Mandalika sebagai Destinasi Wisata
Jum'at, 21 Januari 2022 - 15:37 WIB
Sudjito Atmoredjo
Guru Besar Ilmu Hukum UGM
UNTUK memajukan kesejahteraan umum, pemerintah melaksanakan pembangunan di segala aspek kehidupan. Beberapa pembangunan itu diupayakan menjadi sarana untuk pemerataan perekonomian, peningkataan investasi, dan kepariwisataan.
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor andalan (core leading sector). Pada sektor ini, terbuka peluang untuk mendatangkan devisa, membuka lapangan kerja, dan menumbuhkan perekonomian lokal. Untuk mendukung kegiatan sektor pariwisata, maka peningkatan infrastruktur penunjang, penting diprioritaskan.
Anggaran pemerintah untuk peningkatan sarana dan prasarana ke lokasi destinasi pariwisata superprioritas (DPSP) Mandalika, dialokasikan sebesar Rp0,95 triliun. Keseluruhannya dialokasikan untuk 17 kegiatan, yakni: pembangunan Jalan Bypass Bandara Internasional Lombok (BIL)-Mandalika 2 dan penataan kawasan 3 Gili di Lombok Utara. Dengan dukungan anggaran itu diharapankan terbangun dan tertata ruang publik yang sesuai karakteristik, kearifan lokal, dan budaya daerah. Muaranya diharapkan, minat wisatawan domestik, mancanegara, dan investor meningkat (Fathony, 2021: 7).
Mandalika, selain sebagai DPSP, juga ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pada 2015, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah mengidentifikasi kawasan sekitar Mandalika yang memiliki keterkaitan serta pengaruh terhadap pengembangan KEK, baik secara ruang, ekonomi, infrastruktur, maupun sosial budaya. Identifikasi meliputi 4 (empat) sub pengembangan: SP-1 (Kawasan Pariwisata Bahari), SP-2 (Kawasan Minapolitan), SP-3 (Kawasan Wisata Budaya), SP-4 (Kawasan Perkotaan, Outlet dan industri kerajinan). Kementerian ATR/BPN, melalui Direktorat Jenderal Penataan Kawasan, membantu Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah dalam bentuk bantuan teknis (Bantek) untuk menyusun rencana detail tata ruang (RDTR) kawasan sekitar KEK Mandalika.
Pada 4 April 2017 telah disepakati Rencana Deliniasi kawasan sekitar KEK Mandalika sebagai berikut: (a) Kawasan inti: Luas: 1.250 Ha, meliputi: Desa Sengkol; Desa Sukadana; Desa Kuta; dan Desa Mertak; (b) Kawasan penyangga: semuanya berada di Kecamatan Pujut meliputi : sebagian wilayah Desa Kuta (di luar Kawasan Inti) ; sebagian wilayah Desa Rembitan ; sebagian Desa Mertak (Dusun Sereneng), sebagian Desa Sengkol (Dusun Grupuk I, Dusun Grupuk II, Dusun Ebanga) ; sebagian Desa Sukadana (di luar Kawasan Inti) dan sebagian Desa Prabu (lokasi dalam lingkup dusun); (c) Kawasan pengaruh: meliputi : 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Praya Barat ( Desa Selong Belanak; Desa Mekarsari); Kecanatan Pujut ( Desa Tumpak; Desa Prabu; Desa Sengkol; Desa Sukadana; Desa Ketara ; Desa Tanak Awu ; Desa Gapura (Kec. Pujut); Desa Teruwai ; Desa Pengengat ; Desa Mertak ; Desa Bangket Parak) dan Kecamatan Praya Timur (Desa Kidang; Desa Bilelando) (https://dpu.ntbprov.go.id/web/post/Rencana-Deliniasi-Kawasan-Sekitar-Kawasan-Ekonomi-Khusus-KEK-Mandalika-Kabupaten-Lombok-Tengah).
Permasalahannya, sejauh mana rasionalitas penetapan DPSP Mandalika sebagai high end tourism? Data sekunder memperlihatkan bahwa sebelum pandemi Covid-19, KEK Mandalika sudah mengalami penurunan jumlah wisatawan. Gempa bumi di Lombok, pada 2018 silam, menjadi satu di antara penyebabnya. Namun demikian, terpilihnya KEK Mandalika sebagai satu di antara DPSP Indonesia, berdampak positif pada citra NTB. Prestasi demi prestasi terus diraih NTB, antara lain: peningkatan kunjungan wisatawan Nusantara maupun mancanegara. Data dari Dinas Pariwisata NTB diperoleh bahwa pada 2016 jumlah wisatawan yang berkunjung ke NTB mencapai 3.094.047 dan pada 2017 meningkat menjadi 3.508.903 jiwa (Dinas Pariwisata NTB, 2017).
Dampak langsung pandemi Covid-19 dirasakan oleh DPSP Mandalika, berupa turunnya okupansi hotel. Selama pandemi Covid-19, seluruh tempat wisata di Lombok Tengah ditutup demi mencegah penyebaran Covid-19. Namun, sejak memasuki era new normal pada pertengahan 2020, beberapa tempat wisata sudah dibuka secara perlahan dan bertahap.
Guru Besar Ilmu Hukum UGM
UNTUK memajukan kesejahteraan umum, pemerintah melaksanakan pembangunan di segala aspek kehidupan. Beberapa pembangunan itu diupayakan menjadi sarana untuk pemerataan perekonomian, peningkataan investasi, dan kepariwisataan.
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor andalan (core leading sector). Pada sektor ini, terbuka peluang untuk mendatangkan devisa, membuka lapangan kerja, dan menumbuhkan perekonomian lokal. Untuk mendukung kegiatan sektor pariwisata, maka peningkatan infrastruktur penunjang, penting diprioritaskan.
Anggaran pemerintah untuk peningkatan sarana dan prasarana ke lokasi destinasi pariwisata superprioritas (DPSP) Mandalika, dialokasikan sebesar Rp0,95 triliun. Keseluruhannya dialokasikan untuk 17 kegiatan, yakni: pembangunan Jalan Bypass Bandara Internasional Lombok (BIL)-Mandalika 2 dan penataan kawasan 3 Gili di Lombok Utara. Dengan dukungan anggaran itu diharapankan terbangun dan tertata ruang publik yang sesuai karakteristik, kearifan lokal, dan budaya daerah. Muaranya diharapkan, minat wisatawan domestik, mancanegara, dan investor meningkat (Fathony, 2021: 7).
Mandalika, selain sebagai DPSP, juga ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pada 2015, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah mengidentifikasi kawasan sekitar Mandalika yang memiliki keterkaitan serta pengaruh terhadap pengembangan KEK, baik secara ruang, ekonomi, infrastruktur, maupun sosial budaya. Identifikasi meliputi 4 (empat) sub pengembangan: SP-1 (Kawasan Pariwisata Bahari), SP-2 (Kawasan Minapolitan), SP-3 (Kawasan Wisata Budaya), SP-4 (Kawasan Perkotaan, Outlet dan industri kerajinan). Kementerian ATR/BPN, melalui Direktorat Jenderal Penataan Kawasan, membantu Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah dalam bentuk bantuan teknis (Bantek) untuk menyusun rencana detail tata ruang (RDTR) kawasan sekitar KEK Mandalika.
Pada 4 April 2017 telah disepakati Rencana Deliniasi kawasan sekitar KEK Mandalika sebagai berikut: (a) Kawasan inti: Luas: 1.250 Ha, meliputi: Desa Sengkol; Desa Sukadana; Desa Kuta; dan Desa Mertak; (b) Kawasan penyangga: semuanya berada di Kecamatan Pujut meliputi : sebagian wilayah Desa Kuta (di luar Kawasan Inti) ; sebagian wilayah Desa Rembitan ; sebagian Desa Mertak (Dusun Sereneng), sebagian Desa Sengkol (Dusun Grupuk I, Dusun Grupuk II, Dusun Ebanga) ; sebagian Desa Sukadana (di luar Kawasan Inti) dan sebagian Desa Prabu (lokasi dalam lingkup dusun); (c) Kawasan pengaruh: meliputi : 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Praya Barat ( Desa Selong Belanak; Desa Mekarsari); Kecanatan Pujut ( Desa Tumpak; Desa Prabu; Desa Sengkol; Desa Sukadana; Desa Ketara ; Desa Tanak Awu ; Desa Gapura (Kec. Pujut); Desa Teruwai ; Desa Pengengat ; Desa Mertak ; Desa Bangket Parak) dan Kecamatan Praya Timur (Desa Kidang; Desa Bilelando) (https://dpu.ntbprov.go.id/web/post/Rencana-Deliniasi-Kawasan-Sekitar-Kawasan-Ekonomi-Khusus-KEK-Mandalika-Kabupaten-Lombok-Tengah).
Permasalahannya, sejauh mana rasionalitas penetapan DPSP Mandalika sebagai high end tourism? Data sekunder memperlihatkan bahwa sebelum pandemi Covid-19, KEK Mandalika sudah mengalami penurunan jumlah wisatawan. Gempa bumi di Lombok, pada 2018 silam, menjadi satu di antara penyebabnya. Namun demikian, terpilihnya KEK Mandalika sebagai satu di antara DPSP Indonesia, berdampak positif pada citra NTB. Prestasi demi prestasi terus diraih NTB, antara lain: peningkatan kunjungan wisatawan Nusantara maupun mancanegara. Data dari Dinas Pariwisata NTB diperoleh bahwa pada 2016 jumlah wisatawan yang berkunjung ke NTB mencapai 3.094.047 dan pada 2017 meningkat menjadi 3.508.903 jiwa (Dinas Pariwisata NTB, 2017).
Dampak langsung pandemi Covid-19 dirasakan oleh DPSP Mandalika, berupa turunnya okupansi hotel. Selama pandemi Covid-19, seluruh tempat wisata di Lombok Tengah ditutup demi mencegah penyebaran Covid-19. Namun, sejak memasuki era new normal pada pertengahan 2020, beberapa tempat wisata sudah dibuka secara perlahan dan bertahap.
Lihat Juga :
tulis komentar anda