Teror Diskusi FH UGM Dinilai Bentuk Persekusi Kebebasan Berpendapat
Senin, 01 Juni 2020 - 10:33 WIB
JAKARTA - Teror terhadap penyelenggaraan diskusi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Yogyakarta terus menuai kecaman.
Kegiatan yang rencananya digelar pada Jumat 29 Mei 2020 itu terpaksa dibatalkan akibat munculnya teror dan intimidasi kepada panitia serta narasumber.
Setara Institute mengecam ancaman, teror, dan intimidasi yang dilakukan oleh oknum masyarakat terhadap pihak penyelenggara diskusi.
Tindakan itu merupakan bentuk persekusi atas kebebasan akademik dan kebebasan berpendapat. Padahal, kebebasan itu telah dijamin oleh konstitusi Republik Indonesia.
“Pemasungan kebebasan ini adalah bentuk penghancuran literasi dan ilmu pengetahuan yang berdampak buruk pada demokrasi yang berkualitas,” kata Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani dalam keterangan tertulisnya, Minggu (31/5/2020).
Dia menilai diskusi sebagai media pertukaran gagasan sekaligus sarana untuk memahami suatu kondisi lebih dalam dan dari beragam perspektif.( )
Penyelenggaraan diskusi menjadi salah satu bentuk mimbar akademis yang dipilih untuk mengulik pandangan akademis dalam melihat suatu peristiwa.
“Cara ini menjadi sarana literasi bagi akademisi secara khusus maupun masyarakat secara umum agar tidak menelan suatu narasi peristiwa secara mentah-mentah,” tuturnya.
Dalam catatannya, tindakan persekusi atas kebebasan berpendapat ini bukanlah yang pertama terjadi di masa pemerintahan saat ini. Berdasarkan data yang dirilis Setara Institute pada 2019, ada 204 peristiwa kriminalisasi individu, pemblokiran 32 media online, 961.456 pemblokiran situs internet dan akun media sosial, 7 pembubaran diskusi, pelarangan buku, dan penggunaan delik makar yang tidak akuntabel untuk menjerat sekurang-kurangnya 7 warga negara.
Kegiatan yang rencananya digelar pada Jumat 29 Mei 2020 itu terpaksa dibatalkan akibat munculnya teror dan intimidasi kepada panitia serta narasumber.
Setara Institute mengecam ancaman, teror, dan intimidasi yang dilakukan oleh oknum masyarakat terhadap pihak penyelenggara diskusi.
Tindakan itu merupakan bentuk persekusi atas kebebasan akademik dan kebebasan berpendapat. Padahal, kebebasan itu telah dijamin oleh konstitusi Republik Indonesia.
“Pemasungan kebebasan ini adalah bentuk penghancuran literasi dan ilmu pengetahuan yang berdampak buruk pada demokrasi yang berkualitas,” kata Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani dalam keterangan tertulisnya, Minggu (31/5/2020).
Dia menilai diskusi sebagai media pertukaran gagasan sekaligus sarana untuk memahami suatu kondisi lebih dalam dan dari beragam perspektif.( )
Penyelenggaraan diskusi menjadi salah satu bentuk mimbar akademis yang dipilih untuk mengulik pandangan akademis dalam melihat suatu peristiwa.
“Cara ini menjadi sarana literasi bagi akademisi secara khusus maupun masyarakat secara umum agar tidak menelan suatu narasi peristiwa secara mentah-mentah,” tuturnya.
Dalam catatannya, tindakan persekusi atas kebebasan berpendapat ini bukanlah yang pertama terjadi di masa pemerintahan saat ini. Berdasarkan data yang dirilis Setara Institute pada 2019, ada 204 peristiwa kriminalisasi individu, pemblokiran 32 media online, 961.456 pemblokiran situs internet dan akun media sosial, 7 pembubaran diskusi, pelarangan buku, dan penggunaan delik makar yang tidak akuntabel untuk menjerat sekurang-kurangnya 7 warga negara.
tulis komentar anda