Refleksi Diri Akhir Tahun di Era Digital
Rabu, 15 Desember 2021 - 17:42 WIB
Pilihan cita-cita hidup, pilihan jalur karier untuk menggapainya, serta aktivitas dan pengendalian diri kita dalam upaya untuk menggapainya adalah tanggung jawab kita sendiri. Kita bertanggung jawab atas sukses-tidaknya semua pilihan kita, sebagaimana kita bertanggung jawab atas kebahagiaan kita sendiri. Hanya dengan sikap bertanggung jawab dan siap mempertanggungjawabkan pilihan hidup kita, kita terpacu untuk memberdayakan diri melalui pembiasaan dan pengembangan diri demi kesuksesan. Sikap seperti itu dibuktikan dengan kesiapan kita untuk membuat rencana aktivitas dan mengevaluasi pelaksanaannya dalam rentang waktu setahun yang telah Tuhan anugerahkan. Singkatnya, kita selalu siap menjalani manajemen waktu yang tepat (efektif dan efisien).
Sudah tepatkah manajemen waktu kita?
Waktu merupakan aset yang sangat berharga dalam hidup kita. Jika tidak dimanfaatkan dengan baik, penyesalan pasti akan muncul di kemudian hari. Namun kita sering kali terbuai oleh ilusi rasa nyaman dampak aktivitas. Sehingga, suatu pekerjaan cenderung kita selesaikan lama atau sebentar tergantung alokasi waktu yang tersedia, suatu kecenderungan natural yang disebut kaidah Parkinson (Parkinson’s law). Prinsip Pareto 80/20, prinsip ekonom Vilfredo Pareto yang mengamati pola di mana 80% output diperoleh dari 20% input, juga dapat mejelaskan bahwa produktivitas tinggi hanya timbul dari 20% aktivitas kita di sepanjang alokasi waktu itu. Oleh karena itu, kita perlu taktis mengatur pekerjaan kita. Untuk mengurangi inefisiensi dari 80% aktivitas yang tidak produktif, kita mungkin perlu mencari cara menghindar agar tidak terlibat langsung. Untuk meningkatkan efisiensi dari 20% aktivitas yang produktif, kita perlu memprioritaskan diri pada aktivitas yang paling produktif mendukung cita-cita kita.
Perkiraan waktu pada rencana aktivitas tidak boleh terlalu pesimis, seolah-olah memanjakan diri, karena menjadi tidak efisien. Sebaliknya, perkiraan waktu juga tidak boleh terlalu optimis, karena dapat menimbulkan demotivasi ketika meleset. Dalam membuat dan mengevaluasi rencana pemanfaatan waktu yang tepat, kita perlu mempertimbangkan segi prioritas untuk aktivitas yang sifatnya penting maupun untuk aktivitas yang sifatnya urgen. Mana aktivitas kita yang penting tetapi tidak urgen, dan mana yang tidak penting tetapi urgen? Efektivitas dan efisiensi setiap aktivitas perlu kita evaluasi berdasarkan skala prioritas.
Rencana aktivitas tahunan tentu harus mempertimbangkan keseimbangan hidup antara kerja dan aktivitas lain di luar kerja. Keseimbangan hidup yang terlalu didominasi kerja bisa menimbulkan masalah serius kesehatan mental, kesehatan fisik, hubungan personal dan bahkan hubungan di tempat kerja. Ironisnya, waktu untuk kerja dan waktu untuk aktivitas lain di luar kerja sulit dipisahkan di era digital saat ini terutama ketika work from home saat pandemi. Aktivitas multitasking yang mencampuadukkan kerja dan aktivitas lain sulit dihindari. Godaan pun selalu ada untuk terus-menerus 24-jam terhubung dengan media sosial. Hak untuk memutus sambungan komunikasi (right to disconnect) di waktu yang lazim untuk beristirahat pun makin sulit diperoleh. Sebagai manusia biasa, kita perlu beristirahat untuk mengonsolidasi diri, berolahraga untuk menjaga kesehatan tubuh, berlibur untuk menjaga kesehatan mental, dan bercengkerama untuk menjaga hubungan personal kekeluargaan.
Persoalan kesimbangan hidup menjadi segi terpenting yang harus kita evaluasi. Kita memang boleh dan harus memiliki cita-cita, suatu tujuan yang sungguh-sungguh kita idam-idamkan, namun pengejaran tujuan tidak boleh merusak vitalitas kita sendiri sebagai pengejar tujuan itu. Kalau tidak demikian, seluruh upaya pengejaran cita-cita menjadi tidak bermakna. Atas dasar alasan ini, manajemen waktu harus kita upayakan setepat-tepatnya dan evaluasi ketepatan manajemen waktu harus kita lakukan. Indikator ketepatan manajemen waktu adalah kebahagiaan: apakah kita berbahagia sepanjang pengejaran cita-cita kita meskipun mengalami gelombang kemajuan dan kemunduran, kesuksesan dan kegagalan? Kebahagiaan yang kita rasakan tidaklah sekedar rasa nyaman yang dinamis ketika mengejar cita-cita, tetapi juga perasaan penuh makna. Kebahagiaan juga menjadi tujuan dan alasan kita melakukan refleksi diri akhir tahun: jika tahun ini belum begitu bahagia maka tahun depan kita upayakan lebih baik lagi agar lebih berbahagia.
Sudah tepatkah manajemen waktu kita?
Waktu merupakan aset yang sangat berharga dalam hidup kita. Jika tidak dimanfaatkan dengan baik, penyesalan pasti akan muncul di kemudian hari. Namun kita sering kali terbuai oleh ilusi rasa nyaman dampak aktivitas. Sehingga, suatu pekerjaan cenderung kita selesaikan lama atau sebentar tergantung alokasi waktu yang tersedia, suatu kecenderungan natural yang disebut kaidah Parkinson (Parkinson’s law). Prinsip Pareto 80/20, prinsip ekonom Vilfredo Pareto yang mengamati pola di mana 80% output diperoleh dari 20% input, juga dapat mejelaskan bahwa produktivitas tinggi hanya timbul dari 20% aktivitas kita di sepanjang alokasi waktu itu. Oleh karena itu, kita perlu taktis mengatur pekerjaan kita. Untuk mengurangi inefisiensi dari 80% aktivitas yang tidak produktif, kita mungkin perlu mencari cara menghindar agar tidak terlibat langsung. Untuk meningkatkan efisiensi dari 20% aktivitas yang produktif, kita perlu memprioritaskan diri pada aktivitas yang paling produktif mendukung cita-cita kita.
Perkiraan waktu pada rencana aktivitas tidak boleh terlalu pesimis, seolah-olah memanjakan diri, karena menjadi tidak efisien. Sebaliknya, perkiraan waktu juga tidak boleh terlalu optimis, karena dapat menimbulkan demotivasi ketika meleset. Dalam membuat dan mengevaluasi rencana pemanfaatan waktu yang tepat, kita perlu mempertimbangkan segi prioritas untuk aktivitas yang sifatnya penting maupun untuk aktivitas yang sifatnya urgen. Mana aktivitas kita yang penting tetapi tidak urgen, dan mana yang tidak penting tetapi urgen? Efektivitas dan efisiensi setiap aktivitas perlu kita evaluasi berdasarkan skala prioritas.
Rencana aktivitas tahunan tentu harus mempertimbangkan keseimbangan hidup antara kerja dan aktivitas lain di luar kerja. Keseimbangan hidup yang terlalu didominasi kerja bisa menimbulkan masalah serius kesehatan mental, kesehatan fisik, hubungan personal dan bahkan hubungan di tempat kerja. Ironisnya, waktu untuk kerja dan waktu untuk aktivitas lain di luar kerja sulit dipisahkan di era digital saat ini terutama ketika work from home saat pandemi. Aktivitas multitasking yang mencampuadukkan kerja dan aktivitas lain sulit dihindari. Godaan pun selalu ada untuk terus-menerus 24-jam terhubung dengan media sosial. Hak untuk memutus sambungan komunikasi (right to disconnect) di waktu yang lazim untuk beristirahat pun makin sulit diperoleh. Sebagai manusia biasa, kita perlu beristirahat untuk mengonsolidasi diri, berolahraga untuk menjaga kesehatan tubuh, berlibur untuk menjaga kesehatan mental, dan bercengkerama untuk menjaga hubungan personal kekeluargaan.
Persoalan kesimbangan hidup menjadi segi terpenting yang harus kita evaluasi. Kita memang boleh dan harus memiliki cita-cita, suatu tujuan yang sungguh-sungguh kita idam-idamkan, namun pengejaran tujuan tidak boleh merusak vitalitas kita sendiri sebagai pengejar tujuan itu. Kalau tidak demikian, seluruh upaya pengejaran cita-cita menjadi tidak bermakna. Atas dasar alasan ini, manajemen waktu harus kita upayakan setepat-tepatnya dan evaluasi ketepatan manajemen waktu harus kita lakukan. Indikator ketepatan manajemen waktu adalah kebahagiaan: apakah kita berbahagia sepanjang pengejaran cita-cita kita meskipun mengalami gelombang kemajuan dan kemunduran, kesuksesan dan kegagalan? Kebahagiaan yang kita rasakan tidaklah sekedar rasa nyaman yang dinamis ketika mengejar cita-cita, tetapi juga perasaan penuh makna. Kebahagiaan juga menjadi tujuan dan alasan kita melakukan refleksi diri akhir tahun: jika tahun ini belum begitu bahagia maka tahun depan kita upayakan lebih baik lagi agar lebih berbahagia.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda