Tangkap Aktor Utama Kasus Robot Trading, Polri Amankan Ribuan Dolar Singapura
Minggu, 23 Januari 2022 - 15:18 WIB
JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri menangkap AMA yang merupakan aktor utama kasus dugaan investasi penjualan aplikasi robot trading dengan skema ponzi atau piramida ilegal.
Dir Tipideksus Bareskrim Brigjen Whisnu Hermawan mengungkapkan pihaknya mengamankan uang dolar Singapura ribuan lembar saat menangkap AMA di salah satu hotel bilangan Jakarta Pusat pada 20 Januari lalu. Baca juga: Bareskrim Tangkap 1 Aktor Utama Kasus Penjualan Aplikasi Robot Trading Skema Piramida Ilegal
"Pada saat penangkapan kemudian dilakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa 1.150 lembar uang Dollar Singapura pecahan 1.000," ujar Whisnu di Jakarta, Minggu (23/1/2022).
Jika dirupiahkan dengan kurs saat ini, ribuan dolar Singapura itu setara dengan Rp12.254.400.000. Tak hanya dalam pecahan dolar Singapura, polisi juga menyita uang tersangka dalam mata uang Indonesia. Serta, alat komunikasi.
"1.000 lembar uang rupiah pecahan Rp100 ribu rupiah dan tiga unit handphone milik tersangka (AMA)," jelas Whisnu.
Sebelumnya, Dit Tipideksus Bareskrim Polri menetapkan enam orang tersangka kasus dugaan investasi penjualan aplikasi robot trading dengan skema ponzi atau piramida ilegal. Keenam orang itu adalah, AD (35), AMA (31), AK (42), D (42), DES (27), dan MS (26). Mereka diketahui memiliki peranan yang berbeda-beda.
"Ini perkara dari adanya laporan atau informasi dari masyarakat juga. Bahwa perusahaan ini menjual aplikasi robot trading tanpa izin bahkan dalam melaksanakan kegiatannya menggunakan sistem ponzi atau piramida, member get member. Jadi bukan barang dijual tapi sistemnya," ujar Whisnu dalam jumpa pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu 19 Januari 2022.
Whisnu menjelaskan modus operandi kejahatan ini adalah pelaku usaha distribusi dalam hal ini PT Evolusion Perkasa Group menawarkan penjualan Aplikasi Robot Trading Evotrade melalui paket-paket yang ditawarkan.
Dalam hal ini, dengan menerapkan sistem skema piramida, di mana penawaran dilakukan dengan menjanjikan bonus atau keuntungan jika dapat merekrut anggota baru antara 2% sampai dengan 10% hingga 6 kedalaman.
"Selain itu kegiatan usaha perdagangan tidak memiliki perizinan di bidang perdagangan yang diberikan oleh menteri," ucap Whisnu.
Menurut Whisnu, dalam melancarkan aksinya, para tersangka melancarkan aksinya di Jakarta, Malang, dan beberapa wilayah Indonesia lainnya. Adapun barang bukti yang disita dalam perkara ini antara lain, 2 mobil BMW, 1 mobil Lexus, 6 laptop, dan 2 handphone.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 105 dan atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 5 dan atau Pasal 6 Jo Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dir Tipideksus Bareskrim Brigjen Whisnu Hermawan mengungkapkan pihaknya mengamankan uang dolar Singapura ribuan lembar saat menangkap AMA di salah satu hotel bilangan Jakarta Pusat pada 20 Januari lalu. Baca juga: Bareskrim Tangkap 1 Aktor Utama Kasus Penjualan Aplikasi Robot Trading Skema Piramida Ilegal
"Pada saat penangkapan kemudian dilakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa 1.150 lembar uang Dollar Singapura pecahan 1.000," ujar Whisnu di Jakarta, Minggu (23/1/2022).
Jika dirupiahkan dengan kurs saat ini, ribuan dolar Singapura itu setara dengan Rp12.254.400.000. Tak hanya dalam pecahan dolar Singapura, polisi juga menyita uang tersangka dalam mata uang Indonesia. Serta, alat komunikasi.
"1.000 lembar uang rupiah pecahan Rp100 ribu rupiah dan tiga unit handphone milik tersangka (AMA)," jelas Whisnu.
Sebelumnya, Dit Tipideksus Bareskrim Polri menetapkan enam orang tersangka kasus dugaan investasi penjualan aplikasi robot trading dengan skema ponzi atau piramida ilegal. Keenam orang itu adalah, AD (35), AMA (31), AK (42), D (42), DES (27), dan MS (26). Mereka diketahui memiliki peranan yang berbeda-beda.
"Ini perkara dari adanya laporan atau informasi dari masyarakat juga. Bahwa perusahaan ini menjual aplikasi robot trading tanpa izin bahkan dalam melaksanakan kegiatannya menggunakan sistem ponzi atau piramida, member get member. Jadi bukan barang dijual tapi sistemnya," ujar Whisnu dalam jumpa pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu 19 Januari 2022.
Whisnu menjelaskan modus operandi kejahatan ini adalah pelaku usaha distribusi dalam hal ini PT Evolusion Perkasa Group menawarkan penjualan Aplikasi Robot Trading Evotrade melalui paket-paket yang ditawarkan.
Dalam hal ini, dengan menerapkan sistem skema piramida, di mana penawaran dilakukan dengan menjanjikan bonus atau keuntungan jika dapat merekrut anggota baru antara 2% sampai dengan 10% hingga 6 kedalaman.
"Selain itu kegiatan usaha perdagangan tidak memiliki perizinan di bidang perdagangan yang diberikan oleh menteri," ucap Whisnu.
Menurut Whisnu, dalam melancarkan aksinya, para tersangka melancarkan aksinya di Jakarta, Malang, dan beberapa wilayah Indonesia lainnya. Adapun barang bukti yang disita dalam perkara ini antara lain, 2 mobil BMW, 1 mobil Lexus, 6 laptop, dan 2 handphone.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 105 dan atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 5 dan atau Pasal 6 Jo Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
(kri)
tulis komentar anda