Wartawan Ini Menolak Jadi Gubernur Pertama Kalimantan
Rabu, 02 Februari 2022 - 04:42 WIB
Penolakan Hamidhan menjadi gubernur Kalimantan tentu membuat heran mereka yang hadir dalam pertemuan itu. Hatta pun menanyakan hal itu. Tapi, dengan tegas Hamidhan menjawab dia ingin tetap berkiprah di bidang yang selama ini dia geluti, yakni menjadi wartawan.
Meski heran dengan penolakan Hamidhan itu, Otto Iskandar Dinata yang memimpin pertemuan, kemudian bertanya kepada Hamidhan tentang siapa yang dia usulkan menjadi gubernur Kalimantan (kala itu disebut Borneo). Hamidhan kemudian mengusulkan Pangeran Muhammad Noor yang waktu itu tinggal di Bandung sebagai pegawai tinggi Departemen Pekerjaan Umum untuk menduduki jabatan tersebut. Hamidhan yakin usulannya akan diterima seluruh rakyat Kalimantan.
Dikutip dari buku HAA Hamidhan Pejuang dan Perintis Pers di Kalimantan yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1986), usul itu diterima oleh Otto Iskandar Dinata dan kemudian disampaikan kepada presiden dalam pleno berikutnya.
Keesokan harinya, 19 Agustus 1945, sidang pleno dilanjutkan. Salah satu agendanya adalah penyampaian laporan tentang hasil panitia kecil yang dipimpin Otto Iskandar Dinata. Salah satu isi laporan tersebut adalah tentang pembagian wilayah Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi dengan masing-masing calon gubernurnya serta dua daerah istimewa yakni Yogyakarta dan Surakarta.
Perintis Pers di Kalimantan
Hamidhan adalah seorang pejuang dan wartawan dari Kalimantan Selatan. Tokoh kelahiran Rantau, Tapin, Kalimantan Selatan pada 25 Februari 1909 merupakan anak dari pasangan Anang Atjil Kusuma Wiranagara dan Sitti Djachrah.
Hamidhan berkecimpung di dunia jurnalistik sejak usia 18 tahun (1927). Dikutip dari munasprok.go.id, kala itu Hamidhan menjadi anggota redaksi surat kabar Perasaan Kita di Samarinda dan anggota redaksi Bintang Timur yang terbit di Jakarta. Hamidhan juga menjadi pemimpin redaksi Bendahara Borneo (1929), Soeara Kalimantan (1930-an), Kalimantan Raya (1942), dan Borneo Shimbun (1945).
Untuk diketahui, Soeara Kalimantan merupakan surat kabar pribumi pertama yang didirikan Hamidhan di Banjarmasin pada 23 Maret 1930. Pengaruh dari surat kabar ini besar, karena diikuti wartawan pribumi lainnya. Dalam tempo singkat, 14 koran/majalah terbit di Borneo Selatan dalam kurun waktu 1930-1942.
Hamidhan pernah tiga kali kena persdelict (delik pers) dan kemudian dibui. Dua bulan penjara di Cipinang (1930), enam minggu penjara di Banjarmasin (1932) dan yang terakhir enam bulan di Banjarmasin (1936). Memang pada saat itu, umumnya wartawan atau pemimpin redaksi rata-rata adalah anggota organisasi partai politik.
Selama pendudukan Jepang, Hamidhan bekerja menjadi pemimpin redaksi Borneo Shimboen, sebuah surat kabar yang berada di bawah kontrol pemerintah militer Jepang. Selanjutnya, Hamidhan ditunjuk Jepang menjadi wakil dari Kalimantan dalam PPKI.
Meski heran dengan penolakan Hamidhan itu, Otto Iskandar Dinata yang memimpin pertemuan, kemudian bertanya kepada Hamidhan tentang siapa yang dia usulkan menjadi gubernur Kalimantan (kala itu disebut Borneo). Hamidhan kemudian mengusulkan Pangeran Muhammad Noor yang waktu itu tinggal di Bandung sebagai pegawai tinggi Departemen Pekerjaan Umum untuk menduduki jabatan tersebut. Hamidhan yakin usulannya akan diterima seluruh rakyat Kalimantan.
Dikutip dari buku HAA Hamidhan Pejuang dan Perintis Pers di Kalimantan yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1986), usul itu diterima oleh Otto Iskandar Dinata dan kemudian disampaikan kepada presiden dalam pleno berikutnya.
Keesokan harinya, 19 Agustus 1945, sidang pleno dilanjutkan. Salah satu agendanya adalah penyampaian laporan tentang hasil panitia kecil yang dipimpin Otto Iskandar Dinata. Salah satu isi laporan tersebut adalah tentang pembagian wilayah Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi dengan masing-masing calon gubernurnya serta dua daerah istimewa yakni Yogyakarta dan Surakarta.
Perintis Pers di Kalimantan
Hamidhan adalah seorang pejuang dan wartawan dari Kalimantan Selatan. Tokoh kelahiran Rantau, Tapin, Kalimantan Selatan pada 25 Februari 1909 merupakan anak dari pasangan Anang Atjil Kusuma Wiranagara dan Sitti Djachrah.
Hamidhan berkecimpung di dunia jurnalistik sejak usia 18 tahun (1927). Dikutip dari munasprok.go.id, kala itu Hamidhan menjadi anggota redaksi surat kabar Perasaan Kita di Samarinda dan anggota redaksi Bintang Timur yang terbit di Jakarta. Hamidhan juga menjadi pemimpin redaksi Bendahara Borneo (1929), Soeara Kalimantan (1930-an), Kalimantan Raya (1942), dan Borneo Shimbun (1945).
Untuk diketahui, Soeara Kalimantan merupakan surat kabar pribumi pertama yang didirikan Hamidhan di Banjarmasin pada 23 Maret 1930. Pengaruh dari surat kabar ini besar, karena diikuti wartawan pribumi lainnya. Dalam tempo singkat, 14 koran/majalah terbit di Borneo Selatan dalam kurun waktu 1930-1942.
Hamidhan pernah tiga kali kena persdelict (delik pers) dan kemudian dibui. Dua bulan penjara di Cipinang (1930), enam minggu penjara di Banjarmasin (1932) dan yang terakhir enam bulan di Banjarmasin (1936). Memang pada saat itu, umumnya wartawan atau pemimpin redaksi rata-rata adalah anggota organisasi partai politik.
Selama pendudukan Jepang, Hamidhan bekerja menjadi pemimpin redaksi Borneo Shimboen, sebuah surat kabar yang berada di bawah kontrol pemerintah militer Jepang. Selanjutnya, Hamidhan ditunjuk Jepang menjadi wakil dari Kalimantan dalam PPKI.
tulis komentar anda