Kementerian Agama dan Gema Moderasi Beragama
Senin, 03 Januari 2022 - 10:38 WIB
Satu tahun memimpin Kementerian Agama, Gus Men dengan cerdas melihat beberapa hal fundamental yang harus diselesaikan, khususnya berkaitan dengan kehidupan keberagamaan. Pertama, kerukunan umat beragama. Karena itu, program penguatan moderasi beragama menjadi program prioritas.
Menguatnya arus kelompok konservatisme dan ekslusivisme yang salah satunya ditandai dengan lahirnya politik identitas dan polarisasi yang dalam, meniscayakan untuk menaikkan konsentrasi pada penguatan komitmen kebangsaan dengan merawat keindonesiaan. Gus Men sering menegaskan bahwa dirinya adalah Menteri Semua Agama. Penasbihan ini sekaligus menguatkan secara kelembagaan bahwa Kementerian Agama adalah milik semua agama.
Kedua, pernyataan Gus Men saat ditunjuk sebagai Menteri Agama langsung menghentak publik. Gus Men secara tegas menyebutkan, melalui Kementerian Agama ia akan menjadikan agama sebagai inspirasi, bukan aspirasi. Gus Men hendak menunjukkan, baik melalui argumen akademis maupun secara empirik, bahwa agama menjadi inspirasi sebagai tatanan nilai dalam kehidupan berbangsa-bernegara. Tatanan ini kemudian akan mengantarkan pada terbangunnya soliditas dan solidaritas kemanusiaan. Bukan sebaliknya, agama bukan diperalat sebagai aspirasi kepentingan subyektif kelompok tertentu, bahkan untuk memperoleh kekuasaan.
Gema Moderasi Beragama
Penguatan moderasi beragama menemukan momentumnya di tengah menguatnya pelbagai gerakan ekstrim yang berhaluan literal (literal approach) dan kemudian menjadi kelompok militan (hard liners). Moderasi beragama kemudian disuarakan (speak up), diarusutamakan (mainstreaming), dikuatkan (strengthening), dan diimplementasikan (implementing), sebagai satu gerakan sistematis-massif. Gema penguatan moderasi beragama yang dibangun oleh Kementerian Agama ini telah memberikan satu wawasan penting tentang penguatan esensi ajaran agama dalam kehidupan masyarakat.
Gema gerakan penguatan moderasi beragama bukanlah isapan jempol belaka, yang oleh sebagian kelompok dianggap sekedar gebyar formalitas. Bahkan, moderasi beragama dianggap sebagai bagian dari liberalisasi pemikiran untuk mengimpor pemikiran Barat.
Tentu, spekulasi menjadi barang mubah. Namun prejudice yang tak berdasar hanya akan memperkeruh suasana. Faktanya, penguatan moderasi beragama telah masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang itu berarti menjadi program di setiap lembaga dan kementerian negara. Kementerian Agama saat ini juga telah merumuskan peta jalan penguatan moderasi beragama 2021-2024 secara sistematis.
Program penguatan moderasi beragama menjadi gerakan kolektif hasil dari pantulan inisiatif Kementerian yang memiliki tagline “Ikhlas Beramal” ini. Seluruh lapisan masyarakat, terutama di lembaga-lembaga yang secara vertikal berada di bawah Kementerian Agama menggalakkan penguatan moderasi beragama dalam setiap program dan kegiatan.
Hal itu bisa dijumpai dalam kegiatan-kegiatan di kantor wilayah kementerian agama baik provinsi maupun kabupaten/kota, di lembaga pendidikan Islam, pesantren, sekolah, madrasah, termasuk di perguruan tinggi keagamaan Islam. Dalam konteks perguruan tinggi keagamaan Islam, didirikan Rumah Moderasi Beragama (RMB). Rumah moderasi beragama menjadi pusat edukasi, advokasi, dan penguatan Islam damai-ramah, Islam rahmatan lil alamin, yang dalam perjalanannya menginisiasi pelbagai program strategis. Tidak hanya itu, moderasi beragama kemudian menjadi salah satu isu utama dalam aktifitas belajar mengajar, riset, dan pengabdian masyarakat, dengan fokus pada kajian keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan.
Sebagai sebuah tamsil, di lingkup internal kampus memberikan diklat bagi civitas akademika termasuk bagi para organisasi kemahasiswaan, dan dalam lingkup eksternal menggandeng para penyuluh agama dan kepala sekolah sebagai penggerak moderasi beragama, sebagaimana yang dilakukan oleh Rumah Moderasi Beragama UIN Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember.
Menguatnya arus kelompok konservatisme dan ekslusivisme yang salah satunya ditandai dengan lahirnya politik identitas dan polarisasi yang dalam, meniscayakan untuk menaikkan konsentrasi pada penguatan komitmen kebangsaan dengan merawat keindonesiaan. Gus Men sering menegaskan bahwa dirinya adalah Menteri Semua Agama. Penasbihan ini sekaligus menguatkan secara kelembagaan bahwa Kementerian Agama adalah milik semua agama.
Kedua, pernyataan Gus Men saat ditunjuk sebagai Menteri Agama langsung menghentak publik. Gus Men secara tegas menyebutkan, melalui Kementerian Agama ia akan menjadikan agama sebagai inspirasi, bukan aspirasi. Gus Men hendak menunjukkan, baik melalui argumen akademis maupun secara empirik, bahwa agama menjadi inspirasi sebagai tatanan nilai dalam kehidupan berbangsa-bernegara. Tatanan ini kemudian akan mengantarkan pada terbangunnya soliditas dan solidaritas kemanusiaan. Bukan sebaliknya, agama bukan diperalat sebagai aspirasi kepentingan subyektif kelompok tertentu, bahkan untuk memperoleh kekuasaan.
Gema Moderasi Beragama
Penguatan moderasi beragama menemukan momentumnya di tengah menguatnya pelbagai gerakan ekstrim yang berhaluan literal (literal approach) dan kemudian menjadi kelompok militan (hard liners). Moderasi beragama kemudian disuarakan (speak up), diarusutamakan (mainstreaming), dikuatkan (strengthening), dan diimplementasikan (implementing), sebagai satu gerakan sistematis-massif. Gema penguatan moderasi beragama yang dibangun oleh Kementerian Agama ini telah memberikan satu wawasan penting tentang penguatan esensi ajaran agama dalam kehidupan masyarakat.
Gema gerakan penguatan moderasi beragama bukanlah isapan jempol belaka, yang oleh sebagian kelompok dianggap sekedar gebyar formalitas. Bahkan, moderasi beragama dianggap sebagai bagian dari liberalisasi pemikiran untuk mengimpor pemikiran Barat.
Tentu, spekulasi menjadi barang mubah. Namun prejudice yang tak berdasar hanya akan memperkeruh suasana. Faktanya, penguatan moderasi beragama telah masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang itu berarti menjadi program di setiap lembaga dan kementerian negara. Kementerian Agama saat ini juga telah merumuskan peta jalan penguatan moderasi beragama 2021-2024 secara sistematis.
Program penguatan moderasi beragama menjadi gerakan kolektif hasil dari pantulan inisiatif Kementerian yang memiliki tagline “Ikhlas Beramal” ini. Seluruh lapisan masyarakat, terutama di lembaga-lembaga yang secara vertikal berada di bawah Kementerian Agama menggalakkan penguatan moderasi beragama dalam setiap program dan kegiatan.
Hal itu bisa dijumpai dalam kegiatan-kegiatan di kantor wilayah kementerian agama baik provinsi maupun kabupaten/kota, di lembaga pendidikan Islam, pesantren, sekolah, madrasah, termasuk di perguruan tinggi keagamaan Islam. Dalam konteks perguruan tinggi keagamaan Islam, didirikan Rumah Moderasi Beragama (RMB). Rumah moderasi beragama menjadi pusat edukasi, advokasi, dan penguatan Islam damai-ramah, Islam rahmatan lil alamin, yang dalam perjalanannya menginisiasi pelbagai program strategis. Tidak hanya itu, moderasi beragama kemudian menjadi salah satu isu utama dalam aktifitas belajar mengajar, riset, dan pengabdian masyarakat, dengan fokus pada kajian keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan.
Sebagai sebuah tamsil, di lingkup internal kampus memberikan diklat bagi civitas akademika termasuk bagi para organisasi kemahasiswaan, dan dalam lingkup eksternal menggandeng para penyuluh agama dan kepala sekolah sebagai penggerak moderasi beragama, sebagaimana yang dilakukan oleh Rumah Moderasi Beragama UIN Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember.
tulis komentar anda