Bahlil Klaim Pengusaha Ingin Pemilu 2024 Diundur, MPR Tegaskan Tak Ada Agenda Amendemen
Selasa, 11 Januari 2022 - 09:35 WIB
Apalagi, lanjut Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini, berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia dan survei-survei lainnya, mayoritas masyarakat Indonesia menolak perpanjangan masa jabatan Presiden. Penolakan tersebut terjadi lebih tinggi di kelompok masyarakat yang memiliki pengetahuan soal ketentuan masa jabatan Presiden sebagaimana yang tercantum di konstitusi.
“Jika ada pengusaha yang menginginkan perpanjangan periode Presiden dan penundaan pemilu karena faktor ekonomi, maka tentu wawasan kebangsaan dan pemahaman konstitusinya perlu ditingkatkan. Kami di MPR siap untuk mensosialisasikan pemahaman berkonstitusi secara benar itu kepada dunia usaha,” katanya.
HNW mengingatkan bahwa selama pandemi Covid-19, dunia usaha sudah ‘dimanjakan’ oleh APBN melalui beragam bantuan dan insentif yang jumlahnya meningkat dari tahun 2020 ke tahun 2021. Pada tahun 2020, anggaran PEN untuk Korporasi-UMKM dan insentif usaha sebesar Rp170 triliun. Bahkan di 2021, anggaran tersebut meningkat menjadi Rp230 triliun.
“Keberpihakan negara kepada dunia usaha tersebut seharusnya membuat dunia usaha membalas dengan kontribusi nyata bangkitnya ekonomi dan lancarnya investasi, tidak malah melemparkan usulan yang kontroversial, polemik, menabrak konstitusi dan karenanya tidak kondusif untuk memperbaiki dunia usaha,” tegas Hidayat.
“Mestinya Menteri Investasi/Kepala BKPM justru ingatkan para pengusaha yang sudah nikmati insentif modal dan pajak itu untuk taati konstitusi agar hadirkan kondisi yang kondusif untuk dunia usaha dan politik, dan mengatasi dampak-dampak dari Covid-19 dengan segala variannya, menciptakan stabilitas kondisi sosial ekonomi dan politik yang kondusif menuju transisi kepemimpinan nasional pada tahun 2024 nanti,” pungkasnya.
“Jika ada pengusaha yang menginginkan perpanjangan periode Presiden dan penundaan pemilu karena faktor ekonomi, maka tentu wawasan kebangsaan dan pemahaman konstitusinya perlu ditingkatkan. Kami di MPR siap untuk mensosialisasikan pemahaman berkonstitusi secara benar itu kepada dunia usaha,” katanya.
HNW mengingatkan bahwa selama pandemi Covid-19, dunia usaha sudah ‘dimanjakan’ oleh APBN melalui beragam bantuan dan insentif yang jumlahnya meningkat dari tahun 2020 ke tahun 2021. Pada tahun 2020, anggaran PEN untuk Korporasi-UMKM dan insentif usaha sebesar Rp170 triliun. Bahkan di 2021, anggaran tersebut meningkat menjadi Rp230 triliun.
“Keberpihakan negara kepada dunia usaha tersebut seharusnya membuat dunia usaha membalas dengan kontribusi nyata bangkitnya ekonomi dan lancarnya investasi, tidak malah melemparkan usulan yang kontroversial, polemik, menabrak konstitusi dan karenanya tidak kondusif untuk memperbaiki dunia usaha,” tegas Hidayat.
Baca Juga
“Mestinya Menteri Investasi/Kepala BKPM justru ingatkan para pengusaha yang sudah nikmati insentif modal dan pajak itu untuk taati konstitusi agar hadirkan kondisi yang kondusif untuk dunia usaha dan politik, dan mengatasi dampak-dampak dari Covid-19 dengan segala variannya, menciptakan stabilitas kondisi sosial ekonomi dan politik yang kondusif menuju transisi kepemimpinan nasional pada tahun 2024 nanti,” pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda