Kompleksitas Harmonisasi dan Sinkronisasi Regulasi di Daerah

Jum'at, 24 Desember 2021 - 13:23 WIB
Rico Hermawan (Ist)
Rico Hermawan

Analis Kebijakan Lembaga Administrasi Negara

LAHIRNYA Undang-Undang (UU) Cipta Kerja membawa pesan baru bagi upaya reformasi regulasi di Indonesia. Salah satu harapannya adalah terciptanya harmonisasi dan sinkronisasi peraturan dari pusat hingga daerah, sehingga dapat mendorong daya saing ekonomi dan investasi. Meski demikian, upaya ini tidaklah mudah untuk dilakukan. Banyak pekerjaan rumah, khususnya di pemerintah daerah, yang perlu dibereskan terlebih dahulu untuk mencapai tujuan tersebut.

Pasal 181 ayat (2) UU Cipta Kerja mengamanatkan bahwa peraturan daerah dan/atau peraturan kepala daerah yang pengaturannya bertentangan dengan UU Cipta Kerja, harus dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi. Artinya, regulasi daerah yang telah terbit saat ini, yang pengaturannya bertentangan dengan UU Cipta Kerja, perlu untuk disesuaikan dengan pengaturan baru dalam UU Cipta Kerja yang jumlahnya sangat banyak. Persoalannya, seberapa besar kapasitas pemda untuk menyesuaikan regulasinya yang bertentangan tersebut?

Sekelumit Persoalan



Menyesuaikan regulasi yang pengaturannya begitu banyak dalam UU Cipta Kerja, bagi pemda bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan.

Sebagai peraturan terendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan, peraturan daerah secara teoritis memiliki tempat fleksibilitas yang sangat sempit untuk tidak boleh menyimpang dari sekat-sekat peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Namun, dalam realitanya, disharmoni peraturan justru sering terjadi di tingkat ini. Padahal, jika ditengok lagi, setiap tahunnya regulasi yang diterbitkan oleh daerah jumlahnya bisa mencapai ratusan peraturan, baik dalam bentuk regeling maupun beschikking. Oleh karena itu, menyesuaikan kembali regulasi-regulasi yang telah terbit menjadi pekerjaan yang tidak mudah bagi daerah.

Studi Pusat Kajian Kebijakan Administrasi Negara (PK2AN) Lembaga Administrasi Negara (2021) menemukan beberapa persoalan yang dihadapi oleh pemda dalam melakukan proses penyesuaian regulasi dengan UU Cipta Kerja. Pertama kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang kurang ideal, terlebih khusus SDM di unit penyelenggara hukum yaitu biro atau bagian hukum. Masih banyak pemda yang kapasitas SDM di unit hukumnya sangatlah kurang, baik dalam hal kuantitas hingga kompetensi.

Pemda sendiri selama ini terbilang memahami prinsip-prinsip pengaturan pembentukan Perda berdasarkan UU No. 12/2011, namun mereka terkendala pada kurangnya kapasitas pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penyesuaian norma-norma yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More