Demokrat Ingatkan Penetapan Parliamentary Threshold Tak Boleh Abaikan Pemilih
Rabu, 10 Juni 2020 - 11:42 WIB
JAKARTA - Suara partai di Parlemen terbelah dalam usulan ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold di revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sebagian mengusulkan angka yang tinggi yakni 7-10%, sebagian ingin tetap 4% atau naik menjadi 5% seperti Partai Demokrat.
Demokrat juga mengingatkan agar penetapan ambang batas parlemen ini tidak boleh mengabaikan pemilih yang akan semakin banyak kehilangan wakilnya jika ambang batas itu terlalu tinggi. (Baca juga: Reisa Broto Asmoro, Magnet Baru dalam Penanganan Pandemi COVID-19)
“Penetapan Parliamentary Threshold dalam pembahasan RUU Revisi UU Pemilu harus didasarkan kepada terwujudnya kualitas pemilu yang lebih baik termasuk penguatan sistem ketatanegaraan, dan penghargaan yang tinggi terhadap suara masyarakat yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilu,” ujar Ketua Departemen Hukum dan HAM DPP Partai Demokrat, Didik Mukrianto kepada wartawan, Rabu (10/6/2020).
Didik berpandangan dalam penetuan besaran Parliamentary Threshold ini mutlak dan tidak boleh membiarkan, mengabaikan, dan bahkan menghilangkan atau membuang suara para pemilih.
“Karena hal demikian nyata-nyata menurunkan kualitas demokrasi,” ucapnya.
Menurut Anggota Komisi III DPR ini, jika penentuan Parliamentary Threshold ini tidak diperhitungkan dengan cermat dengan mendasarkan kepada pelaksanaan pemilu-pemilu sebelumnya, didasarkan pada emosional atau secara gegabah, ini bisa berimplikasi kepada meningkatnya jumlah suara dalam Pemilu yang tidak terwakili di DPR.
“Padahal kalau melihat keberagaman Indonesia sangat majemuk, terdiri dari berbagai suku, agama, ras, dan golongan yang mutlak harus terwakili suaranya di DPR,” terangnya.
Karena itu, dia melanjutkan, demi menjaga kualitas demokrasi, memastikan suara rakyat yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilu tidak diabaikan, bahkan dibuang sia-sia. Demi memastikan kemajemukan pemilih terwakili di DPR, Fraksi Partai Demokrat berpandangan tetap mempertahankan Parliamentary Threshold diangka 4% sebagaimana ditetapkan dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. (Baca juga: Dokter Reisa Sarankan Ganti Masker Setelah Empat Jam Pemakaian)
“Selain hal fundamental tersebut di atas dapat Kami sampaikan bahwa mendasarkan kepada praktik empiris selama ini, peningkatan Parliamentary tidak otomatis mengurangi jumlah parpol yang memperoleh kursi di DPR kalau itu ditujukan untuk penyederhanaan parpol. Pada Pemilu 2014 di mana ambang batas dinaikkan menjadi 3,5% dari PT sebelumnya yaitu 2,5% saat Pemilu 2009, justru pada Pemilu 2014 ada tambahan 1 parpol di DPR,” pungkasnya.
Demokrat juga mengingatkan agar penetapan ambang batas parlemen ini tidak boleh mengabaikan pemilih yang akan semakin banyak kehilangan wakilnya jika ambang batas itu terlalu tinggi. (Baca juga: Reisa Broto Asmoro, Magnet Baru dalam Penanganan Pandemi COVID-19)
“Penetapan Parliamentary Threshold dalam pembahasan RUU Revisi UU Pemilu harus didasarkan kepada terwujudnya kualitas pemilu yang lebih baik termasuk penguatan sistem ketatanegaraan, dan penghargaan yang tinggi terhadap suara masyarakat yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilu,” ujar Ketua Departemen Hukum dan HAM DPP Partai Demokrat, Didik Mukrianto kepada wartawan, Rabu (10/6/2020).
Didik berpandangan dalam penetuan besaran Parliamentary Threshold ini mutlak dan tidak boleh membiarkan, mengabaikan, dan bahkan menghilangkan atau membuang suara para pemilih.
“Karena hal demikian nyata-nyata menurunkan kualitas demokrasi,” ucapnya.
Menurut Anggota Komisi III DPR ini, jika penentuan Parliamentary Threshold ini tidak diperhitungkan dengan cermat dengan mendasarkan kepada pelaksanaan pemilu-pemilu sebelumnya, didasarkan pada emosional atau secara gegabah, ini bisa berimplikasi kepada meningkatnya jumlah suara dalam Pemilu yang tidak terwakili di DPR.
“Padahal kalau melihat keberagaman Indonesia sangat majemuk, terdiri dari berbagai suku, agama, ras, dan golongan yang mutlak harus terwakili suaranya di DPR,” terangnya.
Karena itu, dia melanjutkan, demi menjaga kualitas demokrasi, memastikan suara rakyat yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilu tidak diabaikan, bahkan dibuang sia-sia. Demi memastikan kemajemukan pemilih terwakili di DPR, Fraksi Partai Demokrat berpandangan tetap mempertahankan Parliamentary Threshold diangka 4% sebagaimana ditetapkan dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. (Baca juga: Dokter Reisa Sarankan Ganti Masker Setelah Empat Jam Pemakaian)
“Selain hal fundamental tersebut di atas dapat Kami sampaikan bahwa mendasarkan kepada praktik empiris selama ini, peningkatan Parliamentary tidak otomatis mengurangi jumlah parpol yang memperoleh kursi di DPR kalau itu ditujukan untuk penyederhanaan parpol. Pada Pemilu 2014 di mana ambang batas dinaikkan menjadi 3,5% dari PT sebelumnya yaitu 2,5% saat Pemilu 2009, justru pada Pemilu 2014 ada tambahan 1 parpol di DPR,” pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda