Wakil Ketua MPR Desak Pelaku Perkosaan Luwu Timur Dikebiri Kimia

Selasa, 12 Oktober 2021 - 07:49 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mendrsak dibukanya kembali penyelidikan kasus perkosaan di Luwu Timur serta hukuman kebiri kimia bagi pelakunya. Foto/dok.SIINDOnews
JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid ( HNW ) prihatin atas penghentian kasus dugaan perkosaan tiga anak oleh ayahnya kandung di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Karena itu, dia mendukung usulan dibukanya kembali proses penyelidikan kasus tersebut, sebagaimana desakan dari banyak pihak.

HNW juga mendorong hukuman maksimal untuk pelaku apabila terbukti melakukan kekerasan seksual. Untuk itu dia mendesak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Kementerian Sosial (Kemensos) memaksimalkan peran wajibnya untuk perlindungan anak. Dan secara proaktif memperjuangkan keadilan serta perlindungan bagi para Anak yang jadi korban.

“Demi keadilan hukum dan memaksimalkan perlindungan anak, saya dukung usulan pembukaan kembali penyelidikan kasus dugaan perkosaan terhadap anak di Luwu Timur. Sesuai wewenangnya, Kementerian PPPA harus maksimal mendampingi korban dan mengawal keberlanjutan penyelidikan hukum atas kasus ini. Sementara Kemensos melalui program asistensi rehabilitasi sosial anak harus ikut terlibat membantu,” kata HNW dalam keterangannya, dikutip Selasa (12/10/2021).





Apalagi, kata anggota Komisi VIII DPR ini, pemerintah sejatinya baru saja mengeluarkan aturan hukum yang menegaskan keberpihakan kepada anak korban kekerasan seksual. Yakni Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021. Pasal 54 butir (c) menyebutkan anak korban kejahatan seksual mendapatkan pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan. Kemudian di butir (d) mereka juga wajib diberikan perlindungan dan pendampingan hukum, mulai dari penyidikan penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan. Dalam pasal 3 ayat (1), perlindungan khusus tersebut wajib diberikan tidak hanya oleh Pemerintah Pusat, tapi juga Pemerintah Daerah dan lembaga negara lainnya.

“Oleh karenanya KemenPPPA baik di pusat maupun daerah, harus bertanggung jawab melaksanakan ketentuan PP terbaru tersebut. Tidak cukup hanya pasif atau hanya menunggu. Dan karena nuansa ketidakadilan serta penolakan publik yang meluas, maka Kepolisian sebagai lembaga negara penegak hukum harus bisa membuka kembali kasus ini dan menjalankan penyelidikan dengan menyeluruh, serta Pemerintah Daerah sebagai tempat kerja terduga pelaku tidak boleh terkesan melindungi,” desaknya.



Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini juga mendukung hukuman maksimal bila terduga pelaku terbukti melakukan kekerasan seksual kepada tiga anaknya sendiri. Dalam UU Nomor 17 Tahun 2016 sebagai perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pelaku kekerasan seksual terhadap anak diancam pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. Pidana tersebut bisa ditambah sepertiga apabila dilakukan oleh orang tua anak, sehingga ancaman maksimal bagi seorang ayah terduga pelaku kekerasan seksual anak di Luwu Timur adalah 20 tahun penjara.

Bahkan, HNW menambahkan, negara juga bisa menjatuhkan hukuman kebiri kimia sebagaimana diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 70 Tahun 2020, dalam rangka memberi efek jera kepada pelaku kekerasan seksual. Hukuman kebiri kimia tersebut sudah pernah diberikan kepada pelaku perkosaan/kekerasan seksual terhadap anak di Mojokerto, Melalui Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto No.69/Pid.Sus/2019/PN.Mjk.

“Apabila terbukti, pelaku harus dikenakan hukuman maksimal agar timbulkan efek jera. Dan menjadi upaya preventif maksimal untuk wujudkan aturan jaminan perlindungan anak dari kejahatan orang-orang terdekat. Apalagi di era pandemi Covid-19 yang menghantui anak-anak dan masa depan mereka,” pungkasnya.
(muh)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More