista yang bisa menjaga kedaulatan di wilayah maritim dari ancaman konvensional dan nonkonvensional," tuturnya.
Pengamat Militer Beni Sukadis mengatakan bahwa Prancis dikenal sebagai negara yang memiliki kemandirian dalam hal produksi alutisista. “Dan mereka mau bekerja sama dalam skema offset (timbal balik dagang dalam pembuatan spare part pesawat atau kerja sama lainnya)," katanya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (11/2/2022).
"Dan yang lebih penting lagi, Prancis walaupun negara NATO, tapi (kebijakan) polugri (politik luar negeri) lebih netral dalam isu-isu sensitif, seperti menolak invasi AS di Irak dan lainnya," tambahnya.
Baca Juga
Maka itu, langkah Prabowo Subianto menambah kekuatan pertahanan dengan memboyong 42 Jet Tempur Rafale produksi Prancis itu menuai apresiasi. Kebijakan itu dinilai menambah daya gentar (detterent) di Kawasan Asia Tenggara, terutama dalam mengawasi wilayah udara Indonesia yang sangat luas dan menghadapi ketegangan di Laut China Selatan (LCS).
"Situasi di Natuna Utara solusinya memang dengan modernisasi senjata, tidak bisa hanya dengan diplomasi saja. Dengan menunjukkan kita punya persenjataan itu, China pasti jadi pikir-pikir untuk berurusan. Kita jadi semakin disegani. Apalagi, setahu saya, Pak Prabowo pesan ini berikut senjatanya karena selama ini kita tidak punya senjata," imbuhnya.
Menurut dia, kehadiran Rafale di Angkatan Udara Indonesia sudah cukup untuk mengejar ketertinggalan selama ini meski tidak secanggih Lockheed Martin F-35 buatan Amerika Serikat (AS) ataupun Sukhoi Su-35 dari Rusia. "Dari sisi kemampuan mesin, dan Rafale ini sama-sama double engine dan punya kemampuan multiroles. Artinya, tidak hanya bisa difungsikan sebagai pesawat tempur saja, tapi bisa juga bomber dan memiliki kemampuan jammer dari pesawat lain. Kecanggihan perang elektroniknya sudah lengkap," ungkapnya.
Indonesia di kawasan Asia Tenggara tertinggal dari Singapura dalam jumlah pesawat tempur. Berdasarkan data Global Fire Power 2021, Singapura memiliki 100 pesawat tempur, sedangkan Indonesia hanya 41 unit.
Beni meyakini pertahanan Indonesia akan semakin menguat seiring adanya rencana Indonesia mengakuisisi dua kapal selam Scorpene dari Naval Group, yang juga perusahaan berbasis di Prancis. Terlebih, sempat ada kecelakaan KRI Nanggala-402.
"Kecelakaan kapal selam Nanggala menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan modernisasi alutsista yang bisa menjaga kedaulatan di wilayah maritim dari ancaman konvensional dan nonkonvensional," tuturnya.
(rca)
tulis komentar anda