Tes PCR Jadi Syarat Wajib Naik Pesawat, Ini Tanggapan Masyarakat
Kamis, 28 Oktober 2021 - 14:25 WIB
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menerapkan kewajiban tes PCR (Polymerase Chain Reaction) kepada calon penumpang yang ingin bepergian menggunakan pesawat. Adapun ketentuan ini berlaku bagi penumpang yang sudah mendapatkan vaksin dosis pertama maupun dosis kedua.
Hal itu dinyatakan oleh Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati, sebagaimana dilansir dari iNews.id pada 20 Oktober 2021. Kebijakan tersebut, menurut Adita sesuai dengan ketentuan Instruksi Mendagri atau Imendagri Nomor 53 tahun 2021 tentang Pemberlakuan, Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3, Level 2 dan Level 1 Covid-19 di wilayah Jawa dan Bali.
Pada salah satu ketentuannya, disebutkan penumpang pesawat wajib menunjukkan surat keterangan negatif Covid-19 melalui hasil PCR. Lebih rinci, sampel yang diambil tidak boleh melebihi 2x24 jam atau 2 hari sebelum keberangkatan. Belakangan, aturan mengenai masa berlaku tes PCR untuk pesawat diubah menjadi 3x24 jam.
Keputusan ini sontak mengundang berbagai reaksi dari masyarakat. Hasil jajak pendapat yang dilakukan tim Litbang MPI pada 26 Oktober 2021 menggambarkan hasil bahwa ada sebesar 90% responden yang menyatakan tidak setuju dengan adanya kebijakan ini.
“Saya memang belum pernah naik pesawat di masa pandemi ini. Namun, saya tidak setuju atas keharusan itu. Menurut saya, dengan menunjukkan kartu vaksin saja sebenarnya sudah cukup. Tidak perlu tes PCR. Toh, tingkat vaksinasi masyarakat Indonesia saya rasa sudah cukup tinggi dan baik,” kata Rara, salah seorang responden jajak pendapat.
Pendapat kontra terhadap kebijakan ini dilatarbelakangi salah satunya karena biaya tes PCR terlalu mahal. Sementara tidak semua orang memiliki kemampuan untuk membayar dengan jumlah sebesar itu. Hal itu disampaikan oleh 60% responden.
“Tes PCR itu menurut saya masih mahal. Tidak semua penumpang pesawat punya biaya untuk melakukan tes PCR. Hasil tesnya juga keluar dalam waktu yang relatif lama. Jika dibandingkan dengan tes antigen, tentu ini kurang efisien,” ujar Yuli, mahasiswi asal Tangerang.
Biaya tes PCR memang menjadi keluhan tersendiri bagi masyarakat karena dianggap besarannya masih belum terjangkau oleh beberapa kalangan. Meski Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan pernyataan agar tarif PCR bisa diturunkan menjadi Rp300 ribu, hal tersebut masih dianggap memberatkan bagi sebagian orang. Selain itu, sebagian responden juga menolak tes PCR ini karena merasa dengan vaksin saja, penularan virus bisa dicegah.
Penolakan terhadap kebijakan ini juga dipengaruhi oleh kepercayaan pada tingkat efektivitas dampak tes PCR pada penyebaran virus. Sebanyak 92 % responden menjawab upaya tersebut tidak cukup efektif untuk menekan laju virus.
Hal itu dinyatakan oleh Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati, sebagaimana dilansir dari iNews.id pada 20 Oktober 2021. Kebijakan tersebut, menurut Adita sesuai dengan ketentuan Instruksi Mendagri atau Imendagri Nomor 53 tahun 2021 tentang Pemberlakuan, Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3, Level 2 dan Level 1 Covid-19 di wilayah Jawa dan Bali.
Pada salah satu ketentuannya, disebutkan penumpang pesawat wajib menunjukkan surat keterangan negatif Covid-19 melalui hasil PCR. Lebih rinci, sampel yang diambil tidak boleh melebihi 2x24 jam atau 2 hari sebelum keberangkatan. Belakangan, aturan mengenai masa berlaku tes PCR untuk pesawat diubah menjadi 3x24 jam.
Keputusan ini sontak mengundang berbagai reaksi dari masyarakat. Hasil jajak pendapat yang dilakukan tim Litbang MPI pada 26 Oktober 2021 menggambarkan hasil bahwa ada sebesar 90% responden yang menyatakan tidak setuju dengan adanya kebijakan ini.
“Saya memang belum pernah naik pesawat di masa pandemi ini. Namun, saya tidak setuju atas keharusan itu. Menurut saya, dengan menunjukkan kartu vaksin saja sebenarnya sudah cukup. Tidak perlu tes PCR. Toh, tingkat vaksinasi masyarakat Indonesia saya rasa sudah cukup tinggi dan baik,” kata Rara, salah seorang responden jajak pendapat.
Pendapat kontra terhadap kebijakan ini dilatarbelakangi salah satunya karena biaya tes PCR terlalu mahal. Sementara tidak semua orang memiliki kemampuan untuk membayar dengan jumlah sebesar itu. Hal itu disampaikan oleh 60% responden.
“Tes PCR itu menurut saya masih mahal. Tidak semua penumpang pesawat punya biaya untuk melakukan tes PCR. Hasil tesnya juga keluar dalam waktu yang relatif lama. Jika dibandingkan dengan tes antigen, tentu ini kurang efisien,” ujar Yuli, mahasiswi asal Tangerang.
Biaya tes PCR memang menjadi keluhan tersendiri bagi masyarakat karena dianggap besarannya masih belum terjangkau oleh beberapa kalangan. Meski Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan pernyataan agar tarif PCR bisa diturunkan menjadi Rp300 ribu, hal tersebut masih dianggap memberatkan bagi sebagian orang. Selain itu, sebagian responden juga menolak tes PCR ini karena merasa dengan vaksin saja, penularan virus bisa dicegah.
Penolakan terhadap kebijakan ini juga dipengaruhi oleh kepercayaan pada tingkat efektivitas dampak tes PCR pada penyebaran virus. Sebanyak 92 % responden menjawab upaya tersebut tidak cukup efektif untuk menekan laju virus.
tulis komentar anda