Jenderal TNI Maraden Panggabean: Pemimpin Laskar Rakyat, Loyalis Soeharto
Kamis, 25 November 2021 - 14:51 WIB
"Setelah saya menolak memimpin Batalyon TKR di Sibolga […] maka saya mencurahkan perhatian seluruhnya untuk menggembleng 'Pasukan Maraden' sebagai mana orang mengenal pasukan saya pada waktu itu. Nama resminya sebenarnya adalah Barisan Pemuda Republik Indonesia (PRI)," aku Maraden Panggabean dalam autobiografinya.
Karena itulah ia kemudian didekati oleh Mayor Pandapotan Sitompul dan masuk ke tentara reguler Republik, yang sudah berubah nama Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Tugas pertamanya yakni memimpin satu resimen yang akan dibentuk di Sibolga dan menjadi perwira muda dengan pangkat kapten dan dilantik pada pertengahan Juni 1946.
Pangkatnya kemudian naik menjadi mayor setelah menjadi kelapa staf dalam resimen di Tapanuli dan komandan batalyon di wilayah yang kini jadi area Kodam Bukit Barisan (Sumatera bagian utara).
Dalam operasi militer, Maraden pernah terlibat dalam penumpasan DI/TII di Jawa Barat dan Aceh, juga sisa RMS. Setelah 1957, dia pernah jadi Komandan Resimen Team Pertempuran (RTP) di Palopo, Sulawesi Selatan.
Saat peristiwa G30S/PKI, Maraden mulai dekat dengan Mayjend Soeharto. Beberapa jabatan strategis seperti Deputi Wilayah atau Panglima Komando Antar Daerah (Koanda) diembannya bersama dengan Panglima Komanda Mandal Siaga II di Banjarmasin.
Saat Soeharto naik menjadi Menpangad, Maraden dipindahkan ke Jakarta untuk menjadi Deputi II (Pembinaan) Menpangad terhitung mulai 20 Oktober 1965. Barulah setelah Soeharto menjadi presiden, Maraden diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat yang disingkat KSAD) dari 1966 hingga 1969.
Sempat menjadi Wapangab (Wakil Panglima ABRI) dan merangkap Pangkopkamtib (Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) selama empat tahun sampai 1973 dan merangkap Menteri Negara urusan Hankam (Pertahanan Keamanan) sejak 1971.
Maraden di 1973-1978 diangkat menjadi Panglima Angkatan Bersenjata Repubik Indonesia (Pangab) merangkap Menteri Pertahanan Keamanan (Menhankam), hingga 1978.
Karena itulah ia kemudian didekati oleh Mayor Pandapotan Sitompul dan masuk ke tentara reguler Republik, yang sudah berubah nama Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Tugas pertamanya yakni memimpin satu resimen yang akan dibentuk di Sibolga dan menjadi perwira muda dengan pangkat kapten dan dilantik pada pertengahan Juni 1946.
Pangkatnya kemudian naik menjadi mayor setelah menjadi kelapa staf dalam resimen di Tapanuli dan komandan batalyon di wilayah yang kini jadi area Kodam Bukit Barisan (Sumatera bagian utara).
Dalam operasi militer, Maraden pernah terlibat dalam penumpasan DI/TII di Jawa Barat dan Aceh, juga sisa RMS. Setelah 1957, dia pernah jadi Komandan Resimen Team Pertempuran (RTP) di Palopo, Sulawesi Selatan.
Saat peristiwa G30S/PKI, Maraden mulai dekat dengan Mayjend Soeharto. Beberapa jabatan strategis seperti Deputi Wilayah atau Panglima Komando Antar Daerah (Koanda) diembannya bersama dengan Panglima Komanda Mandal Siaga II di Banjarmasin.
Saat Soeharto naik menjadi Menpangad, Maraden dipindahkan ke Jakarta untuk menjadi Deputi II (Pembinaan) Menpangad terhitung mulai 20 Oktober 1965. Barulah setelah Soeharto menjadi presiden, Maraden diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat yang disingkat KSAD) dari 1966 hingga 1969.
Sempat menjadi Wapangab (Wakil Panglima ABRI) dan merangkap Pangkopkamtib (Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) selama empat tahun sampai 1973 dan merangkap Menteri Negara urusan Hankam (Pertahanan Keamanan) sejak 1971.
Maraden di 1973-1978 diangkat menjadi Panglima Angkatan Bersenjata Repubik Indonesia (Pangab) merangkap Menteri Pertahanan Keamanan (Menhankam), hingga 1978.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda