AH Nasution, Jenderal Besar Anti-PKI Kebanggaan TNI
Kamis, 25 November 2021 - 16:17 WIB
JAKARTA - Abdul Haris Nasution adalah nama besar. Bukan saja bagi kalangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tapi juga militer dunia. Peninggalan berupa konsep pemikiran mengenai perang, khususnya perang gerilya, tetap lestari hingga kini, diajarkan di sekolah-sekolah militer dunia, bahkan AS.
Dikutip dari sejarah-tni.mil.id,AHNasution dilahirkan di Huta Pungkut, Kecamatan Kotanopan, Mandailing Natal, Sumatera Utara pada 3 Desember 1918. Dia merupakan anak dari pasangan H Abdul Halim Nasution dan Zahara Lubis.
Sebelum masuk dunia militer, Pak Nas, begitu sang jenderal biasa disapa, adalah seorang guru. Latar belakangnya yang seorang guru inilah yang menggumpalkan jiwa pendidik Pak Nas begitu berkarier di dunia militer. Jiwa tersebut terus disemainya hingga menduduki posisi puncak dalam hirarki TNI.
Karier militer Pak Nas baru dimulai setelah menyelesaikan pendidikan Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) KNIL atau Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Bandung pada 1940-1942. Nasutio diangkat menjadi pembantu letnan calon perwira dan ditempatkan di Batalyon 3 Surabaya yang bertempat di Kebalen.
Ketika Jepang menduduki Hindia Belanda pada 1942, Pak Nas kembali ke Bandung. Hingga menjelang proklamasi 17 Agustus 1945, Pak Nas adalah pegawai Kotapraja di Bandung dan pimpinan Seinendan. Setelah Indonesia Merdeka, Pak Nas aktif dalam kepemimpinan pemuda dan menjadi penasihat Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Bandung.
Ketika Tentara Keamanan Ralyat (TKR) dibentuk pada 5 Oktober 1945, Pak Nas ditunjuk sebagai Kepala Staf Komandemen TKR I/Jawa Barat hingga 1948 dengan pangkat kolonel. Tugasnya menyusun organisasi dan administrasi.
Setelah itu, Pak Nas diangkat menjadi Wakil Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI). Pangkatnya pun naik menjadi jenderal mayor. Pak lalu dipercaya menjabat sebagai Panglima Divisi III/TKR Priangan yang menjadi Divisi I/Siliwangi.
Dikutip dari sejarah-tni.mil.id,AHNasution dilahirkan di Huta Pungkut, Kecamatan Kotanopan, Mandailing Natal, Sumatera Utara pada 3 Desember 1918. Dia merupakan anak dari pasangan H Abdul Halim Nasution dan Zahara Lubis.
Sebelum masuk dunia militer, Pak Nas, begitu sang jenderal biasa disapa, adalah seorang guru. Latar belakangnya yang seorang guru inilah yang menggumpalkan jiwa pendidik Pak Nas begitu berkarier di dunia militer. Jiwa tersebut terus disemainya hingga menduduki posisi puncak dalam hirarki TNI.
Karier militer Pak Nas baru dimulai setelah menyelesaikan pendidikan Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) KNIL atau Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Bandung pada 1940-1942. Nasutio diangkat menjadi pembantu letnan calon perwira dan ditempatkan di Batalyon 3 Surabaya yang bertempat di Kebalen.
Ketika Jepang menduduki Hindia Belanda pada 1942, Pak Nas kembali ke Bandung. Hingga menjelang proklamasi 17 Agustus 1945, Pak Nas adalah pegawai Kotapraja di Bandung dan pimpinan Seinendan. Setelah Indonesia Merdeka, Pak Nas aktif dalam kepemimpinan pemuda dan menjadi penasihat Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Bandung.
Ketika Tentara Keamanan Ralyat (TKR) dibentuk pada 5 Oktober 1945, Pak Nas ditunjuk sebagai Kepala Staf Komandemen TKR I/Jawa Barat hingga 1948 dengan pangkat kolonel. Tugasnya menyusun organisasi dan administrasi.
Setelah itu, Pak Nas diangkat menjadi Wakil Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI). Pangkatnya pun naik menjadi jenderal mayor. Pak lalu dipercaya menjabat sebagai Panglima Divisi III/TKR Priangan yang menjadi Divisi I/Siliwangi.
Lihat Juga :
tulis komentar anda