PKS Minta Pemerintah Tak Abaikan Persoalan Keluarga, Ibu, dan Anak
Kamis, 21 Oktober 2021 - 15:40 WIB
JAKARTA - Pemerintah diminta tidak mengabaikan persoalan keluarga , ibu, dan anak dengan alasan pandemi. Menurut Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ) Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) Kurniasih Mufidayati, persoalan ibu dan anak justru semakin pelik sebagai dampak langsung dari pandemi Covid-19 yang berkepanjangan.
"Bukan hanya sektor kesehatan dan ekonomi saja yang terpukul secara langsung oleh pandemi, tetapi juga persoalan keluarga, ibu dan anak," kata Mufida dalam keterangannya, Kamis (21/10/2021).
Anggota komisi IX DPR ini menilai pandemi secara langsung memberikan tekanan di dalam keluarga maupun tekanan terhadap kesehatan mental yang berlebih termasuk kepada perempuan dan remaja. Imbasnya, kata Mufida, bisa dilihat dari angka kekerasan terhadap anak yang juga meningkat selama pandemi.
Laporan KPAI menunjukkan terjadinya peningkatan laporan kasus perlindungan anak dari 4.368 kasus di 2019 menjadi 4.634 di 2020. Sementara di 2021, sampai bulan Juli sudah ada 5.463 kasus kekerasan terhadap anak dengan sebagian besarnya terjadi pada remaja (57%).
Dari jumlah kasus tersebut, ironisnya 95% terjadi di dalam rumah tangga. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak periode Januari-Juni 2021 mencatat ada 6.096 kasus kekerasan, dan di antaranya terdapat 6.651 anak menjadi korban.
Data tersebut menunjukkan jumlah korban jauh lebih banyak daripada kasus yang dilaporkan. "Terbaru saat kita dapatkan dugaan kasus kekerasan seksual di Luwu dan dugaan kekerasan seksual anak seorang narapidana oleh oknum Kapolres. Kita lihat fenomena gunung es kekerasan terhadap anak dan ini luput dari mitigasi pemerintah terhadap dampak pandemi," katanya.
Dia juga menyinggung target penurunan angka stunting yang dinilainya masih jadi pekerjaan besar. "Ada tantangan saat yang ditunjuk sebagai koordinator penanganan stunting adalah BKKBN, tapi anggaran masih ada di Kemenkes. Di lapangan juga komunikasi antar intansi ini masih terjadi. Ada ego sektoral yang masih terjadi. Ini harus segera diatasi," pungkasnya.
"Bukan hanya sektor kesehatan dan ekonomi saja yang terpukul secara langsung oleh pandemi, tetapi juga persoalan keluarga, ibu dan anak," kata Mufida dalam keterangannya, Kamis (21/10/2021).
Anggota komisi IX DPR ini menilai pandemi secara langsung memberikan tekanan di dalam keluarga maupun tekanan terhadap kesehatan mental yang berlebih termasuk kepada perempuan dan remaja. Imbasnya, kata Mufida, bisa dilihat dari angka kekerasan terhadap anak yang juga meningkat selama pandemi.
Laporan KPAI menunjukkan terjadinya peningkatan laporan kasus perlindungan anak dari 4.368 kasus di 2019 menjadi 4.634 di 2020. Sementara di 2021, sampai bulan Juli sudah ada 5.463 kasus kekerasan terhadap anak dengan sebagian besarnya terjadi pada remaja (57%).
Dari jumlah kasus tersebut, ironisnya 95% terjadi di dalam rumah tangga. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak periode Januari-Juni 2021 mencatat ada 6.096 kasus kekerasan, dan di antaranya terdapat 6.651 anak menjadi korban.
Data tersebut menunjukkan jumlah korban jauh lebih banyak daripada kasus yang dilaporkan. "Terbaru saat kita dapatkan dugaan kasus kekerasan seksual di Luwu dan dugaan kekerasan seksual anak seorang narapidana oleh oknum Kapolres. Kita lihat fenomena gunung es kekerasan terhadap anak dan ini luput dari mitigasi pemerintah terhadap dampak pandemi," katanya.
Dia juga menyinggung target penurunan angka stunting yang dinilainya masih jadi pekerjaan besar. "Ada tantangan saat yang ditunjuk sebagai koordinator penanganan stunting adalah BKKBN, tapi anggaran masih ada di Kemenkes. Di lapangan juga komunikasi antar intansi ini masih terjadi. Ada ego sektoral yang masih terjadi. Ini harus segera diatasi," pungkasnya.
(rca)
tulis komentar anda