Mungkinkah Rusia Menginvasi Ukraina?
Kamis, 20 Januari 2022 - 13:59 WIB
Menyikapi dua persoalan faktor di atas, sebetulnya AS dan NATO menginginkan dialog dengan Rusia untuk menghindari konflik. Rusia pun ingin dialog itu berlanjut. Pertemuan virtual Presiden AS Joe Biden dan Putin pada Minggu pertama Desember 2021 adalah awal dan akan ditindaklanjuti dengan lebih banyak pembicaraan dengan anggota NATO lainnya. Tetapi, tuntutan Rusia dan apa yang disebut “garis merah” membuat diplomasi menjadi sulit dilakukan (Jonathan Beale dan Paul Kirby, 2021).
Hal itu terjadi karena Rusia mendesak Barat agar menarik undangan ke Ukraina untuk bergabung dengan aliansi NATO. Kementerian Luar Negeri Rusia menegaskan, NATO harus secara resmi membatalkan deklarasi 2008 yang membuka pintu bagi Ukraina. Anggota NATO juga tidak diperkenankan memiliki pasukan yang berbasis di Ukraina; dan penghentian latihan militer di dekat perbatasan Rusia.
Namun, soalnya adalah NATO menolak semua tuntutan Rusia tersebut dan menegaskan itu adalah aliansi defensif yang tidak mengancam Rusia sama sekali. NATO menjelaskan bahwa Ukraina memiliki hak sendiri sebagai negara berdaulat dan tidak bersedia memberikan hak veto kepada Rusia atas masa depan Ukraina.
Apalagi, hubungan NATO dengan Ukraina, sebagaimana dikatakan oleh Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, hanya bisa diputuskan oleh 30 sekutu NATO dan Ukraina—tidak diperkenankan ada pihak lain.
Apabila kedua pihak bersikukuh atas sikapnya masing-masing, maka yang terjadi adalah deadlock—kondisi buntu antara pihak-pihak terkait, Rusia dan Barat, yang tidak mendapatkan solusi memuaskan.
Maka itu, solusi diplomatik yang mungkin bisa dilakukan adalah dua pihak mesti bersepakat bahwa Rusia akan menarik seluruh pasukan dari perbatasan dan memberikan jaminan secara penuh kedaulatan Ukraina sebagai negara merdeka dan Barat juga memberikan garansinya ke Rusia dengan tidak membiarkan Ukraina bergabung ke dalam aliansi NATO.
Hal itu terjadi karena Rusia mendesak Barat agar menarik undangan ke Ukraina untuk bergabung dengan aliansi NATO. Kementerian Luar Negeri Rusia menegaskan, NATO harus secara resmi membatalkan deklarasi 2008 yang membuka pintu bagi Ukraina. Anggota NATO juga tidak diperkenankan memiliki pasukan yang berbasis di Ukraina; dan penghentian latihan militer di dekat perbatasan Rusia.
Namun, soalnya adalah NATO menolak semua tuntutan Rusia tersebut dan menegaskan itu adalah aliansi defensif yang tidak mengancam Rusia sama sekali. NATO menjelaskan bahwa Ukraina memiliki hak sendiri sebagai negara berdaulat dan tidak bersedia memberikan hak veto kepada Rusia atas masa depan Ukraina.
Apalagi, hubungan NATO dengan Ukraina, sebagaimana dikatakan oleh Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, hanya bisa diputuskan oleh 30 sekutu NATO dan Ukraina—tidak diperkenankan ada pihak lain.
Apabila kedua pihak bersikukuh atas sikapnya masing-masing, maka yang terjadi adalah deadlock—kondisi buntu antara pihak-pihak terkait, Rusia dan Barat, yang tidak mendapatkan solusi memuaskan.
Maka itu, solusi diplomatik yang mungkin bisa dilakukan adalah dua pihak mesti bersepakat bahwa Rusia akan menarik seluruh pasukan dari perbatasan dan memberikan jaminan secara penuh kedaulatan Ukraina sebagai negara merdeka dan Barat juga memberikan garansinya ke Rusia dengan tidak membiarkan Ukraina bergabung ke dalam aliansi NATO.
(bmm)
tulis komentar anda