Landasan Pemerintah dalam Pemulihan Aktivitas Masyarakat Produktif dan Aman COVID-19
Minggu, 31 Mei 2020 - 10:58 WIB
JAKARTA - Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito menjelaskan bahwa dalam menentukan suatu daerah dapat kembali melaksanakan aktivitas ekonomi yang produktif dan aman COVID-19 . Pemerintah telah menggunakan berbagai indikator kesehatan masyarakat yang berbasis data sebagai landasan ilmiah.
Dalam hal ini, data pendekatan yang dipakai adalah berdasarkan kriteria epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO). (Baca juga: Obyek Wisata di Muna Ditutup, Ratusan Wisatawan Kecewa Harus Putar Balik)
"Sesuai dengan rekomendasi WHO, kami menggunakan pendekatan atau kriteria epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, serta pelayanan kesehatan,” ujar Wiku di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Sabtu (30/5/2020).
Pada penerapannya, ada 11 indikator utama yang dipakai guna melihat penurunan jumlah kasus selama dua minggu sejak puncak terakhirnya dengan target lebih dari 50% untuk setiap wilayah. Adapun penurunan angka yang dilihat tersebut adalah berdasarkan dari jumlah yang meninggal, penurunan jumlah kasus positif, termasuk kasus Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang dirawat di rumah sakit, juga jumlah pasien sembuh dan selesai pemantauan.
Selain itu, indikator lain adalah dengan melihat hasil dari jumlah pemeriksaan laboratorium, di mana positivity rate-nya harus di bawah 5% dan penggunaan metode pendekatan RT atau R-T yang disebut angka reproduktif efektif kurang dari 1.
Berdasarkan dari pengelolaan data kasus COVID-19 sebagai indikator tersebut, Gugus Tugas mendapatkan hasil di mana terdapat sebanyak 102 wilayah yang dinyatakan aman dan dikelompokkan dalam zona hijau. Seluruh wilayah tersebut selanjutnya diberikan wewenang untuk melaksanakan kegiatan masyarakat produktif dan aman COVID-19.
Adapun 102 wilayah tersebut meliputi Provinsi Aceh ada 14 kabupaten/kota, Sumatera Utara ada 15 kabupaten/kota, Kepulauan Riau ada 3 kabupaten, Riau 2 Kabupaten, Jambi 1 kabupaten, Bengkulu 1 kabupaten, Sumatera Selatan 4 kabupaten/kota, Bangka Belitung 1 kabupaten dan Lampung 2 kabupaten.
Kemudian Jawa Tengah ada 1 kota, Kalimantan Timur, 1 kabupaten, Kalimantan Tengah, 1 kabupaten, Sulawesi Utara, 2 kabupaten, Gorontalo, 1 kabupaten, Sulawesi Tengah, 3 kabupaten, Sulawesi Barat, 1 kabupaten, Sulawesi Selatan, 1 kabupaten, Sulawesi Tenggara, 5 kabupaten/kota.
Selanjutnya Nusa Tenggara Timur ada 14 kabupaten/kota, Maluku Utara, 2 kabupaten, Maluku, 5 kabupaten/kota, Papua, 17 kabupaten/kota dan Papua Barat 5 kabupaten/kota. (Baca juga: Zona Hijau, 102 Daerah Harus Koordinasi sebelum Buka Aktivitas Publik )
Dalam hal ini, data pendekatan yang dipakai adalah berdasarkan kriteria epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO). (Baca juga: Obyek Wisata di Muna Ditutup, Ratusan Wisatawan Kecewa Harus Putar Balik)
"Sesuai dengan rekomendasi WHO, kami menggunakan pendekatan atau kriteria epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, serta pelayanan kesehatan,” ujar Wiku di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Sabtu (30/5/2020).
Pada penerapannya, ada 11 indikator utama yang dipakai guna melihat penurunan jumlah kasus selama dua minggu sejak puncak terakhirnya dengan target lebih dari 50% untuk setiap wilayah. Adapun penurunan angka yang dilihat tersebut adalah berdasarkan dari jumlah yang meninggal, penurunan jumlah kasus positif, termasuk kasus Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang dirawat di rumah sakit, juga jumlah pasien sembuh dan selesai pemantauan.
Selain itu, indikator lain adalah dengan melihat hasil dari jumlah pemeriksaan laboratorium, di mana positivity rate-nya harus di bawah 5% dan penggunaan metode pendekatan RT atau R-T yang disebut angka reproduktif efektif kurang dari 1.
Berdasarkan dari pengelolaan data kasus COVID-19 sebagai indikator tersebut, Gugus Tugas mendapatkan hasil di mana terdapat sebanyak 102 wilayah yang dinyatakan aman dan dikelompokkan dalam zona hijau. Seluruh wilayah tersebut selanjutnya diberikan wewenang untuk melaksanakan kegiatan masyarakat produktif dan aman COVID-19.
Adapun 102 wilayah tersebut meliputi Provinsi Aceh ada 14 kabupaten/kota, Sumatera Utara ada 15 kabupaten/kota, Kepulauan Riau ada 3 kabupaten, Riau 2 Kabupaten, Jambi 1 kabupaten, Bengkulu 1 kabupaten, Sumatera Selatan 4 kabupaten/kota, Bangka Belitung 1 kabupaten dan Lampung 2 kabupaten.
Kemudian Jawa Tengah ada 1 kota, Kalimantan Timur, 1 kabupaten, Kalimantan Tengah, 1 kabupaten, Sulawesi Utara, 2 kabupaten, Gorontalo, 1 kabupaten, Sulawesi Tengah, 3 kabupaten, Sulawesi Barat, 1 kabupaten, Sulawesi Selatan, 1 kabupaten, Sulawesi Tenggara, 5 kabupaten/kota.
Selanjutnya Nusa Tenggara Timur ada 14 kabupaten/kota, Maluku Utara, 2 kabupaten, Maluku, 5 kabupaten/kota, Papua, 17 kabupaten/kota dan Papua Barat 5 kabupaten/kota. (Baca juga: Zona Hijau, 102 Daerah Harus Koordinasi sebelum Buka Aktivitas Publik )
tulis komentar anda