Perpres TNI Atasi Terorisme Berpotensi Mengancam Kebebasan Berekspresi

Rabu, 03 Juni 2020 - 07:48 WIB
Rancangan Perpes Pelibatan TNI dalam Memberantas Aksi Terorisme dikhawatirkan memberikan ekses pelanggaran perlindungan data pribadi hingga kebebasan berekspresi. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Rancangan Peraturan Presiden (Perpes) Pelibatan TNI dalam Memberantas Aksi Terorisme dikhawatirkan memberikan ekses penahanan tanpa dasar, pelanggaran perlindungan data pribadi hingga kebebasan berekspresi.

Dosen Universitas Paramadina Phil Shiskha Prabawaningtyas menjelaskan, dampak utama jika rancangan tersebut disahkan adalah pelaksanaan dan mekanisme evaluasi atas perluasan mandat TNI dalam melakukan fungsi penangkalan dan pencegahan yang sesuai dengan prinsip proposional serta akuntabel. (Baca juga: Jokowi Diminta Tak Tandatangani Perpres Pelibatan TNI Atasi Terorisme)

Dia mengaku, ada kekhawatiran terkait ekses dalam operasi fungsi penangkalan dan pencegahan selama UU utama yang mengatur fungsi pelibatan TNI dan peradilan militer belum diatur, khususnya terkait subjek hukum militer. “Ekses ini mungkin bisa dalam bentuk penggunaan kekerasaan, penahanan tanpa dasar, pelanggaran terhadap perlindungan data pribadi, dan pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi,” beber Siskha, Rabu (3/6/2020). (Baca juga: Pansus Restui TNI Ikut Berantas Teroris)

Sependapat dengan para aktivis dan akademisi serta tokoh masyakat yang menolak kemunculan rancangan perpres tersebut, Siskha menilai tidak ada urgensi perluasan mandat baru TNI dalam kondisi krisis menghadapi pandemi Covid-19. Dia menyebut, salah satu yang dikritisi adalah pasal 3 dalam rancangan perpres itu tentang fungsi penangkalan yang meliputi operasi intelijen, operasi teritorial, operasi informasi, dan operasi lainnya.

(Baca juga: Rancangan Perpres Pelibatan TNI Tangani Terorisme Dinilai Rancu)



“Bahkan terminologi penangkalan tidak ditemukan dalam UU No.5/2018 tentang Tindak Pidana Terorisme yang merupakan UU rujukan utama. UU ini menggunakan terminologi fungsi pencegahan yang kewenangannya diberikan kepada BNPT,” kata Siskha yang kini dipercaya sebagai Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy ini.

Pasal lain yang juga bermasalah, adalah pasal 7 yang memberikan fungsi pencegahan terhadap TNI. Dia berpendapat pemerintah seharusnya mendahulukan rancangan undang-undang perbantuan TNI yang mengatur secara khusus tugas perbantuan TNI di dalam operasi militer selain perang (OMSP). “UU Perbantuan TNI ini lebih urgen untuk diprioritaskan karena ada kebutuhan strategis dari penanganan krisis pandemi Covid-19,” pesannya mengingatkan pemerintah agar lebih peka terhadap kondisi krusial di tengah pandemi Covid 19. (Baca juga: Ubah Citra Positif, Perpres Pelibatan TNI Atasi Terorisme Harus Dicabut)

Sebagai contoh perlunya UU Perbantuan TNI diprioritaskan di tengah pandemi, sambung Siskha, yakni rencana pengerahan TNI dalam membantu Polri terkait pendisiplinan protokol kesehatan di 1.800 titik di empat provinsi dan 25 Kabupaten/Kota. Beleid itu, untuk memastikan proses pelaksanaan pengerahan TNI berlangsung proposional dan akuntable tanpa ekses penggunaan kekerasan.

“Pendisiplinan ini dilakukan di ruang publik sipil seperti mal, pasar, sarana transportasi massal, tempat pariwisata dan lain sebagainya yang berada di 1.800 tersebut. Dasar pengerahan ini didasarkan pada Keppres Pembentukan Gugus Tugas dan tidak mengatur detail tentang mekanisme dan persyaratan pelibatan TNI. Bagaimana jika terjadi ekses penggunaan kekerasan?” imbuhnya. (Baca juga: Perpres Tugas TNI Atasi Terorisme Picu Polemik, Begini Reaksi Kapuspen)
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More