Penjelasan Demokrat Kubu KLB tentang Judicial Review AD/ART ke MA
Sabtu, 25 September 2021 - 19:11 WIB
"Saya pikir apa yang dikatakan oleh Didik itu ngawur banget. Karena judicial review yang diajukan oleh Mas Yusril Ihza Mahendra sama sekali tidak ada kaitannya dengan DPP Partai Demokrat hasil KLB pimpinan Pak Moeldoko. Hal itu juga tidak ada hubungannya soal dukung mendukung siapa calon atau siapa ketua umum Partai Demokrat," tegas Saiful.
"Mas Yusril mengajukan judicial review sebagai kuasa hukum dari keempat kader Partai Demokrat yang menolak AD/ART partai demokrat pimpinan AHY tahun 2020. Karena dalam AD/ART itu banyak yang bertentangan dalam Undang-Undang Partai Politik, juga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945," jelasnya.
Pernyataan Didik yang membuat kesan Yusril pandai memutarbalikkan fakta juga tidak dibenarkan dan menganggap itu adalah hal yang sudah biasa dilakukan kubu AHY sejak awal.
"Kubu AHY memang selalu begitu, enggak tahu karena dilanda kepanikan terus menerus, sehingga main tuduh. Sebetulnya yang selalu memutarbalikkan fakta yaitu dari kubu mereka. Seperti kemarin saat kesaksian dari 3 saksi kami diputarbalikkan faktanya oleh mereka," pungkasnya.
Saiful mengatakan, judicial review memang hal yang baru dan belum pernah terjadi. Karena menurut Saiful, sengketa partai politik harus diselesaikan oleh Makhamah Partai, tetapi menurut penjelasannya makhamah partai demokrat tidak mungkin melakukan itu karena semuanya harus ada persetujuan dari Ketua Majelis Tinggi Partai yaitu SBY (Susilo Bambang Yudhoyono).
"Bayangkan, jika ada kader yang ingin menggugat AHY, menolak kepemimpinan AHY dan AD/ART lalu kemudian ribut dan pecah kemudian minta diselesaikan oleh makhamah partai tetapi Ketua Majelis Tinggi partai tidak memperbolehkan, maka tidak mungkin hal itu bisa terjadi. Oleh karena itu judicial review yang diajukan ke MA oleh Bang Yusril saya pikir sangat tepat sekali," ucap Saiful.
Diketahui sebelumnya Partai Demokrat hasil KLB Deliserdang menginginkan AD/ART dikembalikan lagi ke 2015. Karena pasalnya AD/ART 2020 dinilai antidemokrasi yang dibuat tanpa keputusan bersama dan tiba-tiba semua harus sepakat untuk memilih AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
"Tentu ini berbeda dengan KLB yang dilaksanakan di Sibolangit pada 5 Maret 2021 lalu. Di sana ada pembahasan tata tertib pemilihan, semuanya diatur dalam sebuah mekanisme. Jadi sebenarnya yang abal-abal itu mereka, bukan kami," tutupnya.
"Mas Yusril mengajukan judicial review sebagai kuasa hukum dari keempat kader Partai Demokrat yang menolak AD/ART partai demokrat pimpinan AHY tahun 2020. Karena dalam AD/ART itu banyak yang bertentangan dalam Undang-Undang Partai Politik, juga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945," jelasnya.
Pernyataan Didik yang membuat kesan Yusril pandai memutarbalikkan fakta juga tidak dibenarkan dan menganggap itu adalah hal yang sudah biasa dilakukan kubu AHY sejak awal.
"Kubu AHY memang selalu begitu, enggak tahu karena dilanda kepanikan terus menerus, sehingga main tuduh. Sebetulnya yang selalu memutarbalikkan fakta yaitu dari kubu mereka. Seperti kemarin saat kesaksian dari 3 saksi kami diputarbalikkan faktanya oleh mereka," pungkasnya.
Saiful mengatakan, judicial review memang hal yang baru dan belum pernah terjadi. Karena menurut Saiful, sengketa partai politik harus diselesaikan oleh Makhamah Partai, tetapi menurut penjelasannya makhamah partai demokrat tidak mungkin melakukan itu karena semuanya harus ada persetujuan dari Ketua Majelis Tinggi Partai yaitu SBY (Susilo Bambang Yudhoyono).
"Bayangkan, jika ada kader yang ingin menggugat AHY, menolak kepemimpinan AHY dan AD/ART lalu kemudian ribut dan pecah kemudian minta diselesaikan oleh makhamah partai tetapi Ketua Majelis Tinggi partai tidak memperbolehkan, maka tidak mungkin hal itu bisa terjadi. Oleh karena itu judicial review yang diajukan ke MA oleh Bang Yusril saya pikir sangat tepat sekali," ucap Saiful.
Diketahui sebelumnya Partai Demokrat hasil KLB Deliserdang menginginkan AD/ART dikembalikan lagi ke 2015. Karena pasalnya AD/ART 2020 dinilai antidemokrasi yang dibuat tanpa keputusan bersama dan tiba-tiba semua harus sepakat untuk memilih AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
"Tentu ini berbeda dengan KLB yang dilaksanakan di Sibolangit pada 5 Maret 2021 lalu. Di sana ada pembahasan tata tertib pemilihan, semuanya diatur dalam sebuah mekanisme. Jadi sebenarnya yang abal-abal itu mereka, bukan kami," tutupnya.
(maf)
tulis komentar anda