Jenderal Benny Moerdani, Pencetus Pasukan Antiteror Kopassus yang Disegani Dunia
Kamis, 23 September 2021 - 05:59 WIB
JAKARTA - Nama Jenderal TNI (Purn) Leonardus Benyamin Moerdani atau yang dikenal dengan panggilan Benny Moerdani di kalangan sipil maupun militer tentu sudah tidak asing lagi. Dia merupakan salah satu tokoh militer paling berpengaruh di masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Sepak terjangnya di medan operasi tak perlu diragukan lagi. Berbagai palagan mulai dari Revolusi Kemerdekaan, pembebasan Irian Barat, konfrontasi dengan Malaysia hingga upaya integrasi Timor Timur yang kini bernama Timor Leste telah dilaluinya. Bahkan, Benny Moerdani merupakan salah satu perwira tinggi yang ikut terjun langsung dalam operasi pembebasan sandera saat terjadi pembajakan pesawat Garuda Indonesia oleh teroris Komando Jihad di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand pada 28 Maret 1981.
Di bawah pimpinan Letnan Kolonel (Letkol) Sintong Panjaitan, prajurit Kopassus yang diterjunkan berhasil membebaskan para sandera. Keberhasilan Kopassus dalam operasi tersebut membuat pasukan elite TNI Angkatan Darat (AD) ini disegani di dunia. Bahkan, disebut-sebut sebagai pasukan terbaik nomor tiga di dunia setelah SAS Inggris dan Mossad, Israel.
Keberhasilan Kopassus dalam operasi pembebasan sandera tersebut tak lepas dari tangan dingin Benny Moerdani. Jauh sebelum peristiwa pembajakan pesawat Garuda, mantan Panglima ABRI itu telah menginisiasi pembentukan pasukan antiteror pertama di Indonesia.
Di awal tahun 1979, Benny yang saat itu menjabat sebagai Kepala Pusat Intelijen Strategis (Pusintelstrat) memanggil Asisten 2/Operasi Kopassandha yang kini bernama Kopassus Letkol Sintong Panjaitan. Dalam pertemuan tersebut, Benny menyampaikan analisisnya mengenai kemungkinan ancaman teroris. Dalam buku yang ditulis Julius Pour, berjudul “Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan” Benny menyebut ancaman teroris tersebut muncul dalam bentuk pembajakan pesawat. Apalagi, di era 1970 an, aksi pembajakan pesawat dan penyanderaan seringkali dilakukan para teroris di berbagai negara. Cara tersebut dinilai efektif bagi teroris untuk menarik perhatian dunia internasional.
Jenderal Kopassus ini kemudian meminta Sintong untuk menyiapkan sebuah pasukan khusus antiteror. Tidak hanya itu, Sintong juga diminta membuat bahan perbandingan dengan pasukan antiteror di negara lain. Sintong kemudian diberi kesempatan untuk mempelajari pasukan penanggulangan antiteror di luar negeri. Salah satunya dengan mengikuti latihan di Special Air Service (SAS) Angkatan Darat Kerajaan Inggris di Hereford.
Tidak hanya itu, Sintong juga mengikuti latihan di Korps Commandotroopen (KCT) Angkatan Darat Kerjaan Belanda dan melihat langsung latihan pasukan khusus antiteror Korea Selatan. “Letjen TNI Leonardus Benjamin Moerdani, Asisten Intelijen Hankam/Kepala Pusat Intelijen Strategis/Asisten Intelijen Kopkamtib memberi arahan agar dirinya tidak mengikuti latihan antiteror di Amerika Serikat. Alasan utamanya, Amerika Serikat lebih mengutamakan keunggulan teknologi sehingga dapat menyebabkan personelnya menjadi manja,” ujar Sintong dalam bukunya berjudul “Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando”.
Tidak sampai di situ, Benny juga memanggil Mayor Infanteri Luhut Binsar Pandjaitan dan Kapten Infanteri Prabowo Subianto untuk mengikuti sekolah antiteror di Jerman Barat. Pemanggilan tersebut diakui Prabowo yang kini menjabat Menteri Pertahanan (Menhan).
Sepak terjangnya di medan operasi tak perlu diragukan lagi. Berbagai palagan mulai dari Revolusi Kemerdekaan, pembebasan Irian Barat, konfrontasi dengan Malaysia hingga upaya integrasi Timor Timur yang kini bernama Timor Leste telah dilaluinya. Bahkan, Benny Moerdani merupakan salah satu perwira tinggi yang ikut terjun langsung dalam operasi pembebasan sandera saat terjadi pembajakan pesawat Garuda Indonesia oleh teroris Komando Jihad di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand pada 28 Maret 1981.
Di bawah pimpinan Letnan Kolonel (Letkol) Sintong Panjaitan, prajurit Kopassus yang diterjunkan berhasil membebaskan para sandera. Keberhasilan Kopassus dalam operasi tersebut membuat pasukan elite TNI Angkatan Darat (AD) ini disegani di dunia. Bahkan, disebut-sebut sebagai pasukan terbaik nomor tiga di dunia setelah SAS Inggris dan Mossad, Israel.
Baca Juga
Keberhasilan Kopassus dalam operasi pembebasan sandera tersebut tak lepas dari tangan dingin Benny Moerdani. Jauh sebelum peristiwa pembajakan pesawat Garuda, mantan Panglima ABRI itu telah menginisiasi pembentukan pasukan antiteror pertama di Indonesia.
Di awal tahun 1979, Benny yang saat itu menjabat sebagai Kepala Pusat Intelijen Strategis (Pusintelstrat) memanggil Asisten 2/Operasi Kopassandha yang kini bernama Kopassus Letkol Sintong Panjaitan. Dalam pertemuan tersebut, Benny menyampaikan analisisnya mengenai kemungkinan ancaman teroris. Dalam buku yang ditulis Julius Pour, berjudul “Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan” Benny menyebut ancaman teroris tersebut muncul dalam bentuk pembajakan pesawat. Apalagi, di era 1970 an, aksi pembajakan pesawat dan penyanderaan seringkali dilakukan para teroris di berbagai negara. Cara tersebut dinilai efektif bagi teroris untuk menarik perhatian dunia internasional.
Baca Juga
Jenderal Kopassus ini kemudian meminta Sintong untuk menyiapkan sebuah pasukan khusus antiteror. Tidak hanya itu, Sintong juga diminta membuat bahan perbandingan dengan pasukan antiteror di negara lain. Sintong kemudian diberi kesempatan untuk mempelajari pasukan penanggulangan antiteror di luar negeri. Salah satunya dengan mengikuti latihan di Special Air Service (SAS) Angkatan Darat Kerajaan Inggris di Hereford.
Tidak hanya itu, Sintong juga mengikuti latihan di Korps Commandotroopen (KCT) Angkatan Darat Kerjaan Belanda dan melihat langsung latihan pasukan khusus antiteror Korea Selatan. “Letjen TNI Leonardus Benjamin Moerdani, Asisten Intelijen Hankam/Kepala Pusat Intelijen Strategis/Asisten Intelijen Kopkamtib memberi arahan agar dirinya tidak mengikuti latihan antiteror di Amerika Serikat. Alasan utamanya, Amerika Serikat lebih mengutamakan keunggulan teknologi sehingga dapat menyebabkan personelnya menjadi manja,” ujar Sintong dalam bukunya berjudul “Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando”.
Tidak sampai di situ, Benny juga memanggil Mayor Infanteri Luhut Binsar Pandjaitan dan Kapten Infanteri Prabowo Subianto untuk mengikuti sekolah antiteror di Jerman Barat. Pemanggilan tersebut diakui Prabowo yang kini menjabat Menteri Pertahanan (Menhan).
Lihat Juga :
tulis komentar anda