Sesuai Spirit Reformasi, Sebaiknya Pimpinan PBNU Cukup 2 Periode

Rabu, 06 Oktober 2021 - 18:15 WIB
Pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dinilai sebaiknya cukup hanya dua periode agar sesuai dengan spirit reformasi. Foto/Dok.SINDOnews
JAKARTA - Pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU ) dinilai sebaiknya cukup hanya dua periode agar sesuai dengan spirit reformasi. Diketahui, pelaksanaan Muktamar ke-34 NU akan diselenggarakan pada 23-25 Desember 2021.

Menjelang pelaksanaan Muktamar ke-34 NU itu, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menyambangi Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/10/2021). Usai bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Said Aqil Siradj (SAS) menyampaikan kepada awak media bahwa dirinya siap kembali maju sebagai ketua umum (ketum) PBNU.

Adapun SAS saat ini sudah dua periode terpilih sebagai ketum PBNU sejak 2010. “Untuk menghadap Presiden, Ketum PBNU untuk mendukung kesuksesan Muktamar itu bagus sekali,” ujar Ketua Komite Khitthah NU (KKNU) Rochmat Wahab dihubungi, Rabu (6/10/2021).





Namun, jika maksud kedatangan SAS menemui Presiden Jokowi untuk meminta dukungan menjadi ketum PBNU, Rochmat menilai itu kurang elok. “Karena secara tidak langsung dua Ormas Islam besar di Indonesia sudah memberikan contoh yaitu NU dan Muhammadiyah cukup dua periode, sesuai dengan spirit reformasi,” katanya.

Selain itu, langkah SAS maju kembali sebagai petahana pada Muktamar ke-34 NU dinilai bisa mempengaruhi regenerasi di tampuk kepemimpinan NU. “Jika masih terus obsesif tampil, berarti hatinya sudah tidak fungsional. Mendahulukan kepentingan pribadi daripada kepentingan institusi, PBNU. Kecuali jika SAS telah berhasil membuat karya yang spektakuler, sehingga umat NU sangat menghendaki SAS diangkat lagi,” tuturnya.

Jika kondisinya seperti itu, dia menilai bisa dipahami dan dimaklumi. “Tetapi jika maju lagi atas kehendak sendiri atau kelompok, berarti beliau secara langsung atau tidak langsung menghambat kemajuan NU ke depan,” imbuhnya.

Dia pun menyarankan agar para calon ketum PBNU melakukan sowan atau ziarah ke para kiai atau sesepuh. “Bukan ke ketua umum partai. NU itu di atas semua partai, NU itu punya jarak yang sama dengan partai yang ada saat ini, termasuk juga dengan partai baru didirikan, bukan NU merasa lebih hebat,” katanya.

Sebab, kata dia, berdasarkan AD ART yang ada, warga NU diberikan kebebasan memilih apa yang menjadi kesukaannya. “Makanya enggak boleh digiring ke satu partai,” ucapnya.

Kemudian, dia kurang setuju jika calon ketum PBNU memiliki latar belakang partai politik. “Rasanya menjadi repot. NU itu kan berusaha menjauh dari partai politik, NU itu melayani bukan menguasai,” pungkasnya.
(rca)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More