Refleksi Diri Akhir Tahun di Era Digital
Rabu, 15 Desember 2021 - 17:42 WIB
Jadi, kita perlu mengevaluasi: apakah kita sendiri cukup transparan dalam pengembangan jejaring hubungan saling percaya yang kita butuhkan untuk mendukung jalur karir kita? Mengikuti teknik Johari Window yang dikembangkan psikolog Amerika Joseph Luft dan Harrington Ingham, kita mungkin perlu memperluas lingkup keterbukaan diri, mempelajari umpan balik dari pihak lain yang tahu tentang gambaran diri kita yang kita sendiri tidak tahu, menginformasikan pihak lain tentang hal penting diri kita yang orang lain belum tahu, dan tetap menyadari kemungkinan adanya hal penting tentang diri kita yang pihak lain maupun kita sendiri tidak tahu. Sederhananya, kita perlu terus-menerus menyadari kebenaran suatu pepatah bahwa tak kenal maka tak sayang.
Dalam hal pengendalian kemajuan maupun kemunduran yang selama ini kita alami, evaluasi perlu dilakukan pada cara kita menjaga suasana mental dan juga cara kita mengatasi stres. Siapa pun pasti pernah mengalami stres, dan hal itu wajar. Kadang kala stres justru bisa menimbulkan hormon adrenalin yang bermanfaat untuk memacu orang bekerja lebih keras agar memenuhi target waktu (deadline). Namun stres yang dibiarkan berkepanjangan akan berakibat buruk bagi perkembangan mental dan imunitas tubuh. Karena itu, kita perlu mengenali tanda-tanda stres dalam diri kita, mengantisipasinya sejak awal, sehingga kita dapat mengendalikannya tanpa kehilangan fokus pada tujuan hidup kita.
Di sisi lain, ketika kita mengalami kemajuan yang menggembirakan, kita sering kali merasa terlalu optimis seolah-olah kesuksesan sudah di tangan, padahal ancaman dan hambatan bisa saja siap menghadang di sepanjang jalur karir kita lebih lanjut. Optimisme memang diperlukan untuk menguatkan komitmen kita terhadap cita-cita, tetapi kehati-hatian dan kewaspadaan selalu diperlukan agar kita tidak jatuh ke lubang jebakan. Jadi, kita tidak hanya harus menghindari rasa takut berlebihan yang menimbulkan stres berkepanjangan, tetapi juga rasa optimis berlebihan yang menjebak. Cukuplah sikap waspada, hati-hati dan optimisme yang proporsional.
Keterampilan pengendalian diri semakin urgen dibutuhkan saat ini, karena era digital semakin menuntut kita untuk mampu multi-tasking dengan target waktu yang semakin singkat. Kegagalan pencapaian target bisa cepat menjalar menjadi perasaan stres, sedangkan kesuksesan bisa cepat memicu perasaan euforia. Pengendalian diri memungkinkan kita tetap teguh berkomitmen pada cita-cita meskipun perubahan teknologi di era digital sangat pesat. Untuk menjaga efektivitas pencapaian cita-cita, kita harus terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan gerak peradaban, gerak yang didorong perkembangan pesat teknologi. Moto belajar sepanjang hayat (lifelong learning) tidak terelakkan.
Sudah siapkah kita untuk selalu belajar dan mengembangkan diri?
Di era digital saat ini, teknologi memang menjadi motor penggerak peradaban. Karena mayoritas kita memakainya, masing-masing kita mengharapkan yang lain memakainya, maka pada akhirnya kita saling menuntut pemakaiannya dalam setiap aktivitas hidup baik formal maupun informal. Bagaikan pakaian, kita harus mamakainya setiap waktu. Kita akan menolak, dan ditolak, untuk bersosialisasi jika kita telanjang. Demikian pula kita akan ditolak bersosialisasi, jika kita tidak mau mengikuti teknologi yang sudah marak dan lazim dipakai sebagai bagian dari peradaban.
Akibatnya, kita harus selalu belajar untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru, kemudian secara bertahap mengembangkan kemahiran dalam penerapannya di kehidupan praktis sehari-hari. Sikap dan pola pikir untuk terus tumbuh (the growth mindset) tidak hanya menjamin kelangsungan hidup kita tetapi juga kesuksesan hidup kita. Berdasarkan hasil penelitian yang panjang, Carol Dweck, penulis buku Mindset: The New Psychology of Success (2006), menegaskan dalam wawancaranya di HBR’s 10 Must Reads 2021: On Lifelong Learning bahwa kunci kesuksesan seseorang adalah pola pikir untuk terus tumbuh, bukan kepemilikan talenta kejeniusan tapi pola pikirnya mandek (the fixed mindset).
Seseorang yang bertalenta tapi pola pikirnya mandek sering enggan mengambil langkah lebih lanjut karena takut berisiko kegagalan yang bisa menodai reputasinya. Sedangkan seseorang yang hanya bermodal pola pikir untuk terus tumbuh, memiliki gairah dan kecintaan kuat pada proses; meskipun berkali-kali gagal namun dia selalu berusaha terus-menerus melakukan perbaikan strategis demi kesuksesan. Kecintaan pada proses, gairah, keuletan, keteguhan, ketabahan, ketangguhan, dan dedikasi untuk terus-menerus belajar dan mengembangkan diri merupakan penentu kesuksesan.
Di sini, evaluasi kesiapan kita untuk selalu mau belajar dan mengembangkan diri dapat dibagi menjadi dua, yaitu dalam pembelajaran informal dan dalam pembelajaran formal. Pada evaluasi pembelajaran informal, kita perlu meninjau seberapa jauh kita mampu memosisikan kesalahan dan kegagalan sebagai media belajar agar di kemudian hari bisa menangani lebih baik, seberapa jauh kita mampu memosisikan proses yang berisiko sebagai tantangan untuk memperluas pengetahuan dan mengasah keterampilan, dan seberapa jauh kita mampu memosisikan umpan balik kritis dari berbagai pihak sebagai bahan untuk perbaikan diri. Perbaikan dan pengembangan diri berdasarkan hasil evaluasi ini akan mengantarkan kita pada sikap dan pola pikir untuk terus tumbuh.
Pada evaluasi pembelajaran formal, kita perlu meninjau seberapa jauh konten pembelajaran terstruktur yang kita jalani memenuhi target atau selaras dengan jalur karier kita, serta apakah metode pembelajaran terstruktur tersebut sesuai dengan gaya belajar yang tepat bagi kepribadian kita. Berdasarkan empat tahap siklus pembelajaran berbasis pengalaman (four- stage experiential learning cycle) yang diungkap David Kolb (1984), Peter Honey dan Alan Mumford mengidentifikasi empat kepribadian yang masing-masing cenderung sukses pada tahap yang bersesuaian. Keempat kepribadian tersebut yaitu (1) kepribadian activist yang suka terjun langsung dalam pengalaman; (2) kepribadian reflector yang senang mengamati dan merefleksikan pengamatannya untuk mendapatkan makna komprehensif dan mendalam; (3) kepribadian theorist yang senang menganalisis fakta dan membangun konsep-konsep abstrak teoretis; dan (4) kepribadian pragmatist yang lebih suka langsung menerapkan teori dan membuktikan hasilnya. Sebagai pembelajar, kita perlu mengevaluasi apakah metode pembelajaran terstruktur yang kita jalani sudah tepat sesuai dengan gaya belajar dan kepribadian kita.
Dalam hal pengendalian kemajuan maupun kemunduran yang selama ini kita alami, evaluasi perlu dilakukan pada cara kita menjaga suasana mental dan juga cara kita mengatasi stres. Siapa pun pasti pernah mengalami stres, dan hal itu wajar. Kadang kala stres justru bisa menimbulkan hormon adrenalin yang bermanfaat untuk memacu orang bekerja lebih keras agar memenuhi target waktu (deadline). Namun stres yang dibiarkan berkepanjangan akan berakibat buruk bagi perkembangan mental dan imunitas tubuh. Karena itu, kita perlu mengenali tanda-tanda stres dalam diri kita, mengantisipasinya sejak awal, sehingga kita dapat mengendalikannya tanpa kehilangan fokus pada tujuan hidup kita.
Di sisi lain, ketika kita mengalami kemajuan yang menggembirakan, kita sering kali merasa terlalu optimis seolah-olah kesuksesan sudah di tangan, padahal ancaman dan hambatan bisa saja siap menghadang di sepanjang jalur karir kita lebih lanjut. Optimisme memang diperlukan untuk menguatkan komitmen kita terhadap cita-cita, tetapi kehati-hatian dan kewaspadaan selalu diperlukan agar kita tidak jatuh ke lubang jebakan. Jadi, kita tidak hanya harus menghindari rasa takut berlebihan yang menimbulkan stres berkepanjangan, tetapi juga rasa optimis berlebihan yang menjebak. Cukuplah sikap waspada, hati-hati dan optimisme yang proporsional.
Keterampilan pengendalian diri semakin urgen dibutuhkan saat ini, karena era digital semakin menuntut kita untuk mampu multi-tasking dengan target waktu yang semakin singkat. Kegagalan pencapaian target bisa cepat menjalar menjadi perasaan stres, sedangkan kesuksesan bisa cepat memicu perasaan euforia. Pengendalian diri memungkinkan kita tetap teguh berkomitmen pada cita-cita meskipun perubahan teknologi di era digital sangat pesat. Untuk menjaga efektivitas pencapaian cita-cita, kita harus terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan gerak peradaban, gerak yang didorong perkembangan pesat teknologi. Moto belajar sepanjang hayat (lifelong learning) tidak terelakkan.
Sudah siapkah kita untuk selalu belajar dan mengembangkan diri?
Di era digital saat ini, teknologi memang menjadi motor penggerak peradaban. Karena mayoritas kita memakainya, masing-masing kita mengharapkan yang lain memakainya, maka pada akhirnya kita saling menuntut pemakaiannya dalam setiap aktivitas hidup baik formal maupun informal. Bagaikan pakaian, kita harus mamakainya setiap waktu. Kita akan menolak, dan ditolak, untuk bersosialisasi jika kita telanjang. Demikian pula kita akan ditolak bersosialisasi, jika kita tidak mau mengikuti teknologi yang sudah marak dan lazim dipakai sebagai bagian dari peradaban.
Akibatnya, kita harus selalu belajar untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru, kemudian secara bertahap mengembangkan kemahiran dalam penerapannya di kehidupan praktis sehari-hari. Sikap dan pola pikir untuk terus tumbuh (the growth mindset) tidak hanya menjamin kelangsungan hidup kita tetapi juga kesuksesan hidup kita. Berdasarkan hasil penelitian yang panjang, Carol Dweck, penulis buku Mindset: The New Psychology of Success (2006), menegaskan dalam wawancaranya di HBR’s 10 Must Reads 2021: On Lifelong Learning bahwa kunci kesuksesan seseorang adalah pola pikir untuk terus tumbuh, bukan kepemilikan talenta kejeniusan tapi pola pikirnya mandek (the fixed mindset).
Seseorang yang bertalenta tapi pola pikirnya mandek sering enggan mengambil langkah lebih lanjut karena takut berisiko kegagalan yang bisa menodai reputasinya. Sedangkan seseorang yang hanya bermodal pola pikir untuk terus tumbuh, memiliki gairah dan kecintaan kuat pada proses; meskipun berkali-kali gagal namun dia selalu berusaha terus-menerus melakukan perbaikan strategis demi kesuksesan. Kecintaan pada proses, gairah, keuletan, keteguhan, ketabahan, ketangguhan, dan dedikasi untuk terus-menerus belajar dan mengembangkan diri merupakan penentu kesuksesan.
Di sini, evaluasi kesiapan kita untuk selalu mau belajar dan mengembangkan diri dapat dibagi menjadi dua, yaitu dalam pembelajaran informal dan dalam pembelajaran formal. Pada evaluasi pembelajaran informal, kita perlu meninjau seberapa jauh kita mampu memosisikan kesalahan dan kegagalan sebagai media belajar agar di kemudian hari bisa menangani lebih baik, seberapa jauh kita mampu memosisikan proses yang berisiko sebagai tantangan untuk memperluas pengetahuan dan mengasah keterampilan, dan seberapa jauh kita mampu memosisikan umpan balik kritis dari berbagai pihak sebagai bahan untuk perbaikan diri. Perbaikan dan pengembangan diri berdasarkan hasil evaluasi ini akan mengantarkan kita pada sikap dan pola pikir untuk terus tumbuh.
Pada evaluasi pembelajaran formal, kita perlu meninjau seberapa jauh konten pembelajaran terstruktur yang kita jalani memenuhi target atau selaras dengan jalur karier kita, serta apakah metode pembelajaran terstruktur tersebut sesuai dengan gaya belajar yang tepat bagi kepribadian kita. Berdasarkan empat tahap siklus pembelajaran berbasis pengalaman (four- stage experiential learning cycle) yang diungkap David Kolb (1984), Peter Honey dan Alan Mumford mengidentifikasi empat kepribadian yang masing-masing cenderung sukses pada tahap yang bersesuaian. Keempat kepribadian tersebut yaitu (1) kepribadian activist yang suka terjun langsung dalam pengalaman; (2) kepribadian reflector yang senang mengamati dan merefleksikan pengamatannya untuk mendapatkan makna komprehensif dan mendalam; (3) kepribadian theorist yang senang menganalisis fakta dan membangun konsep-konsep abstrak teoretis; dan (4) kepribadian pragmatist yang lebih suka langsung menerapkan teori dan membuktikan hasilnya. Sebagai pembelajar, kita perlu mengevaluasi apakah metode pembelajaran terstruktur yang kita jalani sudah tepat sesuai dengan gaya belajar dan kepribadian kita.
tulis komentar anda