Polri Sita 6,9 Ton Sabu dan Ganja, Waspada! Peredaran Narkoba Menggila
Jum'at, 05 Juni 2020 - 07:34 WIB
Karena itu, Trimedya mengingatkan jangan sampai aparat penegak hukum justru "berselingkuh" dengan para mafia narkoba. "Misalnya ada hubungan dengan bandar-bandar. Kan kita sering dengar persaingan antarmafia. Kemudian juga dalam pemusnahan barang bukti, benar-benar itu barang bukti. Jangan yang asli cuma 25 persen," katanya.
Trimedya juga meminta Kapolri bisa memberikan reward yang jelas kepada anak buahnya, terutama di level kapolres atau direktur narkoba yang berhasil mengungkap kasus-kasus besar. "Termasuk juga Polri harus bersinergi dengan Kementerian Hukum dan HAM, lembaga-lembaga pemasyarakatan yang dianggap jadi sarang narkoba itu harus disikat. Perang yang sungguh-sungguh, jangan perang yang sesaat saja," desaknya.
Dia mencontohkan misalnya nanti keadaan kembali normal, tempat-tempat hiburan malam yang buka di atas jam 24.00 itu paling gampang menjadi sarang peredaran narkoba. "Mereka siap kasih aparat dengan jumlah tertentu asal tak dirazia. Makanya, Kapolri dalam menempatkan orang jadi kapolres, direktur narkoba itu harus benar-benar dilihat," paparnya. (Lihat Videonya: Jembatan Ambruk, Satu Pekerja Tewas)
Hal yang harus juga diperhatikan, kata Trimedya, yakni pemberian rehabilitasi. Langkah ini dinilai penting. Namun, jangan juga rehabilitasi kasus narkoba dijadikan sebagai komoditas. "Itu sering untuk komoditas, dan itu mahal rehabilitasi itu, tidak murah. Jadi, sepanjang tidak bisa disediakan anggaran, termasuk orang-orang yang bekerja di situ, maka tak akan bisa perang terhadap narkoba. Ya semu, begini-begini saja," katanya.
Anggota Komisi III Cucun Ahmad Sjamsurijal menilai Indonesia merupakan pangsa potensial bagi peredaran narkoba. Bahkan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mencatat Indonesia masuk dalam jajaran segitiga emas perdagangan narkoba bersama Australia, dan Malaysia. “Berdasarkan catatan Badan Narkotika Nasional (BNN) pengguna narkoba di Indonesia lebih dari 3 juta orang pada kelompok umur 10-59 tahun. Ironisnya 27% dari jumlah pengguna tersebut adalah mereka yang berstatus pelajar dan mahasiswa,” katanya. (Abdul Rochim)
Trimedya juga meminta Kapolri bisa memberikan reward yang jelas kepada anak buahnya, terutama di level kapolres atau direktur narkoba yang berhasil mengungkap kasus-kasus besar. "Termasuk juga Polri harus bersinergi dengan Kementerian Hukum dan HAM, lembaga-lembaga pemasyarakatan yang dianggap jadi sarang narkoba itu harus disikat. Perang yang sungguh-sungguh, jangan perang yang sesaat saja," desaknya.
Dia mencontohkan misalnya nanti keadaan kembali normal, tempat-tempat hiburan malam yang buka di atas jam 24.00 itu paling gampang menjadi sarang peredaran narkoba. "Mereka siap kasih aparat dengan jumlah tertentu asal tak dirazia. Makanya, Kapolri dalam menempatkan orang jadi kapolres, direktur narkoba itu harus benar-benar dilihat," paparnya. (Lihat Videonya: Jembatan Ambruk, Satu Pekerja Tewas)
Hal yang harus juga diperhatikan, kata Trimedya, yakni pemberian rehabilitasi. Langkah ini dinilai penting. Namun, jangan juga rehabilitasi kasus narkoba dijadikan sebagai komoditas. "Itu sering untuk komoditas, dan itu mahal rehabilitasi itu, tidak murah. Jadi, sepanjang tidak bisa disediakan anggaran, termasuk orang-orang yang bekerja di situ, maka tak akan bisa perang terhadap narkoba. Ya semu, begini-begini saja," katanya.
Anggota Komisi III Cucun Ahmad Sjamsurijal menilai Indonesia merupakan pangsa potensial bagi peredaran narkoba. Bahkan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mencatat Indonesia masuk dalam jajaran segitiga emas perdagangan narkoba bersama Australia, dan Malaysia. “Berdasarkan catatan Badan Narkotika Nasional (BNN) pengguna narkoba di Indonesia lebih dari 3 juta orang pada kelompok umur 10-59 tahun. Ironisnya 27% dari jumlah pengguna tersebut adalah mereka yang berstatus pelajar dan mahasiswa,” katanya. (Abdul Rochim)
(ysw)
tulis komentar anda