MK Putuskan Pemblokiran Internet oleh Pemerintah Tindakan Konstitusional
Rabu, 27 Oktober 2021 - 16:02 WIB
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa langkah pemerintah memutus akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, seperti pemblokiran internet , merupakan tindakan konstitusional. Putusan MK ini terkait judicial review UU Informasi dan Transaksi Elekrotnik (ITE) yang diajukan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI).
"Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum. Amar putusan. Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang dibacakan di Gedung MK dan disiarkan di kanal YouTube MK, Rabu (27/10/2021).
MK menilai pemblokiran internet, dalam konteks ini negara hadir untuk melindungi kepentingan umum dari segala bentuk gangguan karena adanya penyalahgunaan muatan dalam menggunakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.
Baca juga: AJI Beberkan Alasan Gugat Pemerintah soal Pemblokiran Internet
"Terkait dengan adanya pemutusan akses, telah pula disediakan aturan mengenai tata cara untuk menormalkan atau memulihkan, sehingga tetap terjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban semua pihak dalam penggunaan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana cerminan kehidupan dalam suatu negara hukum," kata hakim konstitusi Daniel.
Karena itu, MK menilai pemutusan akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tidaklah bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat 3 UU 1945. MK menilai diperlukan kecepatan dan keakuratan yang terukur oleh pemerintah untuk dapat sesegera mungkin melakukan pencegahan dengan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang bermuatan melanggar hukum.
"Virtualitas konten terlarang yang bersifat destruktif dan masif, yang memiliki muatan yang melanggar hukum dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tersebar dengan cepat di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja. Karena itu peran pemerintah dalam menjaga dan membatasi lalu lintas dunia siber sangat diperlukan mengingat karakteristik dari internet tersebut yang mudah membawa dampak buruk bagi masyarakat," kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih.
Putusan MK itu tidak bulat. Dua hakim konstitusi menyatakan dissenting opinion, yaitu Suhartoyo dan Saldi Isra. Namun suara keduanya kalah oleh 7 hakim konstitusi lainnya.
"Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum. Amar putusan. Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang dibacakan di Gedung MK dan disiarkan di kanal YouTube MK, Rabu (27/10/2021).
MK menilai pemblokiran internet, dalam konteks ini negara hadir untuk melindungi kepentingan umum dari segala bentuk gangguan karena adanya penyalahgunaan muatan dalam menggunakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.
Baca juga: AJI Beberkan Alasan Gugat Pemerintah soal Pemblokiran Internet
"Terkait dengan adanya pemutusan akses, telah pula disediakan aturan mengenai tata cara untuk menormalkan atau memulihkan, sehingga tetap terjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban semua pihak dalam penggunaan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana cerminan kehidupan dalam suatu negara hukum," kata hakim konstitusi Daniel.
Karena itu, MK menilai pemutusan akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tidaklah bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat 3 UU 1945. MK menilai diperlukan kecepatan dan keakuratan yang terukur oleh pemerintah untuk dapat sesegera mungkin melakukan pencegahan dengan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang bermuatan melanggar hukum.
"Virtualitas konten terlarang yang bersifat destruktif dan masif, yang memiliki muatan yang melanggar hukum dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tersebar dengan cepat di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja. Karena itu peran pemerintah dalam menjaga dan membatasi lalu lintas dunia siber sangat diperlukan mengingat karakteristik dari internet tersebut yang mudah membawa dampak buruk bagi masyarakat," kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih.
Putusan MK itu tidak bulat. Dua hakim konstitusi menyatakan dissenting opinion, yaitu Suhartoyo dan Saldi Isra. Namun suara keduanya kalah oleh 7 hakim konstitusi lainnya.
tulis komentar anda