Kerusuhan Rasial di AS Harus Jadi Pelajaran bagi Kemajemukan Indonesia

Kamis, 11 Juni 2020 - 16:42 WIB
Anggota DN-PIM lainnya, Ita Puspitasari mengatakan, negeri ini sebenarnya mampu mengatasi masalah-masalah segregasi dan juga prasangka yang bisa meruncing pada konflik. "Mari kita mulai bersama-sama melihat bahwa negera kita adalah karunia Ilahi. Bahwa yang berbeda tidak perlu diperlakukan berbeda, tapi harus dirangkul bersama untuk menjadikan negeri ini semakin indah," tutur dosen UI dan PTIK ini.

Ketua DW-PIM Papua Samuel Tabuni mengatakan, kita harus mampu membangun perbedaan sebagai satu peluang dalam memperkuat visi misi bangsa. Papua sejak menjadi bagian resmi NKRI pada 1969, memiliki tujuan yang sama yaitu sama-sama ingin sejahtera dalam satu keluarga yang merdeka secara ekonomi, bahasa, bangsa. "Papua bergabung ke RI ada harapan. Kami tidak datang dengan tangan kosong, tapi dengan kekayaan alam kita," katanya.

Samuel merasakan bahwa selama ini Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika masih kerap hanya dijadikan sebagai slogan. Sebab, faktanya hukum tidak berdiri tegak, khususnya di Papua. "Dalam kasus pelanggaran HAM, kita seakan-akan diperlakukan tidak adil. Hukum seakan-akan menindas kembali sesama anak bangsa. Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, belum mendarat di tanah Papua, belum mendarat di hati para pemimpin bangsa," katanya.

Waketum DN-PIM Amidhan Shaberah mengatakan, perbedaan adalah suatu kewajaran karena begitulah Allah SWT menciptakan manusia agar saling mengenal, mengerti dan memahami. "Suku yang berbeda memiliki budayanya masing-masing. Bangsa yang berbeda memiliki budaya dan bahasanya masing-masing. Perbedaan secara rasial adalah ciptaan Allah yang tidak bisa diganggu gugat," katanya.

Dikatakan Amidhan, Alquran melarang keras rasisme dan rasialisme. Perbedaan warna kulit dan rambut, bukan merupakan lambang supremasi dan superioritas, Di Indonesia, mempermasalahkan SARA merupakan pelanggaran HAM dan moral, serta menjadi isu yang sangat sensitif.

Dia mencontohkan peristiwa dugaan rasisme mahasiswa Papua di Surabaya, beberapa waktu lalu, yang menyebabkan masyarakat Papua tersinggung dan berujung demostrasi dan kerusuhan di beberapa kota di Papua. "Melihat kondisi masyarakat Indonesia yang begitu sensitif maka peristiwa di AS menjadi pelajaran sangat berharga untuk tidak terjadi kerusuan rasial seperti itu di Indonesia," katanya.

Bagi Indonesia, kata Amidhan, peristiwa rasial di AS adalah sebuah pelajaran berharga sekaligus tempat berkaca agar bangsa Indonesia tidak mengembangkan ego sentrisme dan fanitisme. Sebab, bangsa yang kuat adalah bangsa yang mengedepankan kemajemukan. "Dan kerusuhan di AS hendaknya juga menjadi pelajaran bagi kepolisian di Indonesia," pungkasnya.
(maf)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More