Bersiap Menjadi Produsen Kendaraan Listrik

Selasa, 25 Januari 2022 - 16:23 WIB
Hilirisasi nikel yang sedang dilakukan pemerintah bisa menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dunia baterai lithium. (KORAN SINDO/Wawan Bastian)
KEINGINAN dan komitmen Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik dituangkan dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.

Perpres ini menandakan kebangkitan Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik, termasuk sikap yang ditunjukkan pemerintah dengan mendorong swasta yang selama ini mengimpor kendaraan listrik untuk segera membangun pabrik kendaraan listrik di Tanah Air dan menggandeng prinsipal dari luar negeri.

Kita tentunya tidak ingin menjadi importir kendaraan terus-menerus, tapi harus bisa memproduksi kendaraan listrik. Dari sisi teknologi sebenarnya Indonesia sudah bisa menguasai.

Sebagai tahapannya, yaitu mengembangkan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Kemudian mengembangkan baterai lithium sebagai komponen penggerak utama kendaraan listrik, dengan material dari Tanah Air sendiri, yaitu sumber daya alam kobalt dan nikel.

Indonesia bisa menjadi pemain rantai pemasok global baterai untuk kendaraan listrik. Rantai pasokan global dalam industri kendaraan listrik diperlukan, di mana sesama negara bisa saling melengkapi suku cadang. Misalnya Indonesia menyediakan nikel mengingat negara ini memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Nikel bisa menjadi salah satu bahan pembuat baterai mobil listrik.



Hilirisasi nikel yang sedang dilakukan pemerintah bisa menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dunia baterai lithium. Bahkan, Indonesia diyakini memiliki potensi dan kemampuan untuk menguasai industri mobil listrik global di masa mendatang. Pasalnya, Indonesia mempunyai sumber baterai mobil listrik dari turunan nikel.

Sayangnya rencana pemerintah melalui Indonesia Battery Corporation (IBC) yang terdiri atas empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membangun pabrik baterai kendaraan listrik hingga kini belum jelas. Adapun empat BUMN tersebut, yakni PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) atau MIND ID, PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Pertamina (Persero), dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Rencananya, Antam dan Inalum yang punya cadangan nikel akan berperan menyediakan bijih nikel sebagai bahan baku hulu sampai dengan bahan antara baterai EV. Pertamina akan berperan sebagai manufaktur produk hilir yang meliputi pembuatan cell battery hingga engine storage system (ESS). Sementara PLN sebagai BUMN di bidang listrik dan distribusi listrik akan berperan dalam penyediaan infrastruktur pengisian daya.

Persiapan holding baterai listrik sudah dibentuk sejak Februari tahun 2020. Namun sayangnya hingga saat ini rencana tersebut masih jalan di tempat. Salah satu yang menjadi kendala adalah investasi yang dibutuhkan mencapai USD7 miliar (Rp99,9 triliun dengan kurs Rp14.275 per dolar AS).

Dalam road map infrastruktur mobil listrik yang disusun pemerintah, IBC, sebagai holding perusahaan baterai di Indonesia, rencananya juga telah menyiapkan pengembangan bisnis, baik di ekosistem EV Battery maupun Electric Vehicle. Pengembangan ekosistem Electric Vehicle ini menjadi salah satu kunci untuk mendukung program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) di Tanah Air.

Indonesia memiliki sumber daya nikel terbesar di dunia. Momentum ini tidak boleh dilewatkan lagi seperti minyak dan batu bara yang diekspor secara mentah. Sumber daya nikel yang ada di Tanah Air harus diolah menjadi barang jadi.

Dan, tentunya bila ekosistem industri baterai kendaraan listrik ini telah ada itu akan menjadi perhatian investor dalam maupun luar negeri. Pasalnya, nikel inilah sumber energi masa depan yang oleh banyak negara akan dikonversi menjadi baterai.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(bmm)
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More