Inovasi Digital untuk Kebangkitan Desa

Minggu, 02 Januari 2022 - 07:27 WIB
Inovasi Digital untuk Kebangkitan Desa
Ach. Faidy Suja’ie

Mahasiswa Program Doktor Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa menjadi titik balik pembangungan desa-desa di Indonesia. Undang-Undang Desa memberikan pengakuan asal usul desa (rekognisi) dan penghormatan atas desa, yang menjamin eksistensi desa, melestarikan warisan budaya desa, untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan warga desa, memajukan perekonomian masyarakat desa, serta memperkuat desa sebagai subjek pembangunan.



Pemerintah berkomitmen mewujudkan hak-hak asal usul desa, subsidiaritas maupun hak permusyawaratn desa, diantaranya tercermin dari peningkatan dana desa hingga total mencapai Rp401 triliun pada tahun 2021. Selain itu, berbagai inovasi kebijakan serta akselarasi yang dilakukan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, semakin menguatkan inovasi yang lahir dari 74.961 desa seluruh Indonesia.

Sejak tahun 2021, Kementerian Desa, PDTT mulai meluncurkan program Desa Cerdas, sebagai bagian upaya desa-desa menyambut tantangan dan mengambil bagian revolusi digital di Indonesia. Ini, dapat mereplikasi keberhasilan Korea Selatan yang melesat maju dengan berbagai produk teknologi seperti Samsung, yang salah satunya dipicu kebijakan pembangunan desa dengan gerakan Semaul Undong.

Relevansi Desa Cerdas di Indonesia setidaknya didasari oleh; pertama, permasalahan dasar digitalisasi sebagian besar berada di desa. Oleh karenanya, menyelesaikan permasalahan dasar digitalisasi di desa berkontribusi besar terhadap kesiapan kita menyongsong era digital; kedua, desa digital adalah salah satu upaya guna mengubah imaji tentang desa sebagai “tertinggal” menjadi pusat inovasi dan kemajuan.

Mengejar Ketertinggalan Teknologi

Pandemi Covid-19 memaksa masyarakat Indonesia untuk lebih intens mengakses perangkat digital. Ini juga yang membuka tabir ketimpangan akses teknologi ketika Indonesia berambisi menyongsong revolusi digital. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut bahwa pada tahun 2019, lebih dari 50% penduduk perkotaan telah mengakses internet. Sementara dari desa hanya 30% yang bisa mengakses internet. Di sisi lain, lebih dari 64% desa di wilayah kabupaten belum memiliki menara pemancar dan penerima sinyal atau yang lebih dikenal sebagai BTS (Base Transceiver Station). Hal tersebut tentu menjadi pekerjaan rumah bersama ditengah gegap gempita era digital. Bagaimana warga desa dapat bekerja dari rumah, sekolah dari rumah, jika infrastruktur pendukungnya tidak terpenuhi.

Ketersediaan internet dan infrastruktur dasar digital merupakan prasyarat dalam menyongsong era revolusi digital. Apalagi, sejak tahun 2021, Kementerian Desa, PDTT telah memulai langkah implementasi rah kebijakan pembambunan desa, yang disebut SDGs Desa. SDGs Desa merupakan upaya terpadu percepatan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. SDGs Desa yang melingkupi aspek kewargaan, kewilayahan, serta kelembagaan desa, memiliki 18 tujuan yang diletakkan pada konteks budaya desa, dan 222 indiktor dan sasaran yang disesuaikan dengan kondisi lokal desa. Langkah pencapaian SDGs Desa ini dimulai dengan pendataan desa berbasis SDGs Desa, sebagaimana diatur dalam Permendesa PDTT Nomor 21 tahun 2020. Data Desa Berbasis SDGs Desa, adalah data rinci warga, keluarga, Rukun Tetangga, dan data pembangunan desa. Data dikumpulkan ke dalam aplikasi Sistem Informasi Desa (SID) oleh relawan desa, tersedia dan dimiliki oleh desa, dianalisis secara elektronik hingga menghasilkan rekomendasi pembangunan desa untuk digunakan oleh desa dan supra desa.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More