Kemenag Tekankan Prokes dalam Kegiatan Keagamaan untuk Cegah Covid-19
Jum'at, 12 November 2021 - 17:18 WIB
Potensi penularan pada Hari Besar Keagamaan, menurut Asrorun, sebetulnya bukan pada faktor hari raya keagamaan itu sendiri. Melainkan lebih banyak terjadi pada faktor liburan, rekreasi, kegiatan keluar ke ruang publik yang mengiringi hari raya keagamaan. Karena itu, upaya mitigasi dan langkah-langkah preventif diperlukan. “Kalau aktivitas keagamaan, rata-rata sudah memahami prokes,” ujarnya.
Sekretaris Eksekutif Bidang KKC Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Jimmy Sormin menjelaskan, rumah-rumah ibadah masih terus memberikan literasi, panduan, pedoman Prokes bagi jemaah. “Gereja juga memiliki satuan tugas untuk mengawal dan memantau pelaksanaan prokes,” katanya.
Saat ini, pihaknya masih mengimbau pelaksanaan ibadah secara virtual (digital) karena lebih aman. Ibadah virtual tersebut menjadi semakin masif kala pandemi dan setelah pelonggaran diberlakukan pun, banyak jemaat atau rumah ibadah yang memilih meneruskannya karena lebih nyaman.
Selain itu, ibadah secara virtual terbukti mampu menjangkau lebih banyak jemaat. Bahkan yang di luar negeri dapat beribadah bersama yang diselenggarakan oleh rumah-rumah ibadah di Indonesia. “Jika ingin ibadah luring, harus mematuhi prokes dan berkoordinasi dengan satgas setempat,” tandas Jimmy.
Belajar dari perayaan Natal tahun sebelumnya, Jimmy meyakini, tahun ini gereja dapat lebih memahami apa yang harus dilakukan. Seiring membaiknya situasi pandemi dan penurunan level PPKM, maka peningkatan intensitas acara keagamaan memang diizinkan secara bertahap.
“Tapi kita tidak boleh menganggap sepele. Pandemi belum usai, bahkan ada varian baru yang lebih menular,” ujar Duta Adaptasi Kebiasaan Baru, dr. Reisa Broto Asmoro.
Menurutnya, disiplin prokes dan kebiasaan-kebiasaan baik yang telah dilakukan di masa PPKM harus terus dijaga hingga pandemi berakhir atau justru berlanjut menjadi budaya baru untuk mencegah penyakit-penyakit menular.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, kata Reisa, liburan panjang dan hari raya yang menimbulkan mobilitas dapat berisiko adanya lonjakan kasus bila tidak disertai prokes ketat. Karena itu, upaya mitigasi disiapkan jauh-jauh hari dengan melibatkan berbagai pihak agar tidak terdapat titik lengah yang memicu penularan.
Selain itu, Reisa menekankan, penguatan testing dan skrining dengan akurasi baik harus dilakukan. Hal ini guna memastikan kita bersama orang-orang yang sehat dan mencegah mereka yang sedang sakit untuk berkumpul di ruang publik. “Tentunya kita sudah belajar bagaimana bisa tetap produktif tapi tetap terlindungi,” ucapnya.
Sekretaris Eksekutif Bidang KKC Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Jimmy Sormin menjelaskan, rumah-rumah ibadah masih terus memberikan literasi, panduan, pedoman Prokes bagi jemaah. “Gereja juga memiliki satuan tugas untuk mengawal dan memantau pelaksanaan prokes,” katanya.
Saat ini, pihaknya masih mengimbau pelaksanaan ibadah secara virtual (digital) karena lebih aman. Ibadah virtual tersebut menjadi semakin masif kala pandemi dan setelah pelonggaran diberlakukan pun, banyak jemaat atau rumah ibadah yang memilih meneruskannya karena lebih nyaman.
Selain itu, ibadah secara virtual terbukti mampu menjangkau lebih banyak jemaat. Bahkan yang di luar negeri dapat beribadah bersama yang diselenggarakan oleh rumah-rumah ibadah di Indonesia. “Jika ingin ibadah luring, harus mematuhi prokes dan berkoordinasi dengan satgas setempat,” tandas Jimmy.
Belajar dari perayaan Natal tahun sebelumnya, Jimmy meyakini, tahun ini gereja dapat lebih memahami apa yang harus dilakukan. Seiring membaiknya situasi pandemi dan penurunan level PPKM, maka peningkatan intensitas acara keagamaan memang diizinkan secara bertahap.
“Tapi kita tidak boleh menganggap sepele. Pandemi belum usai, bahkan ada varian baru yang lebih menular,” ujar Duta Adaptasi Kebiasaan Baru, dr. Reisa Broto Asmoro.
Menurutnya, disiplin prokes dan kebiasaan-kebiasaan baik yang telah dilakukan di masa PPKM harus terus dijaga hingga pandemi berakhir atau justru berlanjut menjadi budaya baru untuk mencegah penyakit-penyakit menular.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, kata Reisa, liburan panjang dan hari raya yang menimbulkan mobilitas dapat berisiko adanya lonjakan kasus bila tidak disertai prokes ketat. Karena itu, upaya mitigasi disiapkan jauh-jauh hari dengan melibatkan berbagai pihak agar tidak terdapat titik lengah yang memicu penularan.
Selain itu, Reisa menekankan, penguatan testing dan skrining dengan akurasi baik harus dilakukan. Hal ini guna memastikan kita bersama orang-orang yang sehat dan mencegah mereka yang sedang sakit untuk berkumpul di ruang publik. “Tentunya kita sudah belajar bagaimana bisa tetap produktif tapi tetap terlindungi,” ucapnya.
(cip)
tulis komentar anda