Outlook 2022: Kerja Keras Tuntaskan Tugas
Senin, 10 Januari 2022 - 09:53 WIB
Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) ini berharap pemerintah mengambil berbagai langkah yang berbeda dengan apa yang diambil selama ini. Terutama dari sisi kebijakan ekonomi perlu lebih diprioritaskan pada pembangunan infrastruktur di tengah terkurasnya anggaran untuk penanangan Covid-19. Walaupun dalam satu tahun terakhir ada kecenderungan mulai membaik, bisa lebih dioptimalkan kembali di tahun ini.
Panut juga menilai indeks demokrasi di Indonesia mengalami penurunan cukup signifikan. Saat ini Indonesia berada di urutan 102 dari 134 negara dalam persepi demokrasi dan dalam persepsi korupsi. Untuk itu, kondisi ini perlu mendapat perhatian besar, khususnya dari pemerintah.
Meskipun masih banyak ”pekerjaan rumah” yang harus diselesaikan oleh pemerintah, senada dengan Azyumardi, Panut melihat dukungan masyarakat yang cukup kuat menjadi salah satu kekuatan pemerintah untuk tetap bekerja dengan stabil. Salah satunya penanganan pandemi Covid-19 yang dinilai berhasil menumbuhkan optimisme di masyarakat.
Dukungan dari masyarakat ini bisa dilihat dari hasil survei yang dirilis pada pertengahan Juni tahun lalu, bahwa 75,6% masyarakat puas dengan kinerja pemerintah sekarang. Selain itu, hasil survei indikator politik Indonesia yang dirilis April 2021 juga mengungkap tingkat kepuasan atas kinerja pemerintah ada di angka 64%.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengakui kinerja pemerintah sudah sangat baik dalam menangani pandemi Covid-19. Dalam bidang perekonomian negara, pemerintah pun telah mampu menumbuhkan dan mengembangkan usaha mikro sebagai soko guru ekonomi Indonesia. "Dengan demikian, pada masa sulit perekonomian rakyat mampu bertahan dari kehancuran," ungkapnya.
Pria yang akrab disapa Gus Yahya ini menjelaskan, agar nasib masyarakat tidak terabaikan, NU pun telah memiliki agenda nasional yang cukup efektif dalam menjalankan peran untuk partisipasi masyarakat. Termasuk dalam membantu menyukseskan apa yang telah diagendakan pemerintah. NU mempunyai tanggung jawab yang sama untuk merawat, menjaga, dan membangun bangsa.
"Antara Nahdlatul Ulama dan pemerintah ini harus terus-menerus dalam kerja sama yang erat untuk melaksanakan setiap tanggung jawab," tuturnya.
Soal potensi radikalisme yang cukup besar ke depan, dia mengajak semua pihak bisa menggeser perhatian kepada titik yang lebih akurat tentang apa yang menjadi masalah tersebut. Menurut dia, selama ini masyarakat menganggap radikal sebagai teologi, tetapi sebenarnya radikal adalah pilihan politik. "Maka yang harus didiskusikan adalah pilihan politik dengan mempertimbangkan konsekuensinya. Dan kita pun harus mengampanyekan serta berbicara dengan semua stakeholder politik untuk tidak menggunakan politik radikal," katanya.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti berpendapat, memasuki 2022 pemerintahan Presiden Jokowi menghadapi tantangan sangat serius terkait pencapaian janji kampanye. Kondisi ekonomi masih jauh di bawah target. Sebagian faktornya, Mu'ti mengakui, memang akibat pandemi Covid-19. "Periode kedua yang ditargetkan pada sumber daya manusia juga belum terlihat. Berbagai kebijakan pendidikan oleh Mendikbud Ristek belum menyentuh masalah yang substantif. Sampai Januari 2022 publik masih lebih banyak mendengar slogan dan janji yang masih jauh dari kenyataan," keluhnya.
Mu’ti berpandangan, banyak menteri saat ini lebih concern pada konstituen partai politik. Untuk itu, mendekati 2024 Presiden Jokowi harus menegaskan komitmen ke para menteri. Musababnya, sekarang sudah ada beberapa menteri yang terang-terangan atau sembunyi-sembunyi menyiapkan diri sebagai calon presiden.
Panut juga menilai indeks demokrasi di Indonesia mengalami penurunan cukup signifikan. Saat ini Indonesia berada di urutan 102 dari 134 negara dalam persepi demokrasi dan dalam persepsi korupsi. Untuk itu, kondisi ini perlu mendapat perhatian besar, khususnya dari pemerintah.
Meskipun masih banyak ”pekerjaan rumah” yang harus diselesaikan oleh pemerintah, senada dengan Azyumardi, Panut melihat dukungan masyarakat yang cukup kuat menjadi salah satu kekuatan pemerintah untuk tetap bekerja dengan stabil. Salah satunya penanganan pandemi Covid-19 yang dinilai berhasil menumbuhkan optimisme di masyarakat.
Dukungan dari masyarakat ini bisa dilihat dari hasil survei yang dirilis pada pertengahan Juni tahun lalu, bahwa 75,6% masyarakat puas dengan kinerja pemerintah sekarang. Selain itu, hasil survei indikator politik Indonesia yang dirilis April 2021 juga mengungkap tingkat kepuasan atas kinerja pemerintah ada di angka 64%.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengakui kinerja pemerintah sudah sangat baik dalam menangani pandemi Covid-19. Dalam bidang perekonomian negara, pemerintah pun telah mampu menumbuhkan dan mengembangkan usaha mikro sebagai soko guru ekonomi Indonesia. "Dengan demikian, pada masa sulit perekonomian rakyat mampu bertahan dari kehancuran," ungkapnya.
Pria yang akrab disapa Gus Yahya ini menjelaskan, agar nasib masyarakat tidak terabaikan, NU pun telah memiliki agenda nasional yang cukup efektif dalam menjalankan peran untuk partisipasi masyarakat. Termasuk dalam membantu menyukseskan apa yang telah diagendakan pemerintah. NU mempunyai tanggung jawab yang sama untuk merawat, menjaga, dan membangun bangsa.
"Antara Nahdlatul Ulama dan pemerintah ini harus terus-menerus dalam kerja sama yang erat untuk melaksanakan setiap tanggung jawab," tuturnya.
Soal potensi radikalisme yang cukup besar ke depan, dia mengajak semua pihak bisa menggeser perhatian kepada titik yang lebih akurat tentang apa yang menjadi masalah tersebut. Menurut dia, selama ini masyarakat menganggap radikal sebagai teologi, tetapi sebenarnya radikal adalah pilihan politik. "Maka yang harus didiskusikan adalah pilihan politik dengan mempertimbangkan konsekuensinya. Dan kita pun harus mengampanyekan serta berbicara dengan semua stakeholder politik untuk tidak menggunakan politik radikal," katanya.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti berpendapat, memasuki 2022 pemerintahan Presiden Jokowi menghadapi tantangan sangat serius terkait pencapaian janji kampanye. Kondisi ekonomi masih jauh di bawah target. Sebagian faktornya, Mu'ti mengakui, memang akibat pandemi Covid-19. "Periode kedua yang ditargetkan pada sumber daya manusia juga belum terlihat. Berbagai kebijakan pendidikan oleh Mendikbud Ristek belum menyentuh masalah yang substantif. Sampai Januari 2022 publik masih lebih banyak mendengar slogan dan janji yang masih jauh dari kenyataan," keluhnya.
Mu’ti berpandangan, banyak menteri saat ini lebih concern pada konstituen partai politik. Untuk itu, mendekati 2024 Presiden Jokowi harus menegaskan komitmen ke para menteri. Musababnya, sekarang sudah ada beberapa menteri yang terang-terangan atau sembunyi-sembunyi menyiapkan diri sebagai calon presiden.
tulis komentar anda